Don't look Up! mengajarkan kita tentang ekonomi, banyak ilmu yang bermanfaat
- Written by Steven Hail, Adjunct Associate Professor, Torrens University Australia
Dalam film anyar produksi Netflix, Don’t Look Up[1], dua astronom yang diperankan oleh Jennifer Lawrence dan Leonardo DiCaprio mengidentifikasi komet raksasa yang tengah menuju bumi. Bersama-sama, mereka berusaha memperingatkan Presiden AS, yang diperankan oleh Meryl Streep, akan adanya potensi kepunahan yang terjadi jika komet tersebut menabrak Bumi. Harapannya, pemerintah dapat mengambil tindakan untuk menghindari bencana selagi masih ada waktu.
Upaya mereka ditumbangkan oleh kombinasi sinisme politik yang mementingkan diri sendiri, kepentingan bisnis miliarder, media yang berpihak, dan populasi yang dikondisikan untuk “tidak melihat ke atas”.
Situasi ini merupakan metafora yang menggambarkan ancaman aktual kerusakan iklim. Dalam dunia nyata, peringatan dan permohonan dari ahli iklim, ilmuwan, juru kampanye, ekonom ekologi dan lain-lain, diabaikan, diremehkan, dan kadang menjadi bahan ejekan mereka yang berkarir di dunia politik.
Setelah kebijakan ekonomi neoliberal[2] pro-pasar mendominasi dunia selama empat dekade, metafora tersebut dapat diperluas ke hampir semua tantangan yang membutuhkan respons serius, terutama jika melibatkan kepentingan pribadi yang berujung pada perolehan finansial.
Pelayanan publik tidak lagi memiliki kapasitas untuk menanggapi masalah, seperti perubahan iklim jangka panjang dan pandemi jangka pendek.
Kapasitas administratif dan pengambilan keputusan mereka telah dilucuti, seperti halnya peningkatan kapasitas dalam sistem kesehatan dan kemampuan negara untuk bereaksi terhadap gangguan pada rantai pasokan. Efisiensi dijadikan alasan utama, dengan mengenyampingkan efek samping yang menciptakan kerapuhan sosial dan berkontribusi terhadap ketidaksetaraan dan ekstremisme.
Hayek, Friedman, dan Buchanan membawa kita ke neoliberalisme
Neoliberalisme berasal dari buah pemikiran para ekonom Chicago School: Friedrich Hayek, Milton Friedman, dan James Buchanan.
Hayek[3], meskipun terkenal, memiliki pengaruh yang paling kecil dibanding dua pemikir lainnya. Ia mengkritisi ekonomi campuran berbasis pasar yang berada di bawah regulasi pemerintah sebagai langkah tak terelakkan menuju totalitarianisime.
Friedman[4], seperti Hayek, melihat adanya kebebasan dalam pajak rendah dan mengadvokasi privatisasi dan deregulasi. Friedmanlah yang berpendapat bahwa untuk menekan upah, banyak orang harus dibiarkan menganggur.
Buchanan[5], seperti Friedman, berpendapat bahwa politikus dan pegawai negeri dapat bertindak demi kepentingan mereka sendiri dengan mengorbankan masyarakat, dan bahwa hampir semua hal yang dilakukan oleh institusi negeri dapat dilakukan dengan lebih baik oleh sektor swasta.
Pada 1980-an, pemikiran ketiganya mengambil alih sisi konservatif politik di negara-negara berpenghasilan tinggi. Ide-ide mereka juga mengintimidasi orang-orang di sisi yang berseberangan, termasuk pemerintahan Partai Buruh Hawke-Keating di Australia dan para penerusnya. Pengaruh tersebut bertahan hingga hari ini.
Mazzucato, Kelton, dan Raworth ingin menantang sistem
Dalam bukunya Mission Economy[6], ekonom University College London Marianna Mazzucato membayangkan hubungan yang berbeda antara sektor publik dan swasta: pemerintah yang proaktif memecahkan masalah bekerja sama dengan sektor swasta untuk mengatasi, misalnya, perubahan iklim serta masalah dan peluang yang terkait dengan transisi cepat ke arah ekonomi berkelanjutan.
Hal ini memerlukan pembangunan kembali kapasitas publik serta pendekatan eksperimentasi dan pengambilan risiko pemerintah, yang tidak dilakukan selama 40 tahun terakhir.
Selaras dengan Mazzucato adalah ahli teori moneter modern Stephanie Kelton dan ekonom ekologi Kate Raworth.
Buku The Deficit Myth[7] yang ditulis oleh Kelton menjabarkan bagaimana sistem moneter modern bekerja dan mendobrak metafora pemerintah sebagai “rumah tangga” yang digunakan oleh penganut neoliberal untuk mendorong anggaran berimbang dan pemerintahan minimalis.
Kelton memaparkan bahwa normal bagi pemerintah untuk mengalami defisit. Defisit ini justru dapat mengantisipasi melonjaknya utang pihak swasta.
Pemerintah yang menciptakan mata uang mereka sendiri, seperti AS atau Australia, berada pada posisi yang tepat untuk mengarahkan sektor swasta untuk melayani publik.
Terlepas dari bagaimana Mazzucato dan Kelton membuka kembali diskusi tentang peran pemerintah dalam perekonomian ini, adalah buku yang ditulis oleh Raworth yang secara jelas mengidentifikasi tujuan yang seharusnya dikejar oleh pemerintah.
Buku berjudul Doughnut Economics[8] tersebut menetapkan kerangka kerja yang memberikan kesempatan kepada setiap orang untuk menikmati kehidupan yang aman, bermartabat, dan terhubung, sambil tetap menghormati sembilan batas lingkungan planet[9] yang merupakan prasyarat untuk pemeliharaan bumi.