Berencana tambah anak? Ini tips agar si kakak tak merasa kurang kasih sayang
- Written by Marissa Nivison, Postdoctoral Research Fellow, Department of Psychology, University of Calgary

Menantikan anak kedua (atau selanjutnya) sering kali memicu perpaduan rasa bahagia dan deg-degan. Umumnya, para orang tua sudah merasa lebih percaya diri ketika menantikan sang adik karena sudah berpengalaman melalui proses melahirkan, sulitnya merawat bayi, dan jam tidur yang sudah pasti tak keruan.
Namun, tak dapat dimungkiri bahwa menambah anak juga menambah tantangan tersendiri untuk sang kakak. Menyeimbangkan antara kebutuhan anak sulung dengan adiknya bukanlah hal yang mudah.
Sebuah penelitian[1] mengemukakan bahwa sebagian besar orang tua merasa kewalahan dalam memenuhi kebutuhan anak pertama sambil merawat bayi yang baru lahir.
Sebagai psikolog klinis dan psikolog tumbuh kembang, kami berharap informasi berikut ini dapat membantu orang tua menghadapi masa transisi sekaligus mempersiapkan sang kakak untuk beradaptasi dengan susunan keluarga yang baru.
Bagaimana anak bereaksi?
Seorang anak dapat menunjukkan beragam reaksi ketika menyambut adik baru mereka. Beberapa anak bisa merasa sangat antusias dan membanjiri sang adik dengan kasih sayang. Ada juga beberapa anak yang justru merasakan kecemburuan ringan, sedang, bahkan berat.
Bagi anak yang merasa cemburu, perasaan ini dapat memunculkan tingkah laku “drama” seperti tantrum atau menangis. Beberapa anak lainnya bisa merasakan perpaduan perasaan antusias dan cemburu sehingga mereka merasa penasaran sekaligus ragu.
Usia anak yang lebih tua[2] dapat memengaruhi bagaimana mereka menyesuaikan diri dengan hadirnya adik baru.
Anak berusia 2-3 tahun secara alamiah masih sulit meregulasi emosi, sehingga kedatangan adik baru dapat memperburuk kondisi emosi mereka. Hal ini dapat menimbulkan reaksi yang lebih mengganggu, seperti memukul atau terus-menerus menempel dengan pengasuh[3].
Anak berusia 4-5 tahun cenderung sudah memiliki pemahaman yang lebih baik tentang perbedaan pandangan. Mereka sering kali berupaya menenangkan adik mereka yang menangis. Namun, anak usia ini juga lebih berpeluang bereksperimen pada batasan[4] yang ada pada adik baru mereka.
Anak mencari perhatian
Para psikolog sepakat[5] bahwa menyambut adik baru merupakan momen transisi yang serius bagi seorang anak. Di momen transisi ini, tidak mengherankan bila anak yang menyandang gelar kakak menunjukkan perilaku emosional dan mencari perhatian.
Mereka mungkin juga lebih sering menguji kesabaran dengan mengetes batasan yang ditetapkan orang tua, sulit mengikuti instruksi, tantrum lebih intens, bahkan mengalami gangguan tidur, atau memunculkan insiden mengompol[6].
Kami ingin meyakinkan para orang tua bahwa perilaku seperti ini merupakan hal yang normal dalam proses adaptasi sang kakak.
Bagaimana perasaan orang tua?
Biasanya, orang tua merasa bersalah dan kesal karena tak bisa lagi meluangkan waktu untuk anak sulung seperti sebelum sang adik lahir[7].
Sebuah penelitian dengan partisipan para ibu[8] menemukan bahwa mereka sering kesulitan menghadapi perubahan perilaku anak sulung selama transisi.
Penelitian lain yang berfokus pada ibu sebagai pengasuh utama mengungkap bahwa mereka merasa lebih puas dan tak terlalu kewalahan ketika ada pembagian tanggung jawab[9] (misalnya pengasuhan anak dan pengerjaan tugas rumah) yang adil dengan pasangan.
Pengasuh utama mengalami tingkat stres, depresi, kecemasan, kemarahan, dan kelelahan yang lebih rendah[10] ketika mereka merasakan kehadiran support system selama periode menantang ini. Pihak yang mendukung bisa dari dalam atau luar keluarga.
Menolong orang tua mendukung anak mereka
Di bawah ini kami menawarkan tips untuk para orang tua menghadapi transisi akibat penambahan anak dalam keluarga.
1. Sadari kemungkinan munculnya tantangan—memang bagian dari proses
Jika anak sulung berperilaku kurang kooperatif selama masa awal hadirnya adik baru, ingatlah bahwa hal ini wajar. Pandanglah perilaku ini sebagai upaya penyesuaian diri mereka menghadapi perubahan besar, bukan sebuah masalah.
2. Bersandarlah pada support system
Banyak sekali yang perlu dilakukan sebagai seorang orang tua. Maka dari itu, kami merekomendasikan para orang tua untuk memanfaatkan bantuan dari keluarga dan teman ketika diperlukan.
Mintalah bantuan mereka untuk mengasuh anak sulung, mengantar mereka, memasak makanan, atau menjadi pendengar akan keluh kesah sebagai orang tua. Sering kali, keluarga dan teman tidak tahu kapan harus menolong kecuali diminta secara langsung. Mengomunikasikan kebutuhan kita menjadi pintu mendapatkan bantuan.
3. Cari tahu fasilitas sekitar yang bisa membantu
Di beberapa komunitas, terdapat fasilitas penitipan yang dapat dimanfaatkan. Contohnya di Ontario, Kanada, terdapat fasilitas bernama EarlyON Child and Family Centres[11] yang menawarkan layanan untuk keluarga dan anak baru lahir hingga usia enam tahun.
Contoh lainnya di Alberta, Kanada, perpustakaan umum Calgary Public Library[12] juga menawarkan sesi mendongeng cerita keluarga dan acara lain untuk perkembangan anak dan sosialisasi orang tua.
4. Bagi-bagi tanggung jawab
Jika pengasuhan dilakukan oleh dua pihak, penting untuk membicarakan pembagian tanggung jawab yang adil. Pembagian jelas untuk pengasuhan anak dan pekerjaan rumah tangga akan menurunkan stres untuk seisi keluarga.
5. Coba sisihkan waktu untuk diri sendiri
Setelah menjadi orang tua, menyisihkan waktu untuk diri sendiri sering kali terasa mustahil. Namun, waktu me-time ini penting. Tak perlu muluk-muluk: tidur siang singkat, mandi, jalan-jalan sejenak, atau membaca buku beberapa halaman bisa termasuk.
Kami memahami bahwa, meski tak harus lama, tetap sulit bagi kita mengalokasikan waktu untuk diri sendiri. Maka dari itu, cobalah beristirahat ketika anak sedang tidur. Kita bisa berbaring (tak harus tidur) atau membaca singkat di sudut ruangan yang nyaman. Istirahat singkat bisa memperbarui energi kita.
Langkah orang tua untuk membantu kondisi mental anak
Kami juga memberi tips memperlakukan anak sulung dalam proses transisi akibat penambahan anak dalam keluarga.
1. Ciptakan momen pribadi yang spesial dengan anak
Upayakan untuk menyisihkan sedikit waktu terkhusus untuk anak sulung. Bisa dengan sesi bermain bareng, membaca cerita sebelum tidur, atau pergi ke taman. Momen-momen ini dapat membantu mereka merasa yakin tak kehilangan kasih sayang dan tetap dicintai di tengah transisi serius yang sedang dialami.
Read more: 7 favourite books for connecting with your preschooler[13]
2. Izinkan anak menghabiskan waktu dengan teman seusianya
Penting untuk seorang anak bisa bermain dan bersosialisasi dengan anak-anak seusia mereka. Interaksi ini akan mengembangkan kemampuan menjalin relasi seperti membagikan dan memahami emosi serta sudut pandang orang lain.
Cobalah untuk mengadakan play dates dengan teman-teman anak sulung. Sebisa mungkin di rumah teman mereka sehingga kita sebagai orang tua juga bisa rehat sejenak.
3. Libatkan anak sulung dalam pengasuhan
Jika sang kakak menunjukkan ketertarikan pada adik mereka, mintalah ia untuk membantu di hal-hal sederhana. Misalnya bernyanyi atau membawakan mainan bayi untuk sang adik. Tindakan sederhana ini membangun rasa keterlibatan dan menumbuhkan kedekatan sebagai kakak-adik.
4. Berikan arahan perilaku positif
Jika anak sulung berperilaku negatif untuk mencari perhatian, misalnya mereka melempar mainan. Daripada terpaku untuk menghentikan perilaku tersebut, cobalah untuk membiarkannya—jika memungkinkan.
Strategi terbaik menghadapi perilaku tersebut adalah mengarahkan mereka ke aktivitas yang mereka sukai atau dapat mereka tuntaskan, lalu beri perhatian positif saat melakukan aktivitas tersebut. Tujuannya adalah “menyaksikan mereka bertindak positif” dan memberikan mereka dukungan akan itu.
Strategi ini mencegah teguran negatif yang terus-menerus dan bisa mengurangi perilaku negatif mencari perhatian (karena mereka sudah mendapatkan perhatian positif yang mereka butuhkan).
Hubungan antara kakak dan adik akan terus berubah selama mereka tumbuh dan berkembang. Namun, hubungan tersebut merupakan hubungan terpenting dan terawet dalam hidup.
Membantu anak sulung menghadapi transisi karena adanya adik baru dapat membantu pembentukan hubungan saudara yang sehat[14] di masa anak-anak dan seterusnya.
Kezia Kevina Harmoko berkontribusi dalam penerjemahan artikel ini.
References
- ^ Sebuah penelitian (doi.org)
- ^ Usia anak yang lebih tua (doi.org)
- ^ seperti memukul atau terus-menerus menempel dengan pengasuh (doi.org)
- ^ berpeluang bereksperimen pada batasan (www.wiley.com)
- ^ Para psikolog sepakat (doi.org)
- ^ mengalami gangguan tidur, atau memunculkan insiden mengompol (doi.org)
- ^ tak bisa lagi meluangkan waktu untuk anak sulung seperti sebelum sang adik lahir (psycnet.apa.org)
- ^ Sebuah penelitian dengan partisipan para ibu (link.springer.com)
- ^ mereka merasa lebih puas dan tak terlalu kewalahan ketika ada pembagian tanggung jawab (doi.org)
- ^ tingkat stres, depresi, kecemasan, kemarahan, dan kelelahan yang lebih rendah (pubmed.ncbi.nlm.nih.gov)
- ^ EarlyON Child and Family Centres (www.ontario.ca)
- ^ Calgary Public Library (www.calgarylibrary.ca)
- ^ 7 favourite books for connecting with your preschooler (theconversation.com)
- ^ pembentukan hubungan saudara yang sehat (theconversation.com)
Authors: Marissa Nivison, Postdoctoral Research Fellow, Department of Psychology, University of Calgary