Asian Spectator

The Times Real Estate

.

Beli produk ‘hijau’? Tetap waspada jebakan gimik ‘greenwashing’

  • Written by Watumesa A. Tan, Teaching Staff in Biotechnology, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya
Beli produk ‘hijau’? Tetap waspada jebakan gimik ‘greenwashing’

● Tidak semua produk berlabel ‘eco’ atau ‘bio’ benar-benar ramah lingkungan.

● Praktik greenwashing masih sering terjadi di berbagai industri

● Konsumen harus kritis dan tidak mudah percaya pada label

Sering lihat produk-produk berlabel ‘eco’ atau ‘bio’ di toko atau supermarket?

Produk-produk yang mempromosikan ‘label hijau’ sebagai nilai jual ini memang sedang naik daun[1]. Kesadaran anak muda akan isu lingkungan[2], khususnya, membuat mereka tertarik pada produk-produk yang dianggap lebih ramah terhadap Bumi.

Tapi, apakah semua produk yang mengusung label tersebut sudah pasti ramah lingkungan?

Jawabannya belum tentu. Bisa saja itu hanya trik pemasaran dengan klaim tidak bertanggungjawab alias greenwashing. Jadi, kita mesti hati-hati, nih.

Apa itu greenwashing?

Greenwashing[3] adalah praktik saat perusahaan mencantumkan ‘label hijau’ yang tidak berdasar atau menyesatkan demi memberi kesan bahwa produk mereka ramah lingkungan. Padahal, sebenarnya praktik yang terjadi belum tentu sesuai dengan klaimnya.

Imbasnya, selain menggerus kepercayaan konsumen dan memicu keraguan[4], greenwashing menciptakan rasa puas diri yang salah (false sense of accomplishment[5]) atau ilusi ketika konsumen merasa sudah berkontribusi pada keberlanjutan lingkungan, padahal mereka sedang dimanipulasi oleh trik pemasaran.

Ini beberapa contoh kasus greenwashing yang pernah terjadi di berbagai industri:

shutterstock.

Di Indonesia, praktik seperti ini masih sering terjadi. Misalnya, salah satu merek air minum dalam kemasan terbesar yang punya sertifikat berkelanjutan dan mengusung citra ramah lingkungan, belakangan dikritik karena limbah produk mereka ditemukan mencemari lingkungan[6].

Label ‘bio’ dan ‘zero waste’, benarkah tanpa dampak?

Banyak produk di pasaran dengan label biodegradable, organik, atau zero waste, juga ternyata tidak seperti klaimnya.

Misalnya, plastik biodegradable bukan berarti otomatis langsung bisa terurai sendiri, butuh kondisi tertentu untuk menghancurkannya[7]—dan ini banyak tidak diketahui konsumen.

Penelitian[8] yang saya dan tim lakukan menunjukkan, kantong plastik berbahan polietilen yang diberi aditif pro-oksidan—atau sering disebut sebagai “oxo-biodegradable"—kondisinya tidak berubah[9] setelah empat bulan dikubur di tanah.

Sementara plastik biodegradabel berbahan pati singkong yang kami kubur di dalam tanah berkurang beratnya hingga 74%. Namun, butuh penelitian lebih lanjut untuk memastikan apakah plastik tersebut bisa terurai sepenuhnya dalam jangka waktu tertentu.

Studi lain pernah menemukan bahwa beberapa kantong plastik yang dilabel biodegradable masih tampak utuh setelah tiga tahun[10] dikubur di tanah.

Produk-produk berlabel zero waste pun sebenarnya tak ada yang benar-benar tanpa jejak lingkungan[11]. Sebab, proses produksi, pengemasan, distribusi serta pengolahan limbahnya tetap menghasilkan emisi karbon.

Gaji tak kunjung naik. Promosi mesti pindah perusahaan. Skripsi belum juga ACC. Diet ketat, berat badan tak turun juga. Lingkungan kerja toxic, bosnya narsistik. Gaji bulan ini mesti dibagi untuk orang tua dan anak. Mau sustainable living, ongkosnya mahal. Notifikasi kantor berdenting hingga tengah malam. Generasi Zilenials hidup di tengah disrupsi teknologi, persaingan ketat, dan kerusakan lingkungan. Simak ‘Lika Liku Zilenial’ mengupas tuntas permasalahanmu berdasar riset dan saran pakar. Lantas, apa yang bisa kita lakukan?
shutterstock.

Kita tentu berharap kepada pemerintah untuk membuat aturan yang ketat dan jelas mengenai transparansi rantai pasok dan juga mengawasi merek agar perusahaan tidak melakukan praktik greenwashing.

Tapi sebagai konsumen, kita bisa mengambil langkah-langkah berikut untuk menjaga keberlanjutan lingkungan dan terhindar dari jebakan greenwashing:

  • Kurangi konsumsi produk berlebihan: Langkah paling ramah lingkungan adalah tidak membeli produk yang sebenarnya tidak dibutuhkan—terlepas apapun klaim labelnya.

  • Cermati sebelum membeli: Jangan langsung percaya pada label. Baca dan cek informasi pada kemasan produk dengan saksama, apakah terdapat penjelasan jelas tentang bahan baku, tempat produksi, atau proses pembuatannya. Kalau bisa, cari ulasan dari sumber independen atau cek situs resminya.

  • Dukung produk lokal: Banyak produsen kecil yang terbukti berkomitmen terhadap keberlanjutan meski tanpa sertifikasi resmi. Belanja produk lokal otomatis mengurangi emisi, karena distribusi barang tidak perlu menempuh jarak jauh yang menghasilkan banyak emisi.

  • Bersuara dan beraksi: Tuntut perusahaan untuk lebih transparan dalam rantai pasok mereka. Kamu juga bisa menggunakan media sosial untuk meningkatkan kesadaran orang-orang di sekitarmu tentang greenwashing.

Dengan menjadi konsumen yang kritis, kita bisa ikut membantu menciptakan pasar yang lebih jujur, sehat, dan berkelanjutan.

References

  1. ^ sedang naik daun (wsj.westsciences.com)
  2. ^ anak muda akan isu lingkungan (wsj.westsciences.com)
  3. ^ Greenwashing (onlinelibrary.wiley.com)
  4. ^ menggerus kepercayaan konsumen dan memicu keraguan (onlinelibrary.wiley.com)
  5. ^ false sense of accomplishment (www.emerald.com)
  6. ^ dikritik karena limbah produk mereka ditemukan mencemari lingkungan (ejurnal.bunghatta.ac.id)
  7. ^ butuh kondisi tertentu untuk menghancurkannya (www.frontiersin.org)
  8. ^ Penelitian (bmcmicrobiol.biomedcentral.com)
  9. ^ kondisinya tidak berubah (bmcmicrobiol.biomedcentral.com)
  10. ^ masih tampak utuh setelah tiga tahun (pubs.acs.org)
  11. ^ tak ada yang benar-benar tanpa jejak lingkungan (doi.org)

Authors: Watumesa A. Tan, Teaching Staff in Biotechnology, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya

Read more https://theconversation.com/beli-produk-hijau-tetap-waspada-jebakan-gimik-greenwashing-250679

Magazine

Ramai-ramai tiru Ghibli: Isu hak cipta dan data pribadi di balik tren AI

● Penggunaan AI untuk menghasilkan gambar berisiko melanggar hak cipta. ● Interaksi pengguna dengan AI berpotensi mengancam privasi.● Regulasi Indonesia belum cukup spesifik untuk me...

Beli produk ‘hijau’? Tetap waspada jebakan gimik ‘greenwashing’

● Tidak semua produk berlabel ‘eco’ atau ‘bio’ benar-benar ramah lingkungan. ● Praktik greenwashing masih sering terjadi di berbagai industri● Konsumen harus ...

Malas di dunia kerja tak selamanya buruk—mari keluar dari ekspektasi yang muluk-muluk

Ground Picture/ShutterstockSebagai anak muda, kamu mungkin pernah disebut pemalas oleh generasi yang lebih senior. Kadang, kita jadi berpikir, mungkin kita memang pemalas. Akhirnya kita merasa bersala...