Piala Dunia FIFA 2022: Sebuah turnamen penuh kejutan dan kontroversi
- Written by Tim Elcombe, Associate professor, Kinesiology & Physical Education; Fellow, Balsillie School of International Affairs, Wilfrid Laurier University
Setelah satu bulan rangkaian pertandingan sepak bola, Piala Dunia FIFA 2022 di Qatar ditutup dengan Argentina mengalahkan Prancis 4-2 dalam adu penalti, setelah bermain imbang 3-3[1]. Jumlah penggemar yang menonton pertandingan final menegangkan yang diselenggarakan di Stadion Lusail, tepat di luar ibu kota Qatar, Doha, diperkirakan memecahkan rekor.
Pertandingan Piala Dunia kali ini telah menampilkan penyisihan grup yang sangat kompetitif[2], peningkatan representasi global[3] di babak sistem gugur, kekecewaan yang dramatis[4] dan penampilan individu yang luar biasa[5] — yang paling menonjol adalah Lionel Messi yang hebat dari Argentina dan superstar baru Kylian Mbappé dari Prancis.
Sejak FIFA mengumumkan Qatar menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022 pada 2010, kontroversi tentang isu non-olahraga melanda acara tersebut. Selain tuduhan penyuapan terhadap pejabat FIFA[6], muncul pertanyaan tentang bagaimana negara kecil – dengan sejarah sepak bola atau infrastruktur[7] mereka yang terbatas – bisa menjadi tuan rumah Piala Dunia.
Terpilihnya Qatar juga memperumit suasana. Ini karena Qatar adalah negara gurun dengan musim panas yang sangat panas[8], bahkan sampai membuat jadwal acara yang biasanya diselenggarakan bulan Juni-Juli, menjadi tidak memungkinkan dan harus digeser ke bulan November-Desember[9]. Asosiasi sepak bola Eropa menganggap hal ini mengganggu agenda-agenda rutin mereka.
Politik dan olahraga
Terlepas dari perkara logistik, Piala Dunia 2022 juga akan dikenang sebagai salah satu acara olahraga yang paling disoroti secara politis pada masa ini. Contoh isu politik global yang terselip dalam Piala Dunia kali ini antara lain:
Kritik terhadap pelanggaran HAM
Kelompok aktivis HAM mengkritik undang-undang Qatar yang melarang homoseksualitas[10] dan perlakuan buruk mereka terhadap para pekerja migran[11]. Jutaan pekerja migran saat ini tinggal di Qatar, dengan satu juta di antaranya diperkirakan bekerja di industri konstruksi.
Menurut laporan The Guardian[12], ada 6.500 dari total pekerja migran ini - kebanyakan dari Asia Selatan - yang tewas di Qatar pada tahun-tahun sejak FIFA memutuskan negara tersebut menjadi tuan rumah Piala Dunia.
Otoritas Qatar membantah[13] laporan The Guardian tersebut dan mengklaim bahwa jumlah kematian pekerja migran sesuai dengan tingkat kematian yang normal seperti biasanya. Pemerintah negara tersebut justru menyoroti bagaimana penyelenggaraan Piala Dunia akan memberikan warisan kepada Qatar, termasuk modernisasi infrastruktur untuk ekonomi yang terdiversifikasi[14] dan kemajuan sosial yang meliputi reformasi ketenagakerjaan[15] agar lebih melindungi pekerja migran yang rentan.
Dalam upacara pembukaan Piala Dunia 2022, aktor asal AS Morgan Freeman tampil di lapangan bersama Ghanim al-Muftah[16] — selebriti media sosial muda Qatar yang lahir dengan kelainan tulang belakang bagian bawah — untuk menekankan bahwa dunia adalah “satu suku besar[17].”
Emir (pemimpin) Qatar, Sheikh Tamim bin Hamad al-Thani[18], menyambut negara-negara di seluruh dunia untuk datang ke negaranya, dan mengajak semua orang untuk “mengesampingkan apa yang memecah belah mereka” dan melakukan “komunikasi yang manusiawi dan beradab”.
Pernyataan hangat pemimpin Qatar tersebut bertolak belakang dengan pidato panjang Presiden FIFA Gianni Infantino yang yang terkesan marah[19] sehari sebelumnya. Ia menyebut tentang kemunafikan negara Barat dan menuntut Eropa meminta maaf selama 3.000 tahun ke depan atas pelanggaran HAM yang mereka lakukan.
Sepanjang turnamen, kami menyoroti adanya keterkaitan politik global dengan Piala Dunia ini[20]. Setiap pertandingan menceritakan kisah tentang isu internasional — terkadang langsung melalui sepak bola, atau melalui momen-momen terkait.
Tetapi kenyataannya adalah pertandingan olahraga akan selalu terlalu terjadi di ruang dan waktu ketika dimensi politik tidak dapat diabaikan atau dikesampingkan, meskipun ada permintaan dari ‘penjaga gerbang’ seperti FIFA yang ingin memperbaiki dunia[21] sambil tetap berada di luar politik[22].
Perbedaan pendapat
Saat turnamen berakhir, penilaian dimulai: apakah ini lebih dari kesuksesan olahraga? Jawabannya adalah: rumit.
Mereka yang membela Qatar sebagai tuan rumah akan menekankan tentang peningkatan infrastruktur[23] jangka panjang dan penggunaan teknologi keberlanjutan[24] yang mutakhir; pentingnya membawa Piala Dunia ke Timur Tengah[25] dan membangun jembatan budaya[26] melalui acara olahraga damai; dan kesempatan bagi Qatar untuk menampilkan identitas modernnya[27].
Sementara pihak oposisi akan lebih menunjuk pada perlakuan terhadap pekerja migran, perkiraan biaya US$200 miliar[28] (Rp 3,12 triliun) yang dikeluarkan untuk pembangunan infrastruktur dan meningkatkan reputasi dan citra (sportwashing) Qatar.
Untuk merangkum pendapat-pendapat yag berbeda dalam memandang hubungan antara olahraga dan politik, Tim Elcombe membuat kontinum REI/BCI[29].
Masyarakat internasional dapat melihat Qatar sebagai tuan rumah Piala Dunia dari perspektif positif: kesempatan bagi Qatar untuk mengembangkan sumber daya yang berarti (R/resources), untuk melibatkan dunia dalam dialog yang produktif (E/engagement) dan untuk menunjukkan identitas Qatar (I/identity) kepada dunia.
Pada saat yang sama, dunia juga bisa melihat dampak negatif akibat Qatar menjadi tuan rumah Piala Dunia, yakni pemborosan sumber daya manusia (yang menyebabkan hilangnya nyawa) hanya demi “pertunjukan” yang digelar selama empat minggu dan demi tujuan membersihkan reputasi Qatar melalui olahraga (BCI/bread and circus and image).
Terlepas dari pandangan mana yang paling berpengaruh, Piala Dunia FIFA 2022 mengingatkan kita bahwa olahraga itu kompleks dan menegangkan — baik di dalam maupun di luar lapangan.
References
- ^ Argentina mengalahkan Prancis 4-2 dalam adu penalti, setelah bermain imbang 3-3 (www.cbc.ca)
- ^ penyisihan grup yang sangat kompetitif (www.bbc.co.uk)
- ^ representasi global (www.theguardian.com)
- ^ kekecewaan yang dramatis (www.economist.com)
- ^ penampilan individu yang luar biasa (www.marca.com)
- ^ tuduhan penyuapan terhadap pejabat FIFA (www.forbes.com)
- ^ infrastruktur (www.bloomberg.com)
- ^ (www.scientificamerican.com)
- ^ ke bulan November-Desember (www.espn.com)
- ^ undang-undang Qatar yang melarang homoseksualitas (www.hrw.org)
- ^ perlakuan buruk mereka terhadap para pekerja migran (www.cfr.org)
- ^ laporan The Guardian (www.theguardian.com)
- ^ Otoritas Qatar membantah (www.gco.gov.qa)
- ^ infrastruktur untuk ekonomi yang terdiversifikasi (www.wilsoncenter.org)
- ^ reformasi ketenagakerjaan (www.hrw.org)
- ^ Ghanim al-Muftah (ghanimalmuftah.org)
- ^ satu suku besar (ca.sports.yahoo.com)
- ^ Sheikh Tamim bin Hamad al-Thani (www.qatar2022.qa)
- ^ Gianni Infantino yang yang terkesan marah (www.cbc.ca)
- ^ menyoroti adanya keterkaitan politik global dengan Piala Dunia ini (www.balsillieschool.ca)
- ^ ingin memperbaiki dunia (www.fifa.com)
- ^ tetap berada di luar politik (www.cbc.ca)
- ^ peningkatan infrastruktur (www.fifa.com)
- ^ teknologi keberlanjutan (www.qatar2022.qa)
- ^ Piala Dunia ke Timur Tengah (www.qatar2022.qa)
- ^ membangun jembatan budaya (www.pacificcouncil.org)
- ^ identitas modernnya (www.aljazeera.com)
- ^ perkiraan biaya US$200 miliar (www.aljazeera.com)
- ^ Tim Elcombe membuat kontinum REI/BCI (doi.org)
Authors: Tim Elcombe, Associate professor, Kinesiology & Physical Education; Fellow, Balsillie School of International Affairs, Wilfrid Laurier University





