Buzer masih meresahkan: Bagaimana kita bisa melawannya?
- Written by M. Yusuf Samad, Doctoral candidate, Universitas Hasanuddin
● Narasi oleh buzer politik dapat memberikan pengaruh politik kepada masyarakat.
● Pesan politik oleh buzer dapat merusak demokrasi Indonesia.
● Buzer melakukan hal yang bertentangan dengan etika komunikasi, sehingga berpotensi menimbulkan konflik di tengah masyarakat.
Buzer, baik itu sukarela maupun berbayar[1], begitu familiar beberapa tahun terakhir karena sering digunakan untuk kepentingan politik di Indonesia.
Kondisi ini diamini oleh riset Universitas Oxford yang menunjukkan pemerintah dan partai politik di Indonesia rela merogoh kocek buzer untuk memanipulasi opini publik[2].
Aktivitas ini dikenal dengan influence operation atau operasi pengaruh[3]. Karena permintaan yang tinggi, harga jasa operasi pengaruh pun tidak bisa dikatakan murah.
Dalam konteks mempertahankan kekuatan atau kekuasaan, pemerintah Indonesia ditengarai telah menggunakan buzer politik[4] untuk melawan serangan konten-konten dari pihak oposisi.
Banyak riset yang telah dilakukan untuk membuktikan penggunaan buzer di Indonesia. Misalnya isu tentang minyak kelapa sawit[5], penanganan pandemi Covid-19[6], RUU Cipta Kerja[7], dan pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)[8].
Operasi semacam ini tidak melibatkan organisasi atau perusahaan, tetapi lebih mengandalkan koneksi sementara berbasis proyek antara individu yang dalam beberapa kasus, diikuti upaya peretasan[9].
Narasi yang dibangun oleh para buzer politik dapat menciptakan pengetahuan dan juga dapat memberikan pengaruh politik kepada masyarakat yang berada di dunia maya.
Sayangnya, pengetahuan yang disebarkan oleh buzer tersebut tidak objektif karena berlandaskan kepentingan pihak yang mempekerjakannya[10]. Alhasil, penggunaan buzer berdampak negatif terhadap demokrasi di Indonesia dan menggerus ruang sipil.
Piawai menyetir opini publik
Cara kerja buzer[11] dimulai dari munculnya suatu isu, kemudian mereka memantau sentimen publiknya.
Setelah itu, pihak-pihak yang berkepentingan, termasuk pemerintah, akan menggunakan buzer lanjutan untuk membentuk opini publik sesuai keinginannya terkait kebijakan yang akan atau telah diputuskan.
Para buzer[12] ini dengan sporadis melaksanakan serangan udaranya dengan menciptakan konten-konten yang dirancang khusus untuk memengaruhi opini publik sesuai dengan isu yang ada. Mereka kemudian menyebarkannya melalui berbagai saluran, terutama media sosial.
Pesan politik yang disampaikan kerap bersifat negatif dan politis serta efeknya dapat merusak demokrasi Indonesia[13]. Cara kerja buzer dengan menggunakan narasi-narasi positif dan negatif guna membentuk interaksi yang begitu besar[14].
Buzer juga bekerja dengan cara melakukan hal yang bertentangan dengan etika komunikasi. Mereka tidak segan melakukan perundungan digital ataupun fitnah dengan bahasa yang kasar, bahkan provokatif.
Jika dibiarkan secara terus menerus, dengungan para buzer berisiko memantik konflik di tengah masyarakat[15].
Menyebarkan hoaks dan propaganda
Buzer memanfaatkan celah kekosongan regulasi media sosial[16] untuk menyebarkan propaganda negatif dan memanipulasi opini publik.
Lebih parah lagi, buzer menyebarkan hoaks[17] yang tidak hanya bertujuan untuk mengubah opini publik, tetapi juga memutarbalikkan fakta.
Tidak jarang, buzer memang sengaja jadi inisiator perdebatan publik terhadap suatu isu yang mau diramaikan. Parahnya lagi, perdebatan yang terjadi terkadang menjadi ujaran kebencian yang dapat memecah belah masyarakat[18].
Selain itu, buzer juga sering digunakan untuk membungkam kritik dengan cara menyerang para kritikus (warganet, pemuka opini dari oposisi, media massa) secara bersama-sama sehingga perbincangan tidak berlanjut dan reputasi dari kritikus menjadi tidak baik di hadapan publik[19].
Karena itulah, kehadiran buzer tetap eksis hingga saat ini. Eksistensi mereka juga didukung kebijakan platform media sosial yang membiarkan adanya akun anonim dan akun palsu[20].
Mencegah eksistensi buzer
Riset kami, yang belum diterbitkan, memberikan alternatif bagaimana kita sebaiknya bersikap agar buzer tidak lagi eksis dan merusak kualitas demokrasi di Indonesia.
Pemerintah perlu mengajak platform media sosial untuk duduk bareng merumuskan kebijakan yang tepat. Regulasi pembuatan akun media sosial perlu diperketat untuk mengurangi kemunculan akun anonim dan akun palsu sehingga setiap pengguna media sosial memiliki identitas jelas.
Selain itu, penegakkan hukum juga perlu diperkuat dan memberikan sanksi tegas agar para pelaku mendapat efek jera. Efek jera itu sekaligus bertujuan agar pengguna media sosial lebih berhati-hati dalam mengunggah konten di media sosialnya.
Video berita yang menyoroti cara kerja buzer.Selain regulasi, peningkatan literasi digital juga perlu dilakukan sembari mengevaluasi program literasi digital pemerintah. Literasi ini dilakukan kepada pemerintah (elite politik) dan masyarakat.
Literasi kepada pemerintah perlu kita arahkan supaya tidak lagi menggunakan jasa buzer untuk menyebarkan pesan-pesan politik dan membungkam kritik. Ini penting dilakukan agar pemerintah menjadi contoh yang baik.
Sementara dari sisi masyarakat, literasi dapat dilakukan sejak dini dengan memprioritaskan kemampuan dalam mengecek kebenaran informasi.
Dengan begitu, masyarakat tidak mudah terpengaruh oleh upaya manipulasi opini publik oleh buzer, baik itu melalui propaganda maupun penyebaran hoaks dan ujaran kebencian.
Harapannya, konten atau pesan yang diproduksi tidak mendapat respons publik dan tidak dibagikan oleh pengguna media sosial lainnya sehingga jangkauannya menjadi terbatas.
References
- ^ sukarela maupun berbayar (doi.org)
- ^ memanipulasi opini publik (demtech.oii.ox.ac.uk)
- ^ operasi pengaruh (doi.org)
- ^ ditengarai telah menggunakan buzer politik (doi.org)
- ^ minyak kelapa sawit (doi.org)
- ^ pandemi Covid-19 (doi.org)
- ^ Cipta Kerja (www.cnbcindonesia.com)
- ^ Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) (doi.org)
- ^ upaya peretasan (doi.org)
- ^ berlandaskan kepentingan pihak yang mempekerjakannya (journal.iftkledalero.ac.id)
- ^ Cara kerja buzer (doi.org)
- ^ buzer (doi.org)
- ^ merusak demokrasi Indonesia (doi.org)
- ^ interaksi yang begitu besar (neorespublica.uho.ac.id)
- ^ konflik di tengah masyarakat (scholar.unand.ac.id)
- ^ celah kekosongan regulasi media sosial (doi.org)
- ^ menyebarkan hoaks (doi.org)
- ^ memecah belah masyarakat (doi.org)
- ^ perbincangan tidak berlanjut dan reputasi dari kritikus menjadi tidak baik di hadapan publik (doi.org)
- ^ akun anonim dan akun palsu (doi.org)
Authors: M. Yusuf Samad, Doctoral candidate, Universitas Hasanuddin
Read more https://theconversation.com/buzer-masih-meresahkan-bagaimana-kita-bisa-melawannya-271847





