Dari potensi cuan hingga jam kerja fleksibel: 5 keuntungan menjadi nelayan
- Written by Yogi Putranto, Pengawas Perikanan, Research Agency of Indonesian Maritime Affairs and Fisheries Ministry

● Sektor perikanan terancam karena menurunnya minat kaum muda untuk menjadi nelayan.
● Teknologi digital terkait perikanan belum optimal menarik minat kaum muda untuk memasuki dunia nelayan.
● Kebijakan yang tepat, pelatihan yang relevan, dan pemanfaatan teknologi dapat menarik anak muda untuk kembali ke laut.
Nelayan asal pesisir Cilacap, Jawa Tengah, Amin, hanya pasrah melihat kapalnya yang dulu menjadi sumber mata pencaharian keluarga, terabaikan begitu saja.
Anak laki-lakinya, yang seharusnya melanjutkan usaha melaut keluarga, memilih menjadi pengemudi ojek online di kota.
Cerita yang saya dapatkan langsung dari lapangan ini merupakan gambaran fenomena yang semakin meluas di banyak pesisir Indonesia. Generasi muda semakin enggan mencari nafkah di laut[1] sekalipun berasal dari keluarga nelayan.
Indonesia, dengan lebih dari 17 ribu pulau dan garis pantai sepanjang 1,9 juta kilometer[2], seharusnya menjadi negara yang kaya akan potensi perikanan.
Namun, sektor perikanan kini menghadapi ancaman serius: menurunnya minat kaum muda untuk menjadi nelayan.
Kaum muda semakin menjauh dari laut
Menurut survei[3], Generasi Z (Gen Z) kini memilih pekerjaan yang dianggap lebih modern dan bergengsi[4] seperti di sektor teknologi, layanan digital, dan ekonomi kreatif.
Mereka tidak tertarik dengan pekerjaan yang dianggap berat, tidak pasti, dan kurang menjanjikan[5], termasuk menjadi nelayan. Persepsi sosial yang melekat pada profesi nelayan umumnya adalah pekerjaan kasar, berisiko, dan kurang bergengsi, ditambah lagi penghasilan yang tak seberapa dan tak stabil.
Padahal, anggapan itu tidak sepenuhnya benar. Banyak keuntungan dan potensi yang bisa didapat dengan menjadi nelayan.
1. Ritme kerja yang fleksibel
Jika zaman sekarang kaum muda mendambakan pekerjaan yang memberikan fleksibilitas waktu kerja, menjadi nelayan bisa jadi salah satu pilihan.
Berbeda dengan pekerjaan formal di kota yang mayoritas terikat jam kerja, jika menjadi nelayan, kita bisa mengatur ritme kerja sendiri. Nelayan bisa menentukan kapan melaut, lokasi melaut, hingga bagaimana menjual hasil tangkapan.
Saat ini pun ada sejumlah platform digital untuk pemasaran atau bahkan bisa menjalankan cloud fishing—kerja sama melaut yang dikoordinasikan lewat aplikasi. Ini memudahkan nelayan untuk menjual langsung ke konsumen (direct-to-consumer).
2. Penghasilan yang kompetitif dan berkelanjutan
Jika ada asumsi umum bahwa penghasilan nelayan itu kecil, itu tidak selalu benar. Secara ekonomi, sektor perikanan masih memiliki potensi yang besar.
Seorang nelayan yang terampil bisa menghasilkan lebih dari Rp500 ribu per hari[7] di musim puncak. Jika dihitung, penghasilan nelayan bisa melebihi gaji UMR pekerjaan urban.
Dengan strategi penangkapan yang efisien, penggunaan alat tangkap ramah lingkungan, serta akses langsung ke pasar, seorang nelayan dapat memperoleh penghasilan harian atau mingguan yang stabil dan layak.
Sebagai contoh, nelayan yang menangkap cumi atau lobster dengan teknik selektif dan menjual langsung ke eksporter bisa memperoleh penghasilan bersih harian antara Rp500 ribu hingga Rp1 juta.
Dalam sistem koperasi atau komunitas. Mereka juga bisa memperoleh tambahan dari pembagian hasil, akses modal, dan jaminan sosial.
Pemerintah juga perlu meningkatkan akses teknologi. Misalnya dengan menyediakan akses yang lebih luas kepada nelayan di daerah pesisir terhadap internet dan alat digital. Ini membuka peluang untuk mengakses pasar global dan meningkatkan efisiensi operasional mereka.
Dengan kebijakan yang tepat, pelatihan yang relevan, dan pemanfaatan teknologi yang lebih baik, kita bisa membuka peluang baru bagi anak muda untuk kembali ke laut.
References
- ^ mencari nafkah di laut (www.denpost.id)
- ^ dengan lebih dari 17 ribu pulau dan garis pantai sepanjang 1,9 juta kilometer (www.kkp.go.id)
- ^ survei (www.kompas.com)
- ^ memilih pekerjaan yang dianggap lebih modern dan bergengsi (www.kompas.com)
- ^ berat, tidak pasti, dan kurang menjanjikan (jurno.id)
- ^ FREDOGRAPHY.ID/Shutterstock (www.shutterstock.com)
- ^ menghasilkan lebih dari Rp500 ribu per hari (ejournal-balitbang.kkp.go.id)
- ^ penangkapan berlebih (money.kompas.com)
- ^ praktik ilegal (IUU fishing) (www.kkp.go.id)
- ^ Abdol Majeed/Shutterstock (www.shutterstock.com)
Authors: Yogi Putranto, Pengawas Perikanan, Research Agency of Indonesian Maritime Affairs and Fisheries Ministry