Mau tinggal di mana saat tua nanti? Saatnya mempersiapkan diri jadi lansia mandiri
- Written by Ruth Meilianna, Peneliti, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)

● Mayoritas lansia di Indonesia tinggal bersama keluarganya di masa tua.
● Keberadaan orang tua yang tinggal bersama anak berpotensi menciptakan beban finansial dan emosional.
● Penting bagi kaum muda untuk mempersiapkan hari tua agar tak mewariskan beban finansial ke generasi berikutnya.
Pernahkah kamu memperhatikan orang lanjut usia (lansia) di sekitarmu?
Lansia merupakan salah satu kelompok rentan yang kualitas hidupnya perlu diperhatikan. Dengan siapa lansia tinggal, atau istilahnya “pengaturan tempat tinggal” (living arrangement), dapat menentukan kualitas hidup mereka.
Istilah “pengaturan tempat tinggal” secara sederhana menggambarkan dengan siapa seseorang tinggal. Istilah ini dapat berkaitan dengan hal lain seperti komposisi dan struktur rumah tangga dan kesejahteraan seseorang seperti dukungan sosial, dan manfaat yang diterima oleh seseorang.
Saat ini, mayoritas lansia ternyata masih lebih memilih untuk tinggal bersama keluarga, alih-alih tinggal di panti jompo maupun fasilitas lainnya. Ini secara langsung maupun tidak berkontribusi pada kesejahteraan fisik dan mental mereka.
Namun, secara tidak langsung, ketergantungan lansia pada keluarganya di masa tua mereka pun bisa menjadi beban generasi berikutnya. Maka dari itu, penting bagi generasi muda saat ini untuk mulai mempersiapkan diri menghadapi hari tua.
Tinggal bersama keluarga lebih baik?
Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023[2] mencatat, selama lebih dari lima tahun terakhir, sekitar 60% lansia hidup bersama keluarga, baik keluarga inti ataupun keluarga besar.
Lansia yang tinggal bersama keluarga[3] cenderung memiliki kualitas hidup yang lebih baik[4] dibandingkan dengan lansia yang hidup sendiri[5] atau hanya dengan pasangannya[6].
Ini karena mereka lebih mungkin mendapatkan dukungan emosional sehingga berdampak pada psikis mereka, yang pada akhirnya berdampak pada kesehatan lansia.
Selain itu, lansia juga bisa mendapatkan perawatan medis dan pemenuhan kebutuhan sehari-hari dari anak-anak dewasa mereka. Meskipun terkadang lansia juga bertanggung jawab menjaga dan merawat cucu mereka.
Data BPS[7] juga menunjukkan bahwa sekitar 82% rumah tangga lansia mendapatkan pembiayaan terbesar dari anggota rumah tangga yang bekerja.
Hanya sekitar 5% lansia[8] yang mendapatkan sumber pembiayaannya dari sumber lainnya seperti dana pensiun dan tabungan.
Read more: Pentingnya program pensiun sosial: Karena lansia adalah tanggung jawab negara, bukan hanya anak cucu[9]
Hal ini bisa menggambarkan bahwa mereka mendapatkan bantuan keuangan dan perawatan dari anak-anak mereka.
Di negara berkembang[10], termasuk India[11] dan Indonesia[12], persentase lansia yang hidup bersama keluarga biasanya lebih tinggi dibandingkan dengan negara maju seperti Jepang, Amerika Serikat (AS) dan Eropa Barat.
Budaya dan nilai-nilai yang dijunjung masyarakat menjadi salah satu faktor yang menyebabkan sebagian besar lansia di Indonesia hidup bersama beberapa generasi selanjutnya.
Budaya “balas budi” masih dijunjung tinggi, dan anak-anak dan kerabat memiliki tanggung jawab untuk menjaga orang tua.
Opsi panti jompo
Pada dasarnya lansia memiliki beberapa opsi untuk hidup dan tinggal selain dengan keluarganya. Panti jompo, misalnya, bisa menjadi opsi untuk menghabiskan masa tua.
Sayangnya, di masyarakat luas, opsi tinggal di panti jompo masih sering mendapat stigma negatif[14]. Banyak yang menganggap bahwa lansia yang tinggal di panti jompo adalah mereka yang ditelantarkan oleh keluarganya.
Padahal, tidak selamanya seperti itu. Panti jompo umumnya menyediakan fasilitas lengkap serta kegiatan sosial untuk menjaga kualitas hidup lansia. Semuanya dirancang untuk memenuhi kesejahteraan mental dan fisik para penghuninya.
Read more: Manfaat bekerja untuk lansia: bisakah dirasakan pekerja Indonesia?[15]
Bahkan, menurut studi[16], banyak lansia yang memilih tinggal di panti jompo atas keinginan sendiri. Ini karena, bagi mereka, panti jompo punya petugas dan perawat yang siap membantu.
Para lansia juga bisa beraktivitas, berteman, dan bertukar pikiran dengan yang usianya sepantaran, sehingga mereka tidak merasa kesepian.
Selain panti jompo, terdapat pula komunitas khusus lansia yang menawarkan hunian mandiri dengan fasilitas bersama, kegiatan sosial dan keamanan. Hunian ini sering disebut senior living community[18] atau retirement home. Namun, untuk tinggal di komunitas ini biasanya membutuhkan biaya yang lebih besar.
Beban generasi ‘sandwich’
Perubahan sosial, ekonomi, dan budaya dapat berpotensi mengubah kualitas hidup lansia di masa depan.
Di samping tekanan ekonomi, sebagian dari anak yang sudah bekerja perlu membiayai orang tua dan anak. Situasi ini melahirkan generasi sandwich[19]–mereka yang memiliki tanggung jawab menghidupi orang tua atau mertuanya, biasanya secara finansial.
Read more: Maraknya generasi _sandwich_: refleksi perlunya reformasi sistem pensiun di Indonesia[20]
Suka atau tidak, keberadaan orang tua yang tinggal bersama anak seringkali menciptakan beban finansial dan emosional[21].
Trauma sosial atas fenomena generasi sandwich kemudian membuat generasi muda zaman sekarang lebih menyadari pentingnya perencanaan masa tua supaya nantinya mereka lebih mandiri secara finansial.
Data menunjukkan bahwa saat ini banyak generasi muda, sekitar usia 18-25 tahun, memutuskan childfree[22] sehingga dapat menyiapkan dana pensiun, tabungan, dan investasi untuk menyiapkan masa depan mereka tanpa menyusahkan generasi berikutnya.
Bahkan mereka akan menyiapkan dan membangun jejaring sosial dan komunitas atau perawatan lansia.
Menjadi lansia yang berdaya
Meskipun tinggal bersama keluarga merupakan opsi yang baik, usaha kita untuk mempersiapkan kebutuhan hari tua juga penting agar tidak membebani generasi berikutnya.
Perencanaan keuangan[24] dan asuransi atau jaminan sosial merupakan hal yang penting bagi kita dalam mempersiapkan masa depan.
Kedua hal tersebut terbukti mengurangi kebutuhan lansia[25] untuk terus bekerja dan membantu mempersiapkan masa tua. Harapannya, kita bisa tetap memenuhi kebutuhan meski sudah berstatus lansia.
Edukasi mengenai keuangan dan kemandirian[26] juga penting untuk kita persiapkan agar generasi muda dapat mempersiapkan hari tua dengan baik tanpa membebani generasi berikutnya ataupun keluarga.
References
- ^ Bigc Studio/Shutterstock (www.shutterstock.com)
- ^ Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023 (bandungkab.bps.go.id)
- ^ tinggal bersama keluarga (ejournal.umkla.ac.id)
- ^ kualitas hidup yang lebih baik (repositori.uin-alauddin.ac.id)
- ^ hidup sendiri (www.aaem.pl)
- ^ hanya dengan pasangannya (www.ijcmph.com)
- ^ BPS (www.bps.go.id)
- ^ 5% lansia (bandungkab.bps.go.id)
- ^ Pentingnya program pensiun sosial: Karena lansia adalah tanggung jawab negara, bukan hanya anak cucu (theconversation.com)
- ^ Di negara berkembang (pubmed.ncbi.nlm.nih.gov)
- ^ India (www.un.org)
- ^ Indonesia (databoks.katadata.co.id)
- ^ Toa55/Shutterstock (www.shutterstock.com)
- ^ mendapat stigma negatif (www.klikdokter.com)
- ^ Manfaat bekerja untuk lansia: bisakah dirasakan pekerja Indonesia? (theconversation.com)
- ^ studi (repository.unissula.ac.id)
- ^ bayu pamungkas/Shutterstock (www.shutterstock.com)
- ^ senior living community (rukunseniorliving.com)
- ^ generasi sandwich (theconversation.com)
- ^ Maraknya generasi _sandwich_: refleksi perlunya reformasi sistem pensiun di Indonesia (theconversation.com)
- ^ beban finansial dan emosional (journal.uii.ac.id)
- ^ memutuskan childfree (bigdata.bps.go.id)
- ^ TimeImage Production/Shutterstock (www.shutterstock.com)
- ^ Perencanaan keuangan (scholarhub.ui.ac.id)
- ^ terbukti mengurangi kebutuhan lansia (repository.theprakarsa.org)
- ^ Edukasi mengenai keuangan dan kemandirian (ejournal.poltekesos.ac.id)
Authors: Ruth Meilianna, Peneliti, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)