Digitalisasi sektor perikanan bisa menghapus stereotipe ketidakpiawaian perempuan
- Written by Rora Puspita Sari, Kepala Pusat Studi Manajemen dan Bisnis, Universitas Padjadjaran
● Sektor perikanan merupakan salah satu sektor yang tidak ramah perempuan.
● Riset kami menawarkan beragam solusi digitalisasi yang bisa mematahkan stigma tersebut.
● Perempuan juga berhak dan terbukti memberikan nilai tambah di sektor perikanan.
Sektor perikanan di Indonesia dikenal sebagai industri yang sangat maskulin. Dominasi pria di sektor tersebut menyentuh 90%[1] dari total pelaku usaha dan tenaga kerja. Padahal, partisipasi perempuan bisa memberi nilai tambah bagi industri perikanan.
Riset sebelumnya di Filipina (2022) menunjukkan bahwa perempuan[2] berperan penting dalam proses penangkapan dan pengolahan ikan, sekaligus mendorong penangkapan ikan secara berkelanjutan.
Bahkan, di Mozambik[3], nelayan perempuan lebih memilih alat tangkap ikan yang ramah terhadap lingkungan. Praktik ini secara jangka panjang lebih baik bagi ekosistem laut.
Pada bulan Februari hingga September 2025, kami melakukan riset kepada 23 perempuan yang bekerja aktif di sektor perikanan, seperti nelayan ataupun pelaku budi daya.
Riset kami menyoroti tiga halangan utama yang menyulitkan perempuan untuk masuk pada sektor perikanan. Kami juga merumuskan tiga strategi digitalisasi yang dapat mengurai hambatan-hambatan tersebut.
Riset ini kami paparkan pada Kamis, 4 Desember 2025 di acara the Australasian Conference on Information Systems (ACIS[5]) di Australia.
Read more: Janji Prabowo ratifikasi aturan global buruh perikanan: Apakah hanya "omon-omon"?[6]
Hambatan utama perempuan di sektor perikanan
Di sektor perikanan, perempuan kerap mendapat stigma identitas yang kuat karena berbagai alasan.
Pertama, ragam profesi di bidang perikanan membutuhkan kekuatan fisik tinggi yang dianggap sulit dipenuhi oleh tenaga kerja perempuan.
Sebagai contoh, dalam budi daya udang, beberapa pekerjaan yang biasa dikerjakan petambak membutuhkan kekuatan fisik yang intens. Misalnya pembersihan sisa lumpur dan residu tambak di dasar kolam.
Kedua, risiko tinggi pekerjaan. Risiko keamanan yang dimaksud adalah lokasi kerja tidak aman, area pekerjaan rawan kecelakaan, dan lokasinya di wilayah terpencil.
Ketiga, keterbatasan akses pengetahuan mengenai praktik perikanan. Profesi di bidang perikanan, contohnya nelayan, biasanya merupakan profesi yang ditekuni turun-menurun dalam keluarga.
Karena kerap diturunkan ke penerus keluarga laki-laki, perempuan dianggap tidak mampu melanjutkan pekerjaan tersebut. Hal ini diungkapkan oleh salah seorang responden riset:
Suami sayalah yang bertanggungjawab mencari nafkah sebagai nelayan. Tugas saya adalah mengurus rumah dan anak-anak. Namun di waktu senggang, saya membantu suami untuk membuat jaring yang nantinya akan ia gunakan untuk melaut. Kadangkala saya juga bekerja di pabrik pengolahan ikan. (DR-Pekerja Tidak Tetap pada Pabrik Pengolahan Ikan)
Budaya yang sudah berlangsung sejak lama ini mendiskriminasi perempuan yang ingin mencoba peruntungan di sektor ini.
Solusinya adalah digitalisasi
Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi bisa digunakan untuk menepis stigma terhadap perempuan. Ada setidaknya tiga solusi yang kami tawarkan.
Pertama, perempuan dapat memilih jenis pekerjaan yang tidak membutuhkan kekuatan fisik tapi masih sangat diperlukan di sektor ini.
Contohnya, pos analis laboratorium air. Jenis pekerjaan ini tidak membutuhkan kekuatan fisik yang besar, tapi sangat diperlukan pada industri perikanan budi daya.
Read more: Dari potensi cuan hingga jam kerja fleksibel: 5 keuntungan menjadi nelayan[8]
Sebagai analis lab, berbagai parameter kualitas air akan dianalisis dengan teknologi advanced analytics seperti penggunaan platform Looker Studio. Hasil analisis dapat menjadi landasan pengambilan keputusan bagi pemilik tambak.
Ketika hasil analisis menunjukkan penurunan kualitas air secara mendadak, analis dapat segera memberitakan informasi ini kepada pemilik tambak. Informasi ini dapat membantu petambak untuk segera mengambil tindakan di kolam tambak dan mencegah kerugian.
Hal ini diungkapkan salah seorang responden:
Saya menggunakan platform analitik Looker Studio untuk memonitor kualitas air, tingkat kesehatan, dan pertumbuhan udang. Ketika saya menemukan kurva buruk muncul dan terlihat tidak wajar pada dashboard, saya segera menginformasikan hal ini kepada supervisor tambak. Hal ini penting agar beliau dapat segera mengambil tindakan untuk mencegah udang terkena penyakit. (AG-Analis Data Laboratorium Perikanan)
Kedua, untuk meredam risiko keamanan kerja bagi tenaga kerja perempuan di sektor perikanan, mereka dapat memasang berbagai aplikasi pelacak di smartphone.
Sebagai contoh, dengan memasang aplikasi messaging dan menyalakan fungsi GPS, perempuan di sektor perikanan dapat membagi lokasi keberadaan mereka kepada kerabat terdekat dengan mudah.
Ada banyak kegiatan budidaya yang dilakukan di daerah terpencil. Dapatkah Anda bayangkan bagaimana menakutkannya menjadi satu-satunya perempuan pada lokasi tersebut?“ Oleh karena itu, saya selalu menyalakan fungsi geotagging di HP saya… Dengan melakukan itu, setidaknya saya merasa kerabat terdekat akan mengetahui lokasi terakhir di mana saya berada (MM- Manajer Perusahaan Pakan Ikan, Jakarta)
Ketiga, perempuan yang telah atau ingin bergabung ke sektor perikanan dapat bergabung ke komunitas virtual perempuan bertema kelautan dan perikanan untuk berbagi pengalaman dan ilmu.
Sebagai contoh, beberapa komunitas online seperti Grup WhatsApp Analis Laboratorium, Perempuan Laut[9] dan Ocean Young Guard[10] banyak mengadakan kegiatan khusus bagi perempuan yang tertarik di bidang perikanan, budidaya, dan konservasi laut berbasis komunitas.
Komunitas virtual ini memberikan ruang bagi perempuan untuk belajar ilmu baru, saling bertukar pengetahuan dan informasi mengenai praktik perikanan.
Komunitas ini juga mewadahi praktik mentorship bagi perempuan, dengan bimbingan senior yang sudah berpengalaman bekerja di sektor perikanan secara online.
Perempuan mampu dan berhak atas sektor perikanan
Sektor perikanan membutuhkan langkah nyata agar dapat lebih inklusif terhadap tenaga kerja perempuan di Indonesia. Riset ini membuktikan bahwa adopsi teknologi digital dapat menjadi strategi ampuh agar perempuan dapat bekerja secara leluasa dan inovatif di sektor ini.
Read more: Budi daya perikanan Indonesia tumbuh pesat, ini 3 caranya agar tak merusak lingkungan[11]
Dengan memilih profesi terdigitalisasi yang tepat, memaksimalkan fungsi smartphone untuk keamanan pribadi, dan aktif di komunitas online berbasis ilmu pengetahuan, perempuan Indonesia secara perlahan dapat mengikis stigma maskulin dari sektor perikanan.
Saat perempuan diberikan otonomi untuk mengadopsi teknologi dan mengakses ilmu pengetahuan, sektor perikanan berpeluang menjadi lebih inklusif, inovatif, dan aman bagi masyarakat.
References
- ^ menyentuh 90% (apindo.or.id)
- ^ perempuan (www.sciencedirect.com)
- ^ Mozambik (link.springer.com)
- ^ Satya Teja D/ Shutterstock.com (www.shutterstock.com)
- ^ ACIS (acis.aaisnet.org)
- ^ Janji Prabowo ratifikasi aturan global buruh perikanan: Apakah hanya "omon-omon"? (theconversation.com)
- ^ Author provided (www.unpad.ac.id)
- ^ Dari potensi cuan hingga jam kerja fleksibel: 5 keuntungan menjadi nelayan (theconversation.com)
- ^ Perempuan Laut (perempuanlaut.id)
- ^ Ocean Young Guard (oceanyoungguard.com)
- ^ Budi daya perikanan Indonesia tumbuh pesat, ini 3 caranya agar tak merusak lingkungan (theconversation.com)
Authors: Rora Puspita Sari, Kepala Pusat Studi Manajemen dan Bisnis, Universitas Padjadjaran
