Asian Spectator

Men's Weekly

.

Mengapa ambisi pariwisata Indonesia minim suara warga lokal?

  • Written by Robby Irfany Maqoma, Editor Lingkungan
Mengapa ambisi pariwisata Indonesia minim suara warga lokal?

Isu pentingnya pariwisata berkelanjutan[1] mencuat kala Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, mewacanakan kenaikan tarif masuk candi Borobudur di Magelang, Jawa Tengah, dari Rp 50 ribu menjadi sebesar Rp 750 ribu.

Sebelumnya, isu pariwisata berkelanjutan juga ramai pasca seorang pengguna Twitter menceritakan pengalaman wisatanya ke daerah Suku Baduy[2] di Lebak, Banten. Warganet kemudian memperdebatkan dampak pelancongan tersebut terhadap masyarakat setempat.

Topik ini diramaikan pendapat dari berbagai kalangan seputar perlunya melibatkan masyarakat ataupun pihak terkait lokasi wisata[3], pembatasan pengunjung, hingga ketimpangan akses pariwisata budaya[4].

Dalam episode SuarAkademia kali ini, kami berbincang dengan dosen pariwisata berkelanjutan dari Universitas Pancasila, Fahrurozy Darmawan.

Menurut dia, salah satu kunci membangun pariwisata berkelanjutan adalah pelibatan masyarakat ataupun pihak-pihak yang terkait langsung dengan destinasinya.

Inilah yang dianggap Rozy masih kurang dalam perencanaan pengelolaan pariwisata di Indonesia. Perencanaan pengembangan pariwisata masih berkutat pada target kunjungan wisatawan, infrastruktur perjalanan, ataupun potensi devisa.

Padahal, partisipasi warga penting karena pariwisata dapat mengubah struktur sosial masyarakat setempat. Apalagi saat ini, Rozy menganggap sektor pelancongan tengah booming (melesat) setelah relaksasi perjalanan pasca-pandemi, ditambah budaya viral di media sosial.

Selain terkait partisipasi, Rozy juga mengungkapkan perspektifnya seputar pembangunan infrastruktur dasar di kawasan pariwisata, program desa wisata pemerintah, ketimpangan akses sumber daya, keberlanjutan ekosistem, serta aspek yang perlu dibenahi dari penyelenggara jasa perjalanan.

Simak perbincangan selengkapnya dalam SuarAkademia - ngobrol seru isu terkini, bareng akademisi.

Authors: Robby Irfany Maqoma, Editor Lingkungan

Read more https://theconversation.com/mengapa-ambisi-pariwisata-indonesia-minim-suara-warga-lokal-184655

Magazine

Krisis legitimasi pejabat negara: Terpilih dalam pemilu, tapi gagal jaga kepercayaan rakyat

Pengendara motor melintasi alat kampanye untuk calon anggota legislatif nasional dan daerah jelang Pemilu 2024 di Bintaro, Tangerang Selatan, pada 29 Desember 2023.Gilangpnp/Shutterstock● Masyar...

Belajar dari pasangan Jawa dan Tionghoa: Strategi negosiasi untuk hubungan antar etnis

Pernikahan Antar Etnis antara Jawa dan TionghoaLipik Stock Media/Shuttershock● Pernikahan beda suku tak selalu kental dengan konflik antar etnis.● Pernikahan antar etnis justru menghasilka...

Diplomasi FOMO Prabowo: Simbolis, reaktif, berisiko mengancam legitimasi

Presiden Prabowo Subianto menghadiri BRICS Leaders Virtual Meeting dari kediaman pribadinya di Kertanegara, Jakarta Selatan, pada Senin, 8 September 2025.Cahyo/Biro Pers Sekretariat Presiden, CC BY ...