Asian Spectator

Men's Weekly

.

Mpox, AIDS, dan COVID-19 menunjukkan adanya tantangan promosi kesehatan ke kelompok tertentu tanpa memicu stigma

  • Written by Ken Ho, Assistant Professor of Infectious Diseases, University of Pittsburgh
Mpox, AIDS, dan COVID-19 menunjukkan adanya tantangan promosi kesehatan ke kelompok tertentu tanpa memicu stigma

Selama wabah penyakit menular, dokter dan pejabat kesehatan masyarakat bertugas memberikan panduan yang akurat tentang cara untuk tetap aman dan melindungi diri sendiri maupun orang-orang terdekat.

Namun, liputan media yang sensasional[1] dapat mendistorsi persepsi publik tentang infeksi baru yang muncul, termasuk dari mana asalnya dan bagaimana penyebarannya. Hal ini dapat menumbuhkan ketakutan dan stigma[2], terutama terhadap masyarakat yang sudah tidak mempercayai sistem perawatan kesehatan.

Stigma rasial dan seksual seputar cacar monyet (monkeypox)[3] inilah yang mendorong Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk mengganti nama penyakit menjadi mpox[4] pada November 2022. Meski ini adalah langkah ke arah yang benar, saya yakin masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk mengurangi stigma sekitar penyakit menular seperti mpox.

Saya adalah peneliti penyakit menular[5] yang mempelajari HIV, COVID-19, dan mpox. Selama pandemi COVID-19, saya adalah peneliti utama di University of Pittsburgh untuk survei nasional[6] untuk melihat bagaimana COVID-19 telah mempengaruhi berbagai komunitas.

Komunikasi kesehatan masyarakat yang efektif tidaklah mudah ketika pesan yang bertentangan datang dari berbagai penjuru, termasuk keluarga dan teman, anggota komunitas lain, atau internet. Namun, ada beberapa cara agar pejabat kesehatan masyarakat dapat membuat pesan mereka lebih inklusif sambil mengurangi stigma.

Posters promoting condom use reading
Menyesuaikan pesan kesehatan masyarakat ke kelompok sasaran dapat meningkatkan capaian. Chip Somodevilla/Getty Images[7]

Membuat pesan inklusif

Pesan kesehatan masyarakat yang inklusif dapat memotivasi masyarakat untuk membuat keputusan yang lebih baik mengenai kesehatan pribadi mereka dan kesehatan orang lain. Upaya ini sering kali melibatkan keterlibatan masyarakat yang paling terkena dampak wabah.

Sayangnya, karena komunitas ini sangat terpengaruh oleh infeksi dan cenderung mengalami beberapa bentuk ketidakadilan[8], mereka sering disalahkan oleh masyarakat karena menyebarkan penyakit.

COVID-19 mendorong peningkatan kejahatan rasial terkait pandemi terhadap komunitas Cina dan Asia lainnya[9] di Amerika Serikat. Survei UCLA 2022[10] menemukan bahwa 8% orang dewasa Asia-Amerika dan Kepulauan Pasifik di California mengalami insiden kebencian terkait COVID-19 .

Pesan kesehatan masyarakat yang efektif dapat berfokus pada fakta bahwa sementara infeksi pertama kali dapat mempengaruhi kelompok orang tertentu, infeksi sering kali menyebar ke kelompok lain[11] dan akhirnya mencakup seluruh komunitas.

Infeksi disebabkan oleh bakteri, virus, dan jamur. Mereka tidak membeda-bedakan berdasarkan ras, jenis kelamin atau orientasi seksual. Pesan yang berfokus pada patogen, bukan komunitas, dapat mengurangi stigma.

Pesan yang inklusif secara visual[12] juga cenderung melibatkan lebih banyak komunitas. Contohnya, orang-orang yang diwakili dalam poster dan selebaran, gambar di TV dan situs web, serta materi informasi lainnya berasal dari latar belakang yang berbeda. Ini mengirimkan pesan yang lebih terpadu bahwa apa yang mempengaruhi individu juga mempengaruhi komunitas yang lebih besar.

Menghindari kesalahan dan ketakutan

Banyak media, terutama di media sosial, menggunakan pesan berbasis rasa takut[13] untuk melaporkan penyakit menular. Meski hal ini dapat memperkuat perilaku protektif tertentu, seperti menggunakan kondom saat berhubungan seks, pesan ini juga dapat meningkatkan stres dan kecemasan.

Pesan berbasis rasa takut juga memperburuk stigma[14], yang mengarah pada peningkatan diskriminasi terhadap komunitas yang sudah rentan dan tidak percaya pada layanan kesehatan. Pada akhirnya, hal ini menurunkan minat pencarian perawatan kesehatan dan dapat memperburuk hasil kesehatan.

Menormalkan kesehatan seksual dapat membantu mengurangi stigma seputar infeksi menular seksual.

Pejabat kesehatan masyarakat sering menggunakan pesan berbasis rasa takut sebagai respons terhadap infeksi menular seksual, atau IMS, seperti HIV[15], chlamydia[16] dan kencing nanah[17]. Seks itu sendiri sangat distigmatisasi[18] oleh masyarakat. Saya telah menemukan bahwa beberapa pasien saya lebih memilih untuk menghindari tes dan pengobatan IMS ketimbang berurusan dengan rasa malu memiliki IMS[19].

Melakukan tes kesehatan seksual dan IMS secara rutin dan integral[20] sebagian bagian dari kesehatan dan kebugaran manusia merupakan langkah penting untuk mengurangi stigma. Demikian pula, pesan yang menormalkan tantangan yang dihadapi oleh orang yang berisiko terkena infeksi tertentu dapat membantu menghindari rasa malu.

Menyesuaikan pesan

Infeksi mempengaruhi orang-orang secara berbeda. COVID-19[21] mungkin membuat hidung tersumbat ringan untuk satu orang, tapi juga membuat orang lainnya dirawat di unit perawatan intensif yang terhubung ke ventilator selama berbulan-bulan. Pesan yang berfokus pada keberhasilan[22] intervensi medis dan kesehatan masyarakat yang menggema dengan masyarakat kemungkinan besar akan berhasil.

Kelompok yang berbeda memiliki risiko paparan yang berbeda pula. Pada 2022, mpox sangat mempengaruhi laki-laki gay dan biseksual. Salah satu alasannya terkait dengan cara penularan virus. Penelitian sebelumnya[23] menunjukkan bahwa mpox sebagian besar ditularkan melalui kontak kulit-ke-kulit yang dekat.

Namun, studi yang baru[24] mencoba mempertanyakan apakah wabah tersebut lebih didorong oleh penularan seksual.

Person passing poster with health information on mpox Wabah mpox 2022 sebagian besar menyerang laki-laki gay dan biseksual. Jonathan Wiggs/The Boston Globe via Getty Images[25]

Ada kontroversi[26] mengenai apakah pesan kesehatan masyarakat harus menyoroti hubungan seksual sebagai jalur penularan potensial. Pasalnya, sorotan tersebut berisiko memperburuk stigma terhadap laki-laki gay dan biseksual.

Namun, di sisi lain, jika tidak disebutkan, maka kelompok yang tergolong berisiko ini berpotensi terabaikan. Beberapa pihak berpendapat[27] bahwa upaya mempromosikan pesan bahwa mpox ditularkan melalui kontak dekat akan mencegah sumber daya dan intervensi menjangkau kelompok orang yang paling terkena dampak penyakit ini.

Satu ukuran tidak selalu cocok untuk semua pesan kesehatan masyarakat. Beberapa pesan mungkin diperlukan untuk kelompok orang yang berbeda berdasarkan risiko infeksi atau penyakit parah. Survei Pusat Pengendalian dan Infeksi Penyakit (CDC) AS pada Agustus 2022 menemukan bahwa 50% laki-laki gay dan biseksual[28] mengurangi hubungan seksual mereka sebagai tanggapan terhadap wabah mpox. Sejak akhir musim panas, tingkat mox telah menurun[29] dengan cepat, dan banyak ahli berpikir bahwa perubahan perilaku dan vaksinasi mungkin telah berkontribusi pada penurunan angka tersebut. Studi seperti ini semakin mendukung pentingnya terlibat langsung dengan masyarakat untuk mendorong perubahan perilaku yang sehat.

Pembawa pesan tepercaya

Ketidakpercayaan juga merupakan penghalang untuk pengiriman pesan yang efektif. Beberapa komunitas mungkin tidak mempercayai sistem medis dan perawatan kesehatan karena riwayat eksploitasi sebelumnya, seperti studi Tuskegee[30], di mana para peneliti mencegah peserta kulit hitam menerima pengobatan sifilis selama beberapa dekade pada pertengahan abad ke-20, dan ketakutan yang terus berlanjut akan penganiayaan.

Mengidentifikasi pejuang komunitas dan penyedia layanan kesehatan yang tepercaya – terutama yang tergabung dalam komunitas tersebut – untuk menyampaikan pesan kesehatan masyarakat dapat meningkatkan penerimaannya.

Satu studi tahun 2019[31], misalnya, menemukan bahwa laki-laki kulit hitam lebih cenderung menerima vaksin, saran medis, dan terlibat dalam layanan perawatan kesehatan jika mereka memiliki akses terhadap tenaga kesehatan berkulit hitam.

Menyampaikan pesan kesehatan masyarakat secara efektif adalah proses yang rumit dan menantang. Namun, upaya untuk berbicara dan mendengarkan komunitas yang paling terkena dampak wabah bisa membuat sebuah perbedaan.

References

  1. ^ liputan media yang sensasional (doi.org)
  2. ^ ketakutan dan stigma (doi.org)
  3. ^ Stigma rasial dan seksual seputar cacar monyet (monkeypox) (doi.org)
  4. ^ mengganti nama penyakit menjadi mpox (www.who.int)
  5. ^ peneliti penyakit menular (profiles.dom.pitt.edu)
  6. ^ survei nasional (www.coronaviruspreventionnetwork.org)
  7. ^ Chip Somodevilla/Getty Images (www.gettyimages.com)
  8. ^ mengalami beberapa bentuk ketidakadilan (www.ama-assn.org)
  9. ^ komunitas Cina dan Asia lainnya (doi.org)
  10. ^ Survei UCLA 2022 (healthpolicy.ucla.edu)
  11. ^ menyebar ke kelompok lain (doi.org)
  12. ^ Pesan yang inklusif secara visual (www.cdc.gov)
  13. ^ pesan berbasis rasa takut (theconversation.com)
  14. ^ memperburuk stigma (dx.doi.org)
  15. ^ HIV (doi.org)
  16. ^ chlamydia (dx.doi.org)
  17. ^ kencing nanah (doi.org)
  18. ^ sangat distigmatisasi (magazine.jhsph.edu)
  19. ^ rasa malu memiliki IMS (www.verywellhealth.com)
  20. ^ secara rutin dan integral (doi.org)
  21. ^ COVID-19 (www.cdc.gov)
  22. ^ berfokus pada keberhasilan (www.hsph.harvard.edu)
  23. ^ Penelitian sebelumnya (www.cdc.gov)
  24. ^ studi yang baru (www.nbcnews.com)
  25. ^ Jonathan Wiggs/The Boston Globe via Getty Images (www.gettyimages.com)
  26. ^ kontroversi (www.npr.org)
  27. ^ Beberapa pihak berpendapat (www.scientificamerican.com)
  28. ^ 50% laki-laki gay dan biseksual (dx.doi.org)
  29. ^ tingkat mox telah menurun (www.npr.org)
  30. ^ studi Tuskegee (www.mcgill.ca)
  31. ^ studi tahun 2019 (doi.org)

Authors: Ken Ho, Assistant Professor of Infectious Diseases, University of Pittsburgh

Read more https://theconversation.com/mpox-aids-dan-covid-19-menunjukkan-adanya-tantangan-promosi-kesehatan-ke-kelompok-tertentu-tanpa-memicu-stigma-196748

Magazine

Terjebak budaya sungkan: Enggan komplain bisa menghambat perbaikan pelayanan publik

Sejumlah orang sedang menunggu antrean di ruangan di suatu fasilitas pelayanan publik di Jakarta. Zulkarnain.B/Shutterstock● Masih banyak masyarakat enggan komplain karena budaya sungkan dan tid...

Kamu nyaman curhat dengan AI? Hati-hati kena gangguan mental

Seorang perempuan sedang duduk sambil curhat dengan robot humanoid AI di sebuah ruang tamu.VesnaArt/Shutterstock● Kaum muda kini sering menjadikan ‘chatbot’ AI sebagai teman curhat.&...

Cemas saat berulang tahun? Simak tip psikolog untuk hadapi ‘birthday blues’

DavideAngelini/ShutterstockUlang tahun biasanya jadi momen membahagiakan penuh dengan tawa, perayaan, dan hadiah. Namun, tak jarang menjelang ulang tahun, kita justru merasa sedih.Ulang tahun dapat me...