Budaya kerja 'toxic' dimulai dari perilaku tak menyenangkan dan kepemimpinan medioker. Apa yang dapat kamu lakukan?
- Written by Andrei Lux, Lecturer of Leadership and Director of Academic Studies, Edith Cowan University
Kamu tengah berada di sebuah rapat, dengan sesuatu yang penting untuk disampaikan. Namun, saat kamu baru mulai berbicara, kolegamu menghela napas dan bertukar pandang dengan temannya. Dan tidak untuk pertama kalinya.
Hubungan di tempat kerja memang tak selalu harmonis. Entah itu di kafe, pabrik atau parlemen, orang-orang melakukan dan mengatakan hal-hal yang menyakitkan. Mereka bisa saja berbicara padamu dengan nada merendahkan, “menegurmu” di depan umum, membuat gurauan yang menyakitkan, bergosip di belakangmu, atau bahkan mendiamkanmu.
Bentuk-bentuk tindakan kasar dan tak menyenangkan di tempat kerja, yang kerap dikenal dengan istilah “workplace incivility[1]”, memiliki intensitas yang cukup rendah untuk bisa kamu laporkan ke HR dan mendapatkan penyelesaian yang memuaskan. Umumnya, organisasi memiliki aturan untuk melawan tindakan rasisme, seksisme, pelecehan atau perundungan lainnya. Namun, incivility–dengan dampak yang tak tampak dan sulit untuk dibuktikan–cenderung tak terdeteksi.
Kebanyakan dari kita akan menjumpai incivility[2] pada suatu titik selama kita bekerja. Lebih dari 50%[3] mengalaminya tiap minggu. Menurut sebuah metaanalis[4] terhadap 105 studi tentang perilaku ini, kamu akan lebih mungkin mengalaminya jika kamu karyawan baru, perempuan, berada di posisi bawahan, atau berasal dari etnis minoritas.
Kata-kata yang tidak baik dan tak dipikirkan itu penting. Seperti yang dikatakan ahli bahasa Louise Banks dalam film tahun 2016, Arrival[5]: “Bahasa adalah senjata pertama yang ditembakkan dalam sebuah konflik.”
Apa yang orang katakan dan bagaimana mereka mengatakannya sangat memengaruhi kita. Satu komentar kejam dapat merusak seluruh harimu. Jika dibiarkan, perilaku semacam ini membuat tempat kerja menjadi toxic.
Mengapa orang berperilaku kasar pada orang lain?
Mudah untuk sekadar menyalahkan karakter buruk seseorang. Memang, perilaku seperti ini lebih mungkin[6] datang dari orang-orang yang memiliki gangguan kepribadian, terutama dari “tiga serangkai kegelapan”: narsisisme, psikopati dan Machiavellianisme.
Riset kami[20] menunjukkan bahwa kepemimpinan otentik mendukung berkembangnya budaya tempat kerja yang minim incivility dan dengan kesejahteraan yang lebih baik. Kepemimpinan otentik[21] menyadari kekuatannya dan kekurangannya, mengambil tindakan berdasarkan nilai yang mereka pegang meski di bawah tekanan, dan berupaya memahami bagaimana kepemimpinan mereka dapat memengaruhi orang lain.
Read more: Perlukah kita berteman dengan kolega di kantor? Ini kata riset[22]
Apa yang dapat kamu lakukan?
Incivility tak boleh diabaikan. Ia tak boleh diamini hanya sebagai “bagian dari pekerjaan”.
Jika ini terjadi padamu, atau pada rekan kerjamu, sekadar mendiamkannya tak akan membantumu atau kolegamu. Menahan diri dari perilaku ini melelahkan secara emosional, menanamkan rasa dendam, dan bisa saja menimbulkan konflik yang lebih besar di kemudian hari.
Meresponsnya dengan perilaku serupa juga bukan ide yang baik. Pembalasan dendam jarang bisa menghentikan orang yang memiliki perilaku sedemikian dan justru malah mempromosikannya secara efektif.
Salah satu pendekatan yang direkomendasikan psikolog ketika menghadapi orang-orang yang suka berkonflik adalah teknik “BIFF”[23]: singkat (brief), informatif, ramah (friendly), dan tegas (firm).
Ketika seseorang mengatakan sesuatu yang jahat, kamu bisa setenang mungkin merespons dengan: “Komentarmu sangat menyakitkan dan merusak hubungan kerja kita. Mari kita tetap profesional.”
ShutterstockJika perilaku mereka tidak berubah, dekati atasanmu. Sekali lagi, tetap tenang. Jelaskan apa yang terjadi dan bagaimana hal ini memengaruhimu. Kamu juga tak harus melakukannya sendirian: pertimbangkan untuk mengajak kolega-kolega yang bisa memberikan dukungan untukmu dan terhadap pernyataanmu.
Apakah hal ini akan menyelesaikan masalah? Mungkin saja tidak. Manajermu mungkin hanya akan sekadar mengangkat bahu, atau melakukan “mediasi” yang tak menyelesaikan apapun. Namun, tak mengatakan atau melakukan apa-apa sudah hampir pasti akan membuatmu merasa tak puas[24].
Jika pelakunya adalah atasanmu, hubungi HR (jika organisasimu memilikinya) atau serikat kerjamu. Serikat dapat menawarkan nasihat mengenai jalan lain untuk menyelesaikan persoalan ini.
Badan hukum seperti Fair Work Ombudsman[25] di Australia, Employment New Zealand[26] di Selandia Baru, dan Layanan Penasihat, Konsiliasi, dan Arbitrase[27] Inggris Raya memiliki wewenang untuk menyelidiki keluhan di tempat kerja dan campur tangan dalam perselisihan melalui konsiliasi formal atau arbitrase. Tetapi sebelum memulai proses seperti ini, sebaiknya dapatkan nasihat ahli. Kamu mungkin mendapatkan keadilan, tetapi juga masih perlu mencari pekerjaan lain.
Invicility tak akan bisa berhenti dengan sendirinya. Suaramu penting dan dapat membantu memutus siklus.
References
- ^ workplace incivility (doi.org)
- ^ menjumpai incivility (doi.org)
- ^ Lebih dari 50% (hbr.org)
- ^ metaanalis (doi.org)
- ^ Arrival (www.imdb.com)
- ^ lebih mungkin (doi.org)
- ^ Wikimedia Commons (commons.wikimedia.org)
- ^ CC BY (creativecommons.org)
- ^ Tiga pemicu utama incivility (doi.org)
- ^ lingkaran jahat (doi.org)
- ^ Tak siap menghadapi hari Senin? Coba bajak otakmu (theconversation.com)
- ^ paling berbahaya (doi.org)
- ^ dimintai pertanggungjawaban (theconversation.com)
- ^ kerap didiamkan (doi.org)
- ^ disukai sebagai orang yang berprestasi atau sebagai teman (doi.org)
- ^ mensurvei 230 perawat (doi.org)
- ^ kekerasan fisik (www.acn.edu.au)
- ^ kerap ditemukan (doi.org)
- ^ kesalahan medis (www.osha.gov)
- ^ Riset kami (doi.org)
- ^ Kepemimpinan otentik (doi.org)
- ^ Perlukah kita berteman dengan kolega di kantor? Ini kata riset (theconversation.com)
- ^ teknik “BIFF” (ombuds.ucsf.edu)
- ^ membuatmu merasa tak puas (hbr.org)
- ^ Fair Work Ombudsman (www.fairwork.gov.au)
- ^ Employment New Zealand (www.employment.govt.nz)
- ^ Layanan Penasihat, Konsiliasi, dan Arbitrase (www.acas.org.uk)
Authors: Andrei Lux, Lecturer of Leadership and Director of Academic Studies, Edith Cowan University