Riset: Bagaimana ekspresi adat menentukan arah politik lokal
- Written by Wasisto Raharjo Jati, Junior scientist, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)

● Pilkada menjadi ajang pertarungan harga diri suatu komunitas adat.
● Dalam budaya Suku Kajang di Sulawesi Selatan, tradisi tutur adalah alat komunikasi, edukasi, dan juga preferensi politik.
● Patronase masih kental bagi komunitas adat lokal ketika berurusan dengan politik praktis.
Pemilihan kepala daerah kerap menjadi ajang pertarungan harga diri suatu komunitas adat, mirip perang antarsuku zaman dahulu. Contohnya adalah di Papua[1], Kalimantan[2], dan Sumatra[3].
Inilah mengapa ekspresi politik lokal[4] berkaitan erat dengan adat istiadat yang berlaku di suatu daerah. Dalam politik di daerah, adat istiadat sangat memengaruhi dinamika dan arah politik[5].
Saya dengan tim dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melakukan riset di Sulawesi Selatan, khususnya komunitas adat Suku Kajang, sejak tahun 2024 silam.
Riset kami terkait Asian Ethnicity yang saat ini masih dalam proses review mencermati adanya kebangkitan adat istiadat dalam ekspresi politik lokal.
Suku Kajang bermukim di Kabupaten Bulukumba, sebuah kabupaten yang terletak di ujung selatan Pulau Sulawesi. Serupa dengan Badui di Banten, komunitas ini masih berupaya untuk tinggal di kawasan hutan adat.
Suku Kajang memiliki tradisi tutur atau lisan yang kuat oleh tetua adat. Tradisi ini sangat berpengaruh dalam memperkuat otoritas, baik di antara masyarakat adat maupun kelompok keagamaan.
Tahta tertinggi di lisan tetua adat
Masyarakat Suku Kajang masih mengandalkan tradisi tutur sebagai komunikasi, edukasi, dan juga preferensi politik.
Budaya lisan ini juga menjadi alat kontrol informasi agar masyarakat tidak terpengaruh nilai luar. Dalam upaya memperkuat pengaruh dan dominasi, masyarakat Suku Kajang mereproduksi, menyeleksi dan menyaring cerita-cerita lisan.
Read more: 75 tahun kemerdekaan Indonesia, Masyarakat Adat masih berjuang untuk kesetaraan[8]
Suku Kajang juga memasukkan unsur tradisi lisan dalam ritual. Ritual dengan unsur tradisi lisan memang merupakan medium penting untuk mengukuhkan struktur sosial dan otoritas dalam satu komunitas.
Tuturan, baik berbentuk dongeng, cerita lisan maupun nasihat, yang paling didengar oleh masyarakat adat ini biasanya adalah tetua adat atau pemimpin adat yang biasa mereka sebut Amma Toa. Tetua mempunyai otoritas sehingga ia dipercaya oleh masyarakat.
Artinya, pernyataan tetua adat dapat membentuk preferensi memilih. Dalam hal informasi soal pemilu, misalnya, mayoritas masyarakat adat kurang bisa mengakses informasi dari media sosial, bahkan dari media-media mainstream seperti televisi dan radio. Beberapa suku memang menerapkan aturan demikian dalam kawasan adat.
Karena itulah mereka mendengar informasi melalui lisan dari para galla (pemangku adat) yang berdiam di luar kawasan adat, atau disebut Ipantarang Embayya. Merekalah yang menjadi penghubung dalam menyampaikan berbagai informasi dan perkembangan politik yang sedang terjadi.
Read more: Kearifan lokal bantu masyarakat adat beradaptasi terhadap dampak krisis iklim[9]
Melalui tradisi tutur lisan, para anggota masyarakat adat ini setia dan menunggu arahan tetua adat. Mereka percaya bahwa arahan tetua ini adalah yang terbaik, entah itu urusan politik praktis maupun kesejahteraan masyarakat.
Lisan sebagai mesin suara
Berdasarkan riset kami, ketika Amma Toa sudah mendeklarasikan untuk mengarahkan dukungan ke kandidat atau partai tertentu, maka semua anggota wajib menaatinya tanpa kecuali.
Anggota Suku Kajang tidak hanya bersemangat mengikuti perhitungan suara untuk calon Presiden, tetapi juga perhitungan suara legislatif, terutama jika yang dihitung suaranya adalah DPRD Kabupaten.
Bila perlu, mereka akan memantau proses pemungutan suara di tingkat Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) untuk memastikan bahwa suara satu suku itu solid kepada kandidat tertentu sesuai arahan tetua.
Jika ditemukan adanya suara kurang/hilang, akan ada mekanisme adat untuk mencari siapa yang tidak taat pada arahan tetua.
Tidak hanya dalam Pemilu 2024, dalam Pemilu dan Pilkada sebelumnya antusiasme mereka terlibat cukup tinggi. Kajang memang terkenal cukup tinggi partisipasi dalam pemilu, yakni selalu di atas angka 70%. Tahun lalu, partisipasi pemilih mencapai 76,71%—menurut catatan KPU Bulukumba—dalam Pemilu Nasional Serentak 2024.
Bukan hanya terlibat dalam memberikan suara, beberapa orang-orang Tanah Toa ikut menjadi calon legislatif Kabupaten bahkan Provinsi.
Salah satu yang pernah terpilih sebagai anggota legislatif DPRD Bulukumba selama tiga periode adalah Kahar Muslim. Ia pernah menjabat Kepala Desa Tanah Toa.
Kahar Muslim juga pernah maju menjadi calon Wakil Bupati Bulukumba, tetapi gagal. Dalam Pemilu 2024 beberapa orang dari Tanah Toa juga maju menjadi calon legislatif, di antaranya adalah seorang perempuan anak dari Amma Toa sendiri.
Read more: Nasib masyarakat adat di Indonesia: terabaikan, termarginalisasi, tidak punya perlindungan hukum yang jelas[11]
Keterlibatan beberapa calon legislatif dari tokoh masyarakat Tanah Toa ataupun kerabatnya menunjukkan bahwa posisi tersebut masih sangat penting dalam politik elektoral.
Patronase di komunitas adat
Temuan kami sekaligus mengonfirmasi bahwa patronase masih cukup kental dalam masyarakat adat, khususnya ketika berurusan dengan politik praktis.
Kentalnya loyalitas suatu masyarakat adat membuat tetua bisa membangun patronase kepada warganya, baik itu lewat arahan maupun instruksi yang dibalut aturan adat.
Read more: Ilmu modern tidak mampu mengatasi kebakaran lahan; kita perlu belajar pada masyarakat adat[12]
Tak heran, berbagai kandidat berupaya secara praktis dan pragmatis untuk bisa kembali ke akar mereka masing-masing untuk bisa merangkul etnisnya sebagai mesin suara. Terlebih, suara masyarakat adat biasanya solid dalam kompetisi politik karena adanya kedekatan emosional—latar belakang identitas yang sama atau relasi kekeluargaan.
Fenomena ini juga sering kali berujung pada keluarga tetua adat maju dalam pilkada atau menjadi tim sukses pasangan calon tertentu. Tujuannya untuk mempermudah mendapatkan ceruk suara.
Read more: Apa itu pribumi?[13]
Selain itu, solidnya suara masyarakat adat dalam mendukung kandidat pilihan tetua juga dipicu oleh kekhawatiran bahwa kandidat yang beda secara adat dan darah akan menang dalam pilkada.
Dari adat, menjadi jalan politik
Di banyak daerah di Indonesia, adat telah berkembang menjadi semacam wadah nilai, norma, dan perilaku yang mengikat masyarakat baik langsung maupun tidak langsung. Ini termasuk dalam konteks politik.
Adanya loyalitas terhadap tanah kelahiran dan budaya lokal, serta kesamaan identitas, membuat adat istiadat menjadi “mesin politik” yang efektif dalam kompetisi seperti Pilkada.
Kandidat yang berasal dari satu adat yang sama, maupun yang dipilih oleh tetua adat setempat, diyakini mampu merepresentasikan secara simbolis aspirasi komunitas adat.
Ketika hubungan timbal balik itu diterjemahkan dalam ekspresi politik lokal, maka yang terlahir adalah mobilisasi suara yang solid dan juga dukungan massa yang masif dalam aktivitas kampanye.
Pada akhirnya, fenomena merangkul masyarakat adat dalam urusan politik praktis semacam pilkada seperti ini lebih bertujuan pragmatis, yaitu sebagai alat pendulang suara warga lokal.
Read more: Etnomedisin Suku Lio: Berkompromi di tengah kepungan pengobatan modern[15]
Bagi demokrasi Indonesia khususnya konteks lokal, adanya simbol adat yang digunakan dalam pilkada tentu memberi ikatan emosional akan kedekatan dengan kandidat. Namun sebenarnya, ikatan itu hanya sementara dan bukan untuk keberlangsungan nilai-nilai adat maupun masyarakat di dalamnya.
References
- ^ Papua (www.bbc.com)
- ^ Kalimantan (www.antaranews.com)
- ^ Sumatra (www.kompas.id)
- ^ ekspresi politik lokal (www.taylorfrancis.com)
- ^ memengaruhi dinamika dan arah politik (library.oapen.org)
- ^ Istiqamah.a/Wikimedia Commons (commons.wikimedia.org)
- ^ CC BY (creativecommons.org)
- ^ 75 tahun kemerdekaan Indonesia, Masyarakat Adat masih berjuang untuk kesetaraan (theconversation.com)
- ^ Kearifan lokal bantu masyarakat adat beradaptasi terhadap dampak krisis iklim (theconversation.com)
- ^ Sony Herdiana/Shutterstock (www.shutterstock.com)
- ^ Nasib masyarakat adat di Indonesia: terabaikan, termarginalisasi, tidak punya perlindungan hukum yang jelas (theconversation.com)
- ^ Ilmu modern tidak mampu mengatasi kebakaran lahan; kita perlu belajar pada masyarakat adat (theconversation.com)
- ^ Apa itu pribumi? (theconversation.com)
- ^ Sony Herdiana/Shutterstock (www.shutterstock.com)
- ^ Etnomedisin Suku Lio: Berkompromi di tengah kepungan pengobatan modern (theconversation.com)
Authors: Wasisto Raharjo Jati, Junior scientist, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)
Read more https://theconversation.com/riset-bagaimana-ekspresi-adat-menentukan-arah-politik-lokal-256623