Apakah kita mampu beli ‘tiny house’ kalau enggak beli kopi?
- Written by Issa Tafridj, Lecturer, Researcher, and Coordinator for the Center for Urban Studies, Universitas Pembangunan Jaya

● Harga rumah melangit membuat Gen Z tak mampu membeli hunian.
● ‘Tiny house populer’, tapi terhalang kelayakan dan jarak dari pusat kota.
● Solusi: Perlunya inovasi dukungan pembiayaan pemerintah.
Banyak konten influencer finansial yang sesumbar kalau kita berhemat seperti puasa beli kopi, kita bisa lebih sejahtera. Kata mereka, dengan menerapkan gaya hidup frugal[1], kita bisa menyisihkan uang untuk menabung, investasi, sampai membayar DP rumah di tengah mahalnya biaya hidup di perkotaan.
Tapi anggapan ini justru dibantah oleh sejumlah akun di media sosial. Akun TikTok @santirasyalleia[2], misalnya. Dia menganggap meski telah menahan beli kopi selama setahun, banyak orang tetap tak akan mampu membayar uang muka rumah dengan harga pasaran saat ini.
Konten semacam ini menunjukkan fenomena generasi muda yang kesulitan memiliki rumah. Sebagai akademisi yang berfokus pada isu individu kelas menengah kota-kota besar, saya mendapati rumah mungil (tiny house) bisa menjadi alternatif solusi atas masalah ini.
Tentu pertanyaan besarnya: apakah tiny house mampu mengatasi isu ketidakmampuan generasi kita dalam memiliki rumah? Sayangnya tidak sepenuhnya.
Isu kepemilikan rumah generasi muda
Melansir BPS dan Rumah123.com[3], daya beli pekerja di kota-kota besar di Indonesia tidak mampu mengejar harga rumah di pasaran. Akibatnya[4], sekitar 5,8 juta rumah tangga Milenial dan hampir 500 ribu rumah tangga Gen Z belum memiliki rumah.
Pengembang pun mengantisipasi tren ini dengan memunculkan tren baru berupa tiny house atau rumah kecil. Laporan Kompas[5] menyatakan, pada 2024, permintaan rumah berukuran di bawah 60 m2 meningkat secara signifikan di berbagai kota besar di Indonesia.
Sayangnya, dengan kondisi ekosistem perumahan saat ini, sebenarnya tiny house bukan menjadi pilihan ideal yang sesuai dengan gaya hidup Zilenial (Gen Z dan Milenial). Bagi mayoritas mereka, tiny house merupakan opsi tunggal untuk bisa memiliki hunian permanen.
Tren tiny house
Di berbagai negara[6], tiny house digadang-gadang menjadi solusi perumahan bagi keluarga kecil yang dinamis maupun bagi para tunawisma. Banyak juga yang berpendapat bahwa tren tiny house akan mengubah paradigma bermukim penduduk perkotaan yang padat.
Di Indonesia, yang sering disebut dengan tiny house adalah rumah tapak dengan luas lahan kurang dari 60 m2. Rumah-rumah ini tersebar tidak hanya di kawasan pusat perkotaan di mana lahan memang sangat terbatas, tapi juga di kota-kota pinggiran seperti Tangerang dan Bekasi.
Meski begitu, harga rumah-rumah ini tidak semungil ukurannya. Misalnya di Jakarta Barat, rata-rata harga rumah berukuran di bawah 60 m2 sudah mencapai Rp1,25 miliar per unit. Di Medan, Bekasi, dan Tangerang, median harga rumah[7] berukuran sama masing-masing mencapai Rp470 juta, Rp575 juta, dan Rp789 juta.
Dengan desain dan inovasi yang ciamik, Tiny house sebenarnya bisa kita kembangkan menjadi solusi hunian yang terjangkau tanpa mengorbankan aspek kelayakan.
Di Tokyo, misalnya, para arsitek dan pengembang tidak hanya membangun rumah yang “kecil” ukuran semata, tetapi juga memanfaatkan teknologi dan inovasi[15] desain rumah, material bangunan, dan teknik konstruksi terbaru yang mendukungnya sehingga menjadi rumah sehat dan layak huni.
Perlu sentuhan pemerintah
Apabila tren tiny house akan diadopsi sebagai salah satu solusi hunian, pemerintah perlu memastikan pasokannya secara memadai. Kehadiran pemerintah juga krusial untuk mengontrol laju harga pasar.
Pemerintah perlu bekerja sama dengan pengembang, arsitek, dan akademisi untuk mewujudkan inovasi standar desain rumah tinggal mungil yang sehat dan layak huni dengan harga yang tetap terjangkau.
Dari segi permintaan, perlu ada program-program pembiayaan dan melebarkan strategi finansial bagi para Zilenial untuk meningkatkan daya beli mereka.
Tentunya, masalah daya beli ini tidak bisa diselesaikan hanya dengan berhenti membeli kopi.
References
- ^ frugal (theconversation.com)
- ^ @santirasyalleia (www.tiktok.com)
- ^ BPS dan Rumah123.com (katadata.co.id)
- ^ Akibatnya (kumparan.com)
- ^ Kompas (www.kompas.id)
- ^ berbagai negara (onlinelibrary.wiley.com)
- ^ median harga rumah (www.kompas.id)
- ^ framework (www.ihs.nl)
- ^ Rp470 juta per unit (www.kompas.id)
- ^ upah minimum Surakarta (money.kompas.com)
- ^ pengeluaran (www.kompas.com)
- ^ renovasi rumah subsidi (www.youtube.com)
- ^ ventilasi (x.com)
- ^ Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (simantu.pu.go.id)
- ^ teknologi dan inovasi (edition.cnn.com)
Authors: Issa Tafridj, Lecturer, Researcher, and Coordinator for the Center for Urban Studies, Universitas Pembangunan Jaya
Read more https://theconversation.com/apakah-kita-mampu-beli-tiny-house-kalau-enggak-beli-kopi-255775