Asian Spectator

Men's Weekly

.

Cara membahas masalah tanpa menimbulkan pertengkaran: Tip dari ahli

  • Written by Jessica Robles, Lecturer in Social Psychology, Loughborough University
Cara membahas masalah tanpa menimbulkan pertengkaran: Tip dari ahli

Kita sebagai manusia memiliki perbedaan satu sama lain yang memengaruhi pendapat kita. Maka dari itu, ada kalanya kita tidak setuju dengan pendapat orang lain.

Berbeda pendapat kadang berubah menjadi perselisihan kecil yang bisa kita cegah sesimpel dengan mengedit chat. Namun, perdebatan topik sensitif dapat berujung pada pertengkaran serius.

Mungkin kita pernah mengalami perdebatan intens menjelang hari raya. Biasanya pada momen hari besar, kita menghabiskan lebih banyak waktu dengan kerabat dibanding hari biasa. Interaksi inilah yang menjadi cikal bakal pertikaian.

Sebuah pertikaian bisa bermula dari berbagai hal, mulai dari pembahasan politik sampai perilaku tertentu. Kita bisa melihat banyak contohnya di media sosial. Semakin kuat pendapat seseorang, semakin intens dan kompleks pula pertengkarannya.

Lalu, apa yang dapat kita lakukan agar perdebatan kecil tidak menjadi pertengkaran serius, baik di dunia maya atau dunia nyata?

Sebagai seorang ahli interaksi sosial, saya merasa bahwa kita perlu memperhatikan pernyataan seseorang dan bagaimana cara orang itu mengatakannya. Selain itu, kita juga perlu belajar bagaimana menanggapi tanpa mengeruhkan perdebatan.

Perbedaan pendapat itu normal. Namun, ini tak melulu harus berakhir pada pertikaian serius. Saya punya tiga tip bagaimana menghindarinya.

1. Cegah eskalasi perdebatan

Ketika kita tidak setuju dengan seseorang, pastikan percakapan tetap terarah dengan tidak menyerang secara personal[1]. Hindari pula tindakan yang dapat membuat seseorang merasa disudutkan[2] misalnya menuduh, menjelekkan, atau mengeluh tentang mereka.

Ketika berdebat, kita cenderung menaruh penekanan pada pendapat kita sendiri dan pada asumsi kita[3] terhadap pemikiran orang lain.

Selain memikirkan, “Apa inti argumen ini?” kita juga memikirkan, “Ini sekadar salah paham atau karakter orang itu[4] membuat dia punya bias dan tujuan tersembunyi?”

Perempuan dan laki-laki muda duduk di meja sambil memandang ponsel sambil menunjukkan ekspresi frustrasi.
Media sosial telah memunculkan peluang konflik tanpa batas. pathdoc / Shutterstock[5]

Kita juga sangat sensitif terhadap apakah seseorang benar-benar meyakini apa yang mereka bicarakan. Riset menunjukkan bahwa kita cenderung membenci sosok yang dengan sengaja berbeda pendapat[6] sekadar untuk mengetes argumen kita.

Sebenarnya, kita tidak pernah tahu tujuan asli seseorang. Maka dari itu, ada baiknya kita tidak langsung berpikiran negatif[7] tentang mereka.

Ketika pikiran negatif bermain, kita akan cenderung berinteraksi dengan mereka seakan-akan mereka memang sosok yang manipulatif, tak adil, menyakitkan, atau tak logis. Padahal, belum tentu dugaan kita benar.

2. Jadilah open-minded

Terkadang, perkataan seseorang terdengar (dan terasa) menyakitkan. Ketika kita mendengar perkataan menyakitkan, ingatlah dua hal berikut.

Yang pertama, apapun yang seseorang ucapkan tak pernah bermakna tunggal. Biasanya, apa yang seseorang katakan punya beberapa makna[8]. Kita tidak bisa langsung menelan mentah-mentah perkataan yang terlontar dari seseorang, apalagi ketika berada dalam diskusi panas.

Dalam sebuah pertikaian, kita perlu ambil waktu untuk menenangkan diri dan memikirkan berbagai makna alternatif[9] dari sebuah pernyataan.

Kita pun dapat secara terbuka meminta waktu untuk berpikir. Kita bisa juga menyeduh minuman sejenak untuk menenangkan suasana, supaya perdebatan tidak semakin kehilangan arah.

Yang kedua, ketika kita sudah berusaha berpikir positif, tetapi argumen lawan bicara kita tetap negatif, cobalah untuk meminta mereka menjelaskan lebih lanjut.

Tentu ini tidak mudah kita lakukan. Namun, cara ini dapat mendorong seseorang mengungkapkan maksud mereka yang sebenarnya[10]. Tindakan ini juga membuat mereka merasa benar-benar didengar sehingga memperkecil peluang reaksi negatif karena merasa tak dihargai.

3. Fokus pada topik utama

Selain belajar menanggapi argumen seseorang, kita juga perlu belajar memberikan tanggapan yang tak melenceng dari topik utama. Kita perlu berhati-hati pada apa yang kita ucapkan.

Kita juga perlu memperhitungkan bagaimana persepsi orang lain ketika kita mengatakan sesuatu.

Perlu diingat, siapa pun, termasuk diri kita sendiri, dapat terjebak dalam pertikaian dan mengatakan sesuatu yang akan kita sesali.

Oleh karena itu, ada kalanya kita perlu berhenti berdebat untuk merefleksikan apa yang diperdebatkan dan bagaimana kita menyampaikannya.

Misalnya dengan berkata, “Kita sedang membicarakan tentang masa depan kita. Aku tidak paham mengapa kamu sangat agresif tentang ini.” Langkah ini bermanfaat agar perbincangan tidak hilang fokus. Namun, langkah ini memang berpeluang diartikan sebagai sindiran[11] pada lawan bicara.

Jika kita merasa perlu melakukan langkah tersebut, maka kita perlu menyampaikan permintaan maaf terlebih dahulu dan berbicara dengan nada yang lebih tenang. Cara ini penting diterapkan untuk mencegah lawan bicara merasa diserang atau “tertuduh”.

Teknik komunikasi ini memang tidak mudah sehingga jangan berkecil hati jika kita tidak berhasil melakukannya saat pertama kali.

Seorang laki-laki dan perempuan berdebat saat bekerja, seorang perempuan lain memegang kepalanya.
Siapa pun dapat terjebak dalam sebuah pertikaian, termasuk kita sendiri. fizkes / Shutterstock[12]

Apakah kita memegang nilai yang sama?

Seseorang tidak berdebat hanya karena menginginkannya. Salah satu alasan umum seseorang berdebat adalah untuk menunjukkan posisi atau nilai yang mereka percayai dalam sebuah hubungan. Mereka ingin tahu apakah kita berada di sisi yang sama dan memegang nilai yang sama atau tidak.

Argumen erat kaitannya dengan identitas. Argumen yang kontroversial memunculkan perasaan yang intens[13]. Kita sadar bahwa ada kemungkinan kita dihakimi karena pendapat kita. Sebaliknya, orang lain juga berasumsi bahwa kita dapat menghakimi mereka.

Penghakiman satu sama lain sangat mudah memburuk. Tak hanya di tengah perdebatan, tetapi juga dalam sebuah hubungan. Penghakiman dapat menyebabkan keretakan sementara atau bahkan berakhirnya sebuah hubungan.

Umumnya, kita berusaha tidak menghakimi orang lain dengan cara mengesampingkan perasaan dan “fokus ke fakta yang ada”. Namun, respons emosional sebenarnya merupakan fakta bahwa seseorang memegang nilai tertentu[14].

Berkaca pada hal tersebut, penting untuk kita lebih peka pada perasaan orang lain. Dari sana, kita dapat mengira-ngira, apakah kita bisa mengubah pikiran mereka, seberapa jauh kita bisa mengubahnya, atau justru lebih baik tak meneruskan perdebatan—setidaknya dalam waktu dekat.

Kezia Kevina Harmoko berkontribusi dalam penerjemahan artikel ini.

References

  1. ^ tidak menyerang secara personal (theconversation.com)
  2. ^ membuat seseorang merasa disudutkan (www.taylorfrancis.com)
  3. ^ asumsi kita (books.google.co.uk)
  4. ^ karakter orang itu (theconversation.com)
  5. ^ pathdoc / Shutterstock (www.shutterstock.com)
  6. ^ sengaja berbeda pendapat (academic.oup.com)
  7. ^ berpikiran negatif (scholar.colorado.edu)
  8. ^ beberapa makna (www.tandfonline.com)
  9. ^ makna alternatif (theconversation.com)
  10. ^ mengungkapkan maksud mereka yang sebenarnya (www.taylorfrancis.com)
  11. ^ diartikan sebagai sindiran (www.tandfonline.com)
  12. ^ fizkes / Shutterstock (www.shutterstock.com)
  13. ^ perasaan yang intens (onlinelibrary.wiley.com)
  14. ^ memegang nilai tertentu (www.sciencedirect.com)

Authors: Jessica Robles, Lecturer in Social Psychology, Loughborough University

Read more https://theconversation.com/cara-membahas-masalah-tanpa-menimbulkan-pertengkaran-tip-dari-ahli-260294

Magazine

Cara membahas masalah tanpa menimbulkan pertengkaran: Tip dari ahli

Pormezz / ShutterstockKita sebagai manusia memiliki perbedaan satu sama lain yang memengaruhi pendapat kita. Maka dari itu, ada kalanya kita tidak setuju dengan pendapat orang lain.Berbeda pendapat ka...

Diplomasi emosional: Bagaimana rasa marah dan takut dapat membentuk arah kebijakan global

Gambar Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu (kiri) dan Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei di layar, merefleksikan perang antara Iran dan Israel.Mmiss.cabul/Shutterstock● Memanas...

Riset: Populasi hewan langka anoa dan babirusa di pulau kecil lebih tangguh, meski jumlahnya sedikit

● Populasi satwa di pulau kecil terbukti lebih tangguh secara genetik meski jumlahnya sedikit.● Pulau kecil dapat menjadi habitat alami yang penting bagi kelangsungan hewan langka.● ...