Paus Leo XIV hadapi keterbatasan dalam mereformasi Gereja Katolik, tetapi Fransiskus sudah membuka jalan
- Written by Dennis Doyle, Professor Emeritus of Religious Studies, University of Dayton

Kardinal Robert Prevost, dari Amerika Serikat (AS), terpilih sebagai pemimpin baru Gereja Katolik Roma[1]. Ia menggunakan nama Paus Leo XIV.
Visi apa yang akan dibawa oleh paus pertama dari AS ini?
Cukup sulit untuk melakukan perubahan di Gereja Katolik. Selama masa kepausannya, Paus Fransiskus melakukan perubahan tanpa benar-benar mengubah doktrin gereja.
Paus Fransiskus mengizinkan diskusi tentang penahbisan laki-laki yang sudah menikah di daerah terpencil—di mana pelayanan sangat kurang karena minimnya tokoh agama, tetapi dia tidak benar-benar membolehkannya[2]. Atas inisiatifnya sendiri, ia membentuk sebuah komisi untuk mempelajari kemungkinan penahbisan perempuan sebagai diakon, tetapi ia tidak melanjutkannya[3].
Namun, dia mengizinkan para imam untuk menawarkan Ekaristi[4]—sakramen Katolik penting tentang tubuh dan darah Kristus—kepada umat Katolik yang telah bercerai dan menikah lagi tanpa perlu pembatalan.
Fransiskus tidak serta merta mengubah ajaran resmi bahwa pernikahan sakramental adalah antara laki-laki dan perempuan, tetapi dia mau memberkati pasangan gay[5]—dengan cara yang tampak seakan menyetujui pernikahan sesama jenis.
Sejauh mana paus baru melanjutkan, atau tidak melanjutkan, perubahan yang dimulai oleh Fransiskus?
Sebagai cendekiawan yang telah mempelajari[6] tulisan dan tindakan para paus sejak masa Konsili Vatikan Kedua—serangkaian pertemuan yang diadakan untuk memodernisasi gereja selama periode 1962-1965—saya meyakini bahwa setiap paus membawa visi dan agendanya sendiri dalam memimpin gereja.
Namun, para paus pendahulunya selalu menetapkan batasan terhadap apa yang bisa diubah. Fransiskus juga punya batasan. Namun, saya berpendapat bahwa paus baru akan memiliki lebih banyak kebebasan karena sinyal yang diberikan oleh Fransiskus.
Proses sinodalitas
Fransiskus memulai sebuah proses yang disebut “sinodalitas[7],” sebuah istilah yang menggabungkan dua kata Yunani, yaitu “perjalanan” dan “bersama.” Sinodalitas melibatkan pengumpulan umat Katolik dari berbagai tingkatan dan sudut pandang untuk berbagi mengenai keimanan dan berdoa satu sama lain dalam menghadapi tantangan gereja saat ini.
Salah satu aspek yang kerap digaungkan Fransiskus adalah inklusi. Dia meneruskan ajaran Konsili Vatikan Kedua bahwa Roh Kudus—Roh Tuhan yang diyakini dikirim oleh Kristus di antara pemeluk Kristen dengan cara yang istimewa—menaungi seluruh gereja, tidak hanya secara hierarki tetapi juga semua anggota gereja. Keyakinan ini merupakan prinsip utama dari sinodalitas.
Francis meluncurkan proses konsultasi global selama dua tahun pada Oktober 2022. Puncaknya adalah sinode di Roma pada Oktober 2024, momen ketika umat Katolik di seluruh dunia memberikan masukan dan pendapat mereka.
Sinode membahas banyak isu, termasuk isu kontroversial seperti pelecehan seksual oleh klerus, pengawasan terhadap uskup, peran perempuan secara umum, dan penahbisan perempuan sebagai diakon.
Dokumen akhir sinode tidak menawarkan kesimpulan mengenai topik-topik ini tetapi lebih kepada mempromosikan transformasi seluruh Gereja Katolik menjadi gereja sinodal bagi umat Katolik untuk bersama-sama menghadapi berbagai tantangan dunia modern[9]. Fransiskus menahan diri dan tidak merujuk pada dokumennya sendiri sebagai tanggapan untuk menjaga independensi sinode.
Proses sinodalitas membatasi para uskup dan paus dari kepentingan mereka pribadi agar mereka dapat mendengarkan dengan saksama semua anggota gereja sebelum membuat keputusan. Dengan kata lain, dalam jangka panjang, proses ini membuka ruang untuk segala perubahan yang dibutuhkan ketika dan jika umat Katolik bersaksi bahwa mereka percaya gereja harus bergerak ke arah tertentu.
Sulitnya mereformasi gereja
Seorang paus tidak dapat begitu saja membalikkan posisi resmi yang ditekankan oleh pendahulunya. Secara praktis, dalam satu atau dua era kepausan, seorang paus akan tetap diam mengenai hal-hal yang kiranya perlu perubahan, karena ia perlu membatasi dirinya terhadap isu-isu tersebut.
Pada tahun 1864, Pius IX mengutuk proposisi[10] bahwa “Gereja harus dipisahkan dari Negara, dan Negara dari Gereja.” Baru pada tahun 1965—sekitar 100 tahun kemudian—Konsili Vatikan Kedua, dalam Deklarasi tentang Kebebasan Beragama, menegaskan[11] bahwa “pemerintah melakukan kesalahan ketika memaksa rakyatnya, dengan kekuatan atau cara lainnya yang menimbulkan ketakutan, untuk mengakui atau menolak agama apa pun. …”
Alasan utama kedua mengapa paus mungkin enggan membuat perubahan dari atas ke bawah adalah karena mereka tidak ingin bertindak seperti seorang diktator yang mengeluarkan perintah eksekutif dengan cara otoriter.
Oleh para pengkritiknya, Fransiskus dituduh bertindak seenaknya dengan memanfaatkan posisinya[12]—ini tentang Ekaristi bagi mereka yang menikah lagi tanpa pembatalan sebelumnya dan tentang berkat untuk pasangan gay. Namun, jika menekankan pada sinodalitas, kepausannya justru berlawanan dengan cara otoriter.
Secara khusus, ketika Sinode Amazon—yang diadakan di Roma pada Oktober 2019—memberikan suara 128-41 untuk mengizinkan imam menikah di wilayah Amazon Brasil, Fransiskus menolaknya[13] karena menurutnya saat itu bukan waktu yang tepat untuk melakukan perubahan signifikan semacam itu.
Doktrin masa lalu
Keyakinan bahwa paus harus merepresentasikan keimanan umat dan bukan sekadar pendapat pribadinya sendiri bukanlah wawasan baru dari Fransiskus.
Doktrin bahwa paus tidak berdaya[14], yang dideklarasikan pada Konsili Vatikan Pertama pada tahun 1870, menyatakan bahwa paus, di bawah kondisi tertentu, dapat merepresentasikan pendapat gereja tanpa kesalahan.
Namun, otoritas ini juga dibatasi, karena[15] paus harus berbicara bukan secara pribadi tetapi dalam kapasitas resminya sebagai kepala gereja; harus bebas dari paksaan dan dalam keadaan sehat pikiran; harus membahas masalah iman dan moral; dan harus merujuk pada dokumen-dokumen terkait dan Katolik lainnya sehingga apa yang dia ajarkan mewakili bukan hanya pendapat pribadinya tetapi iman gereja.
Doktrin Maria tentang Konsepsi Tak Bernoda dan Kenaikan memberikan contoh pentingnya konsultasi. Kandung Tak Bernoda, yang diumumkan oleh Paus Pius IX pada tahun 1854, adalah ajaran bahwa Maria, ibu Yesus, sendiri dilindungi dari dosa, noda yang diwarisi dari Adam yang diyakini oleh umat Katolik bahwa semua manusia lainnya dilahirkan sama, sejak saat konsepsinya[17]. Kenaikan Maria ke Surga, yang diumumkan oleh Pius XII pada tahun 1950, adalah doktrin bahwa Maria diangkat tubuh dan jiwanya ke surga pada akhir kehidupan duniawinya.
Dokumen-dokumen terkait doktrin tersebut menekankan bahwa para uskup gereja telah diuji dan bahwa keimanan umat telah diteguhkan.
Persatuan di atas segalanya
Salah satu tugas utama paus adalah melindungi persatuan Gereja Katolik. Di satu sisi, membuat banyak perubahan dengan cepat dapat menyebabkan skisma, yaitu perpecahan nyata dalam komunitas.
Pada tahun 2022, misalnya, Gereja Metodis Global terpisah dari Gereja Metodis Bersatu karena pandangan tentang pernikahan sesama jenis dan penahbisan uskup gay yang tidak selibat[18]. Telah terjadi berbagai perpecahan dalam komuni Anglikan dalam beberapa tahun terakhir[19]. Gereja Katolik menghadapi tantangan serupa tetapi sejauh ini telah berhasil menghindari perpecahan dengan membatasi perubahan yang dilakukan.
Di sisi lain, tidak melakukan perubahan yang mengikuti perkembangan positif dalam budaya terkait isu-isu seperti inklusi penuh perempuan atau martabat kaum gay dan lesbian dapat mengakibatkan keluarnya anggota dalam skala besar[20].
Menurut saya, Paus Leo XIV, perlu menjadi pemimpin spiritual, seorang visioner, yang dapat membangun warisan pendahulunya dengan cara yang dapat memenuhi tantangan saat ini.
Dia sudah menyatakan bahwa dia menginginkan gereja sinodal yang “dekat dengan orang-orang yang menderita[21],” yang mengindikasikan arah yang akan ia ambil.
Jika paus baru mampu memperbarui ajaran gereja tentang beberapa isu sensitif, itu akan tepat karena Fransiskus telah mempersiapkan panggung untuknya.
References
- ^ pemimpin baru Gereja Katolik Roma (www.cnn.com)
- ^ tidak benar-benar membolehkannya (apnews.com)
- ^ ia tidak melanjutkannya (www.americamagazine.org)
- ^ menawarkan Ekaristi (www.vatican.va)
- ^ mau memberkati pasangan gay (press.vatican.va)
- ^ cendekiawan yang telah mempelajari (udayton.edu)
- ^ proses yang disebut “sinodalitas (theconversation.com)
- ^ AP Photo/Gregorio Borgia (newsroom.ap.org)
- ^ bersama-sama menghadapi berbagai tantangan dunia modern (www.synod.va)
- ^ mengutuk proposisi (www.papalencyclicals.net)
- ^ menegaskan (www.vatican.va)
- ^ memanfaatkan posisinya (apnews.com)
- ^ Fransiskus menolaknya (www.cnn.com)
- ^ paus tidak berdaya (www.catholic.com)
- ^ Namun, otoritas ini juga dibatasi, karena (www.papalencyclicals.net)
- ^ Coast-to-Coast/Lizenzfrei/iStock / Getty Images Plus (www.gettyimages.ch)
- ^ saat konsepsinya (www.papalencyclicals.net)
- ^ penahbisan uskup gay yang tidak selibat (apnews.com)
- ^ komuni Anglikan dalam beberapa tahun terakhir (anglican.ink)
- ^ mengakibatkan keluarnya anggota dalam skala besar (www.pewresearch.org)
- ^ dekat dengan orang-orang yang menderita (www.thetablet.co.uk)
Authors: Dennis Doyle, Professor Emeritus of Religious Studies, University of Dayton