Bagaimana kampus bisa memfasilitasi mahasiswa menginisiasi kewirausahaan hijau?
- Written by Imam Salehudin, Associate professor, Universitas Indonesia
● Tingginya tingkat pengangguran lulusan perguruan tinggi membuat inisiasi kewirausahaan dari kampus makin dibutuhkan.
● Kampus berpotensi besar menjadi wadah pengembangan kewirausahaan berorientasi lingkungan.
● Kampus juga perlu mendorong inisiasi kewirausahaan untuk komersialisasi hasil penelitian.
Kewirausahaan hijau memiliki potensi besar dalam hal penyerapan tenaga kerja sehingga bisa jadi solusi bagi kaum muda Tanah Air[1]. Terlebih, tingkat lulusan universitas yang menganggur dan putus asa mencari kerja semakin banyak[2].
Kewirausahaan hijau[3] adalah proses pembentukan ide bisnis yang mengintegrasikan tujuan ekonomi dengan pelestarian lingkungan.
Ukuran utamanya[4] adalah tri manfaat (manusia, bumi dan keuntungan), dekarbonisasi dan mengubah masalah limbah lingkungan menjadi sumber daya produksi.
Kewirausahaan hijau[5] menciptakan produk atau layanan ramah lingkungan, menggunakan sumber daya berkelanjutan, mengurangi limbah, dan berinovasi untuk memecahkan masalah ekologis sambil tetap menghasilkan keuntungan finansial—menciptakan sinergi antara ekonomi, sosial, dan lingkungan.
Ini mencakup[7] jenis usaha yang membantu melindungi ekosistem dan biodiversitas; mengurangi energi, materi, dan konsumsi air; dekarbonisasi perekonomian; serta mengurangi atau mencegah pembuatan segala bentuk limbah dan polusi.
Read more: Green jobs: Apa benar punya prospek buat kaum muda?[8]
Sebagai institusi yang dituntut untuk berdampak positif[9] bagi masyarakat, lembaga pendidikan seperti universitas jadi salah satu wadah penting untuk mengembangkan potensi dan minat kaum muda terhadap kewirausahaan hijau.
Peran kampus sebagai fasilitator mahasiswa
Kampus bisa jadi wadah ideal untuk mendorong inovasi green jobs[10] dan kewirausahaan hijau karena memiliki akses terhadap fasilitas eksperimen, bimbingan akademis, dan komunitas lintas disiplin. Salah satu fasilitas yang layak dijadikan pusat pengembangan adalah program inkubator bisnis.
Melalui ekosistem inkubator bisnis, mahasiswa bisa mengembangkan ide awal menjadi model bisnis yang matang. Di Universitas Indonesia, misalnya, Science Techno Park[11] yang berada di bawah Direktorat Inovasi dan Riset Berdampak Tinggi (DIRBT-UI) telah membina berbagai startup mahasiswa dan dosen.
Inkubator menyediakan proses validasi sistematis, mentoring teknis dan bisnis, serta pendampingan dalam membangun model bisnis berkelanjutan dengan pembekalan strategi pasar, model finansial, dan pitch deck (presentasi singkat tentang rencana bisnis perusahaan) yang siap diakses investor.
Program seperti Kampus Berdampak[12] bisa digunakan sebagai instrumen untuk memperkuat kolaborasi mahasiswa dan dosen dalam menghasilkan riset terapan yang langsung terasa manfaatnya bagi masyarakat.
Dengan menyelaraskan ide bisnis dengan fokus riset dosen, peluang hibah, dan misi pengabdian yang sudah ada, mahasiswa dapat mengembangkan inovasi hijau yang lebih kuat secara ilmiah sekaligus lebih mudah mendapatkan pendanaan dan fasilitas pendukung.
Read more: 7 hal yang dapat dilakukan universitas untuk mencetak SDM siap 'green jobs'[13]
Realisasi ide
Tidak perlu muluk-muluk untuk memulai ide pengembangan kewirausahaan hijau. Econella[14], startup di bidang energi terbarukan yang melibatkan mahasiswa Universitas Indonesia, menunjukkan bagaimana ide sederhana dapat berkembang menjadi inovasi besar.
Dengan memanfaatkan limbah pertanian seperti daun cengkeh dan serai, mereka mengembangkan bioaditif (zat aditif berbahan alami)[15] yang meningkatkan efisiensi konsumsi bahan bakar solar bagi petani hingga 25% dengan tingkat dekarbonisasi 36%.
Kampus secara aktif memfasilitasi Econella dengan pemahaman, keahlian, dan jejaring seputar ekosistem ekonomi sirkuler. Pemahaman terhadap kondisi ini memungkinkan mahasiswa merancang model bisnis yang lebih sesuai dengan realitas rantai nilai ekonomi sirkular di Indonesia.
Read more: Ekonomi sirkular saat pandemi : menciptakan lapangan kerja dan mengurangi sampah[16]
Progres Econella tak hanya membuktikan meningkatnya minat generasi muda—termasuk mahasiswa terhadap green jobs dan kewirausahaan hijau—tapi juga mendorong mereka untuk berani menciptakan inovasinya sendiri.
Jejaring ekosistem kolaboratif
Pengembangan kewirausahaan hijau di kampus tidak cukup hanya bertumpu pada ide kreatif mahasiswa atau kecanggihan teknologi dari riset. Faktor penentu keberlanjutan justru terletak pada ekosistem bisnis yang mampu menjembatani proses pembelajaran, eksperimen, hingga komersialisasi.
Berbagai kajian menunjukkan kewirausahaan berkelanjutan[17] lebih mudah tumbuh dalam ekosistem yang menyediakan akses jejaring, pendampingan, pasar, serta dukungan kelembagaan yang saling terhubung.
Dalam konteks ini, kampus berperan sebagai simpul awal yang mempertemukan mahasiswa dengan dosen, pelaku industri, pemerintah, komunitas, dan lembaga pendanaan.
Peran ini menjadi penting karena kewirausahaan hijau menggabungkan tujuan ekonomi dengan misi sosial dan lingkungan, sehingga membutuhkan kolaborasi lintas aktor sejak tahap awal pengembangan.
Ekosistem bisnis yang sehat juga mendorong kolaborasi lintas disiplin untuk memecahkan tak hanya permasalahan lingkungan yang bersifat teknis, tetapi juga pemahaman sosial, model bisnis yang adaptif, serta dukungan kebijakan. Karena itu, kampus harus membuka peluang bagi mahasiswa untuk terjun ke lapangan seperti melalui program magang.
Magang adalah sarana efektif untuk memahami praktik berkelanjutan dalam konteks riil. Banyak perusahaan dan organisasi menyediakan kesempatan magang di bidang ekonomi hijau, mulai dari teknologi ramah lingkungan, manajemen sampah, energi terbarukan, hingga proyek berbasis dampak sosial terkini.
Pengalaman lapangan ini sering kali menjadi titik lahirnya ide bisnis baru. Mahasiswa dapat melihat langsung permasalahan, merumuskan solusi kecil, dan menemukan celah inovasi yang tidak bisa didapatkan di ruang kelas.
Peran kampus harus berkelanjutan
Wirausaha hijau tidak lagi sekadar gagasan idealistik, tetapi kebutuhan mendesak dalam menjawab tantangan ekonomi dan lingkungan. Kampus memiliki posisi strategis untuk menjadi inkubator gagasan berkelanjutan melalui ekosistem akademis, kolaborasi mahasiswa, dan jaringan industrinya.
Dengan langkah-langkah sederhana—integrasi keilmuan lintas disiplin, penyediaan program hibah dan magang, serta memahami teknologi dan regulasi—mahasiswa dapat membangun wirausaha hijau yang relevan dan berdampak.
Kampus bukan lagi menara gading, tetapi agen perubahan[18] yang melahirkan inovator masa depan.
Jika semakin banyak mahasiswa berani bereksperimen dan memanfaatkan sumber daya kampus secara strategis, wirausaha hijau dapat menjadi fondasi penting bagi pembangunan ekonomi Indonesia yang lebih inovatif, inklusif, dan berkelanjutan.
Read more: 'Degrowth': Melawan industrialisasi dan konsumsi berlebihan demi masa depan yang berkelanjutan[19]
References
- ^ kaum muda Tanah Air (theconversation.com)
- ^ menganggur dan putus asa mencari kerja semakin banyak (lpem.org)
- ^ Kewirausahaan hijau (www.oecd.org)
- ^ Ukuran utamanya (www.oecd.org)
- ^ Kewirausahaan hijau (greennetwork.id)
- ^ Yermia Riezky Santiago 52/ shutterstock.com (www.shutterstock.com)
- ^ mencakup (www.ilo.org)
- ^ Green jobs: Apa benar punya prospek buat kaum muda? (theconversation.com)
- ^ berdampak positif (kemdiktisaintek.go.id)
- ^ green jobs (theconversation.com)
- ^ Science Techno Park (innovation.ui.ac.id)
- ^ Kampus Berdampak (pendidikan.ui.ac.id)
- ^ 7 hal yang dapat dilakukan universitas untuk mencetak SDM siap 'green jobs' (theconversation.com)
- ^ Econella (innovation.ui.ac.id)
- ^ bioaditif (zat aditif berbahan alami) (www.google.com)
- ^ Ekonomi sirkular saat pandemi : menciptakan lapangan kerja dan mengurangi sampah (theconversation.com)
- ^ kewirausahaan berkelanjutan (www.researchgate.net)
- ^ agen perubahan (lldikti3.kemdikbud.go.id)
- ^ 'Degrowth': Melawan industrialisasi dan konsumsi berlebihan demi masa depan yang berkelanjutan (theconversation.com)
Authors: Imam Salehudin, Associate professor, Universitas Indonesia
