Asian Spectator

Men's Weekly

.

Lima dampak serius penguatan dolar AS terhadap perekonomian dunia

  • Written by Alexander Tziamalis, Senior Lecturer in Economics, Sheffield Hallam University
Lima dampak serius penguatan dolar AS terhadap perekonomian dunia

Nilai dolar Amerika Serikat (AS) mengalami penguatan besar-besaran[1] terhadap mata uang global dan menyentuh titik tertingginya dalam dua dekade terakhir. Dolar AS menguat 15% terhadap pound sterling, 16% terhadap euro, dan 23% terhadap mata uang yen Jepang

Dolar AS merupakan cadangan mata uang dunia, menjadikannya nilai tukar yang paling banyak digunakan dalam transaksi internasional. Oleh karenanya, perubahan nilai mata uang tersebut berdampak bagi keseluruhan ekonomi global.

Kami memetakan lima dampak utama dari penguatan dolar AS ini.

Kekuatan dolar AS 1977-2022

Chart showing the strength of the dollar since 1980
Indeks dolar AS atay DXY merupakan pengukuran nilai dolar terhadap keranjang mata uang dunia. Trading View[2]

1. Inflasi yang makin tinggi

Minyak dan komoditas lainnya – seperti logam dan kayu – umumnya diperdagangkan dalam kurs dolar (dengan pengecualian[3]). Ketika dolar menguat, harga komoditas ini pun meningkat dalam kurs lokal. Sebagai contoh, harga minyak senilai US$100 (Rp 1,5 juta) dalam pound sterling meningkat dari £72 (Rp 1,3 juta) menjadi £84 sepanjang setahun terakhir. Hal ini menimbulkan pukulan ganda karena harga minyak dalam dolar AS juga menanjak tajam.

Ketika harga energi dan bahan mentah naik, harga barang-barang pun meningkat baik bagi konsumen maupun bisnis dan menimbulkan gelombang inflasi di seluruh dunia. AS menjadi satu-satunya pengecualian, mengingat penguatan dolar berdampak pada murahnya produk impor dan menahan laju inflasi negara tersebut.

2. Negara berkembang terancam

Kebanyakan negara berkembang berutang dalam dolar AS. Akibat penguatan mata uang tersebut, nilai utang mereka pun membengkak dibandingkan setahun yang lalu. Akibatnya, banyak negara yang akan kesulitan mengumpulkan mata uang lokal yang setara dengan nilai utang mereka.

Fenomena di Sri Lanka[4] merupakan bukti dari hal ini, dan terdapat potensi negara lain juga akan mengalami hal serupa[5]. Negara-negara lain akan terpaksa menaikkan pajak, menerbitkan uang baru untuk menekan inflasi, atau mencari pinjaman baru. Hal ini berisiko menimbulkan resesi ekonomi, hiperinflasi, krisis utang negara, atau ketiganya sekaligus – tergantung jalan yang diambil pemerintah.

Negara berkembang yang tergelincir ke dalam jurang utang luar negeri membutuhkan waktu tahunan[6] atau bahkan puluhan tahun untuk pulih. Rakyatnya lantas harus menanggung beban derita yang berat.

3. Defisit perdagangan AS meroket

Negara-negara lain akan menghindari membeli produk dari AS karena dolar yang menguat.

Defisit neraca perdagangan AS, yang menggambarakan selisih ekspor dan impor negara tersebut, sudah hampir mendekati nilai raksasa sebesar satu triliun dolar[7] per tahunnya. Presiden Joe Biden[8] yang memegang tampuk pemerintahan kini, maupun Donald Trump[9] pada pemerintahan sebelumnya, berjanji untuk mengurangi defisit perdagangan terutama dalam relasi dagang AS dengan Cina.

Beberapa ekonom[10] mengkhawatirkan level defisit neraca perdagangan dapat mendorong pembengkakan utang AS. Selain itu, mereka juga berpendapat bahwa persoalan ini menunjukkan fakta bahwa industri manufaktur AS telah berpindah ke luar negeri.

Defisit perdagangan AS dalam % Pendapatan Domestik Bruto (PDB/GDP)

Chart showing US trade deficit as a percentage of GDP Trading Economics[11] 4. Deglobalisasi yang memburuk Kebijakan ekonomi yang paling umum dalam menekan pertumbuhan defisit neraca perdagangan adalah penetapan tarif, kuota, atau pun bentuk hambatan perdagangan lainnya untuk menghadang impor. Ketika dihadapkan dalam kebijakan proteksionisme macam ini, negara lain akan cenderung mengambil tindakan balas dendam[12], seperti menaikkan pajak atau menerapkan hambatan perdagangan mereka terhadap produk AS. Era “deglobalisasi” yang telah dimulai[13] sejak memburuknya hubungan Barat dengan Cina dan Rusia, penguatan dolar menambah momentum politik untuk praktik proteksionisme dan mengancam perdagangan global. 5. Kawasan Eurozone bisa terguncang Negara-negara Uni Eropa yang lemah secara ekonomi seperti Portugis, Irlandia, Yunani[14], dan Siprus rentan terhadap krisis akibat meningkatnya biaya utang dari investor. Situasi ini bahkan lebih buruk daripada saat Eurozone tengah menghadapi hari-hari tergelapnya. Sebab, utang mereka kini berada di tangan[15] badan European Stability Mechanism (ESM). Lembaga ini didirikan untuk menyelamatkan negara-negara tersebut saat krisis di masa silam, maupun bank-bank investor di kawasan Eurozone yang lebih ramah peminjam. Penguatan dolar turut menambah tekanan[16] bagi Bank Sentral Eropa untuk menaikkan suku bunganya demi menyangga euro dan mengurangi beban impor, termasuk energi. Hal ini tentunya semakin membebani negara-negara Eurozone yang memiliki proporsi utang yang tinggi. Di Italia, negara dengan perekonomian terbesar ke-sembilan dan memiliki rasio utang 150% dari PDB, akan kesulitan[17] untuk menyelamatkan diri jika situasi di Eurozone hilang kendali. Dengan adanya lima permasalahan ini, penguatan dolar berlebih menjadi alasan tambahan[18] yang memungkinkan munculnya resesi global dalam waktu dekat. Tingginya inflasi memangkas pemasukan konsumen dan berakibat pada penurunan konsumsi. Proteksionisme dapat mengurangi perdagangan dan investasi di level internasional. Negara berkembang, dan bahkan mungkin negara di kawasan Eurozone, bisa saja harus menghadapi potensi krisis utang negara yang serius. Dolar terus menguat karena alasan ekonomi dan geopolitik. Bank sentral AS – the Federal Reserve atau the Fed – terus memompa suku bunganya dan mengerem kebijakan untuk mencetak uang lewat pelonggaran kuantitatif atau quantitative easing (QE)[19]. Langkah ini diambil dengan pertimbangan menahan laju inflasi yang disebabkan oleh masalah pasokan akibat COVID, serta perang Rusia-Ukraina dan QE. Penguatan dolar merupakan efek samping dari peningkatan suku bunga ini. Karena dolar menawarkan imbal hasil yang lebih tinggi ketika didepositkan di bank-bank milik AS, investor asing memilih untuk menjual mata uang lokal mereka dan berinvestasi pada dolar. Bank sentral di negara lain, seperti di Inggris, tentu saja ikut melakukan hal yang sama. Eurozone pun sudah berencana menempuh langkah serupa. Namun, tindakan mereka tidak seagresif AS. Sementara, Jepang sama sekali tidak mengambil upaya pengetatan, dan hasilnya adalah permintaan luar negeri terhadap dolar yang lebih besar. Alasan lain dari penguatan dolar AS adalah karena mata uang tersebut merupakan instrumen investasi klasik ketika dunia tengah dirundung kekhawatiran akan timbulnya resesi. Kondisi geopolitik yang tengah berlangsung semakin memoles daya tarik dolar. Euro kini tengah terpuruk karena kedekatan geografis Uni Eropa dengan zona perang di Ukraina, paparannya terhadap pasokan energi dari Rusia, dan prospek terjadinya krisis Eurozone baru[20]. Ini mendorong euro ke arah paritas (alternatif nilai tukar mata uang antara dua negara) dolar AS untuk pertama kalinya semenjak berlakunya mata uang regional tersebut. Euro symbol outside the ECB Euro dalam masalah. Ilolab[21] Sementara, pound sterling sedang terpukul oleh Brexit, terancam oleh referendum kedua terkait pemisahan Skotlandia dari Britania Raya, dan menghadapi potensi perang dagang[22] dengan Uni Eropa terkait Protokol Irlandia Utara[23]. Terakhir, yen berasal dari perekonomian yang pelan-pelan mulai kehilangan pijakannya. Populasi Jepang terus menua dan negara tersebut masih tidak nyaman[24] untuk membuka migrasi demi mendongkrak kapabilitas produksinya. Pelemahan yen juga merupakan harga yang harus dibayarkan Jepang[25] karena terus menerus mempertahankan QE demi menjaga suku bunga utang pemerintah tetap rendah. Sulit untuk memprediksi arah dolar AS ke depannya dengan begitu banyaknya dinamika dalam perekonomian dunia. Namun, kami mencurigai inflasi yang persisten akan memaksa AS untuk terus menaikkan suku bunganya. Hal ini, dikombinasikan dengan guncangan geopolitik akibat perang dan default utang luar negeri, akan terus membuat dolar AS makin tinggi. Dolar AS yang kuat adalah respons terhadap periode tak bersahabat dalam situasi perekonomian dunia. References^ penguatan besar-besaran (www.exchangerates.org.uk)^ Trading View (www.tradingview.com)^ pengecualian (oilprice.com)^ Sri Lanka (www.bbc.co.uk)^ akan mengalami hal serupa (blogs.worldbank.org)^ membutuhkan waktu tahunan (www.reuters.com)^ satu triliun dolar (www.thebalance.com)^ Presiden Joe Biden (www.independent.co.uk)^ Donald Trump (observer.com)^ Beberapa ekonom (www.cfr.org)^ Trading Economics (tradingeconomics.com)^ cenderung mengambil tindakan balas dendam (observer.com)^ “deglobalisasi” yang telah dimulai (theconversation.com)^ Yunani (www.esm.europa.eu)^ berada di tangan (www.ceps.eu)^ menambah tekanan (www.ft.com)^ akan kesulitan (www.ft.com)^ menjadi alasan tambahan (www.reuters.com)^ quantitative easing (QE) (www.forbes.com)^ krisis Eurozone baru (theconversation.com)^ Ilolab (www.shutterstock.com)^ potensi perang dagang (www.politicshome.com)^ Protokol Irlandia Utara (www.bbc.com)^ masih tidak nyaman (thediplomat.com)^ harga yang harus dibayarkan Jepang (www.reuters.com)Authors: Alexander Tziamalis, Senior Lecturer in Economics, Sheffield Hallam University

Read more https://theconversation.com/lima-dampak-serius-penguatan-dolar-as-terhadap-perekonomian-dunia-186881

Magazine

Memilih menjadi lajang? Simak 5 tip ini untuk terus berkembang

Memasuki usia 20-30 tahun, banyak dari kita yang memasuki proses pencarian identitas dan membangun kehidupan sebagai orang dewasa. Tentunya lingkungan punya ekspektasi khusus untuk kita: menemukan cin...

Tips membangun rumah nyaman hemat energi, tanpa AC dan minim lampu

● Desain rumah ramah lingkungan bisa mengurangi konsumsi energi secara signifikan.● Cahaya matahari dan aliran udara optimal dapat membuat rumah di iklim tropis seperti Indonesia tetap nya...

Wacana gelar pahlawan Suharto: Sarat konflik kepentingan, langgengkan impunitas

Foto makro Presiden Suharto pada uang kertas Indonesia dengan nilai nominal Rp50.000 yang diterbitkan pada tahun 1993. Uang kertas edisi khusus terbuat dari plastik.Djohan Rianto/Shutterstock● M...