Asian Spectator

The Times Real Estate

.

Perdagangan karbon era Prabowo: 3 cara agar lebih efektif dan terpercaya mengurangi emisi

  • Written by Denny Gunawan, Postdoctoral Research Associate, ARC Training Centre for the Global Hydrogen Economy, Particles and Catalysis Research Laboratory, UNSW Sydney
Perdagangan karbon era Prabowo: 3 cara agar lebih efektif dan terpercaya mengurangi emisi
Prabowo-Gibran, yang pencalonannya sebagai Presiden dan Wakil Presiden memantik kontroversi, mulai bekerja sejak 20 Oktober 2024. Untuk mengawal pemerintahan mereka, kami menerbitkan edisi khusus #PantauPrabowo[1] yang memuat isu-isu penting hasil pemetaan kami bersama TCID Author Network. Edisi ini turut mengevaluasi 10 tahun pemerintahan Joko Widodo, sekaligus menjadi bekal Prabowo-Gibran menjalankan tugasnya. Presiden Prabowo Subianto memasang target pendanaan hijau sebesar seribu triliun Rupiah (US$65 miliar) dari perdagangan karbon hingga 2028[2]. Ambisi ini merupakan upaya Prabowo dalam menangani masalah perubahan iklim serta mendorong pertumbuhan ekonomi hijau di dalam negeri. Secara sederhana, perdagangan karbon adalah mekanisme pasar untuk membatasi emisi gas rumah kaca yang terus naik[3]. Dalam pasar karbon, pemerintah akan menetapkan batas jumlah emisi yang dapat dihasilkan oleh perusahaan (dikenal dengan istilah cap). Jika melebihi batas tersebut, perusahaan harus membeli izin (trade) dari pihak lain yang memiliki kredit karbon dengan harga pasar. Transaksi ini dapat dilakukan melalui bursa karbon maupun secara langsung antarpihak. Target yang ditetapkan pemerintah ini memang cukup ambisius. Namun, sejatinya angka seribu triliun itu masih terbilang kecil jika dibandingkan dengan potensi bursa karbon Indonesia yang diperkirakan mencapai Rp3 ribu triliun[4]. Dan upaya untuk mencapai target tersebut pun belum tentu semulus yang direncanakan pemerintah. Meski tren perdagangan karbon global[5] kian meningkat, ada banyak kritik dari akademisi[6] maupun pegiat lingkungan[7] terkait efektivitas mekanisme ini dalam meredam emisi gas rumah kaca. Apalagi, nilai pajak karbon[8] maupun harganya[9] di Indonesia masih jauh dari nilai ideal[10] untuk membatasi pemanasan global.
Perbandingan harga dan cakupan perdagangan dan pungutan karbon di berbagai negara maupun daerah. (Bank Dunia)

Untuk itulah, pemerintahan Prabowo perlu mencermati dinamika serta kritik atas kebijakan ini. Harapannya, perdagangan karbon Indonesia bisa betul-betul bermanfaat bagi pelestarian Bumi sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi.

Dalam artikel ini, kami merekomendasikan tiga langkah strategis yang bisa diambil pemerintah untuk mengembangkan regulasi dan kerangka mekanisme pasar karbon yang bersaing dan terpercaya.

1. Kejelasan strategi dan regulasi

Pemerintah perlu merumuskan strategi jangka panjang perdagangan karbon sektoral, misalnya di sektor kehutanan, kelautan, maupun energi, berdasarkan perkembangan perdagangan dan kajian-kajian terkini.

Di sektor energi, pemerintah telah meluncurkan perdagangan karbon untuk subsektor pembangkit listrik[11] pada 22 Februari 2023. Sepanjang tahun tersebut, total transaksi perdagangan karbon subsektor pembangkit listrik dilaporkan mencapai 7,1 juta ton setara CO2, atau senilai Rp84 miliar[12]. Melalui strategi jangka panjang yang terarah, perdagangan karbon subsektor ini seharusnya bisa lebih baik lagi di masa depan.

Potensi perdagangan karbon berbasis alam Indonesia seperti lahan gambut, hutan tropis, dan hutan bakau juga merupakan salah satu yang terbesar di dunia. Nilainya mencapai (1,5 gigaton setara CO2 per tahun)[13].

Indonesia bisa memaksimalkan berbagai potensi yang ada dengan merancang strategi perdagangan karbon dari sektor teknologi seperti penangkapan dan penyimpanan karbon dan energi terbarukan. Negara ini memiliki potensi penyimpanan karbon geologis mencapai 600 gigaton CO2[14] dan potensi energi baru dan terbarukan hingga 3.686 gigawatt[15].

Keduanya harus menjadi bagian integral dalam mencapai target emisi nol bersih yang sesungguhnya.

Selain itu, strategi yang jelas juga perlu didukung oleh regulasi perdagangan karbon yang baik. Ini merupakan salah satu kriteria penting untuk menarik perusahaan dalam maupun luar negeri berinvestasi di Indonesia.

Pemerintah Indonesia perlu secara aktif menyelaraskan kerangka hukum perdagangan karbon domestik dengan konsensus global, seperti Artikel 6 Perjanjian Paris. Dengan disepakatinya Artikel 6.2 dan 6.4 dalam COP29 yang baru diselenggarakan di Baku, Azerbaijan[16], Indonesia kini memiliki referensi internasional terkait aspek pelaksanaan dan mekanisme pasar karbon.

Regulasi pasar karbon Indonesia perlu mengakomodasi tidak hanya pada bagaimana mencapai target nationally determined contribution (NDC), tetapi juga partisipasi Indonesia dalam pasar karbon internasional.

2. Memperkuat transparansi dan kredibilitas

Pemerintah Indonesia perlu mengembangkan ekosistem pasar karbon yang terpercaya dan sesuai standar internasional. Mekanisme measuring, reporting, and verification (MRV) karbon harus disusun secara terperinci guna memastikan integritas pasar karbon.

Terkait hal ini, langkah Prabowo untuk membentuk Badan Pengelola Pengendalian Perubahan Iklim dan Tata Niaga Karbon (BP3I-TNK)[17] sangat relevan. Pemerintah perlu memastikan badan karbon ini mampu berkoordinasi secara efektif dengan berbagai pihak baik kementerian, publik, dan swasta.

Selain itu, Indonesia perlu melakukan diversifikasi portofolio perdagangan karbon—tak hanya bergantung pada sektor berbasis alam. Sebab, studi yang terbit di Nature pada bulan Juli 2024[18] menyebutkan bahwa kemampuan penyerapan CO2 oleh hutan dan lahan di beberapa regional mengalami penurunan signifikan akibat perubahan iklim. Bahkan, penyerapan CO2 oleh hutan dan lahan diperkirakan mendekati titik nol pada tahun 2023[19].

Kesalahan klaim karbon kredit dari sektor alam berpotensi membuat target emisi nol bersih meleset[20].

Diversifikasi dapat dimulai dengan melirik pasar karbon dari sektor teknologi seperti penangkapan dan penyimpanan karbon serta energi baru dan terbarukan.

Kredibilitas kredit karbon baik dari sektor alam maupun teknologi juga harus dikaji secara mendalam untuk menghindari penghitungan ganda maupun manipulasi pengukuran unit karbon. Kedua hal ini sangat merugikan bagi bursa karbon serta tujuan pelestarian lingkungan.

3. Mencontoh praktik baik

Pemerintah Indonesia sebenarnya telah meluncurkan Bursa Karbon Indonesia atau IDXCarbon sejak 2023. Dalam setahun, total transaksinya sudah mencapai 613.894 ton setara CO2, senilai Rp37 miliar[21].

Presiden Joko Widodo saat meresmikan IDXCarbon di Jakarta. (Sekretariat Kabinet/Agung)

Agar bursa karbon terus berkembang, pemerintah dapat belajar dari sistem perdagangan karbon nasional dan multinasional yang sudah ada. European Union Emissions Trading System (EU ETS), misalnya, adalah pasar karbon terbesar dunia yang diluncurkan pada tahun 2005. Pada tahun 2023, nilai transaksinya sudah mencapai US$949 miliar atau setara lebih dari empat belas ribu triliun Rupiah[22], sekitar 87% dari total pasar karbon global.

Dari EU ETS, pembelajaran utama yang bisa diambil pemerintah adalah penetapan batas yang jelas, cakupan sektoral, dan mekanisme stabilitas pasar.

Selain itu, Indonesia dapat mencari inspirasi dari pengembangan skema perdagangan emisi Brasil[23]. Hal ini dikarenakan kemiripan dalam hal pendekatan kehutanan dan keanekaragaman hayati yang ditempuh Brasil dengan Indonesia. Nilai transaksi perdagangan karbon Brasil pada tahun 2023 mencapai US$1,697 miliar (sekitar Rp26 triliun)[24], yang didominasi oleh sektor kehutanan.

Melalui langkah-langkah strategis ini, diharapkan pemerintah di bawah kepemimpinan Prabowo mampu mengembangkan pasar karbon yang berkelanjutan untuk mencapai target nasional emisi nol bersih pada tahun 2060 serta menciptakan ekosistem ekonomi hijau yang kompetitif di tengah pasar karbon internasional.

Pasar karbon bukan pembenar

Indonesia berpeluang untuk terus mengembangkan pasar karbonnya. Namun, perdagangan karbon—terutama dari sektor alam—tidak boleh menjadi alasan[25] untuk mengkompensasi penggunaan bahan bakar fosil terus-menerus.

Pemerintah patut mencatat bahwa pasar karbon saat ini baru mencakup 24% dari total emisi[26] yang dihasilkan aktivitas manusia pada 2023. Indonesia perlu berkontribusi untuk memangkas emisi sisanya, baik dengan pelestarian hutan dan laut, bisnis ramah lingkungan, maupun peningkatan energi bersih.

Pasar karbon adalah salah satu usaha, dari sekian banyak upaya lainnya untuk menahan laju emisi gas rumah kaca yang semakin memperparah perubahan iklim. Inilah yang perlu menjadi pekerjaan besar Prabowo setidaknya lima tahun ke depan.

References

  1. ^ #PantauPrabowo (theconversation.com)
  2. ^ seribu triliun Rupiah (US$65 miliar) dari perdagangan karbon hingga 2028 (www.reuters.com)
  3. ^ yang terus naik (www.reuters.com)
  4. ^ Rp3 ribu triliun (setkab.go.id)
  5. ^ tren perdagangan karbon global (openknowledge.worldbank.org)
  6. ^ akademisi (theconversation.com)
  7. ^ pegiat lingkungan (www.greenpeace.org)
  8. ^ pajak karbon (pajak.go.id)
  9. ^ harganya (www.cnbcindonesia.com)
  10. ^ nilai ideal (www.carbonpricingleadership.org)
  11. ^ perdagangan karbon untuk subsektor pembangkit listrik (www.reuters.com)
  12. ^ Rp84 miliar (www.esdm.go.id)
  13. ^ (1,5 gigaton setara CO2 per tahun) (www.mckinsey.com)
  14. ^ 600 gigaton CO2 (www.pertamina.com)
  15. ^ 3.686 gigawatt (www.esdm.go.id)
  16. ^ COP29 yang baru diselenggarakan di Baku, Azerbaijan (www.spglobal.com)
  17. ^ Badan Pengelola Pengendalian Perubahan Iklim dan Tata Niaga Karbon (BP3I-TNK) (www.tempo.co)
  18. ^ Nature pada bulan Juli 2024 (doi.org)
  19. ^ mendekati titik nol pada tahun 2023 (www.theguardian.com)
  20. ^ target emisi nol bersih meleset (www.theguardian.com)
  21. ^ Rp37 miliar (indonesia.go.id)
  22. ^ US$949 miliar atau setara lebih dari empat belas ribu triliun Rupiah (www.reuters.com)
  23. ^ pengembangan skema perdagangan emisi Brasil (icapcarbonaction.com)
  24. ^ US$1,697 miliar (sekitar Rp26 triliun) (www.grandviewresearch.com)
  25. ^ tidak boleh menjadi alasan (www.nature.com)
  26. ^ 24% dari total emisi (openknowledge.worldbank.org)

Authors: Denny Gunawan, Postdoctoral Research Associate, ARC Training Centre for the Global Hydrogen Economy, Particles and Catalysis Research Laboratory, UNSW Sydney

Read more https://theconversation.com/perdagangan-karbon-era-prabowo-3-cara-agar-lebih-efektif-dan-terpercaya-mengurangi-emisi-245480

Magazine

Asal muasal istilah ‘Raja Jawa’ dan bahayanya bagi demokrasi Indonesia

Presiden Joko "Jokowi" WidodoPada pertengahan 2024 lalu, sempat viral pernyataan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengenai “Raja Jawa”. Istilah tersebut ia lo...

Gencatan senjata Israel-Hamas bukan akhir dari perang yang menghancurkan

Setelah 467 hari berlangsung serangan Israel di wilayah Gaza, Palestina,, Hamas dan Israel akhirnya menyepakati gencatan senjata. Kesepakatan tersebut akan mulai berlaku pada hari Minggu, karena menun...

Sisi gelap perbudakan modern di balik industri AI: Upah rendah hingga eksploitasi tenaga kerja

Olena Yakobchuk/ShutterstockDi pabrik-pabrik industri, kafe internet yang sempit, dan kantor-kantor rumahan di seluruh dunia, jutaan orang duduk di depan komputer sambil melakukan pekerjaan yang membo...