Bagaimana TikTok menjadi ladang subur berkembangnya ujaran kebencian di pemilu Malaysia
- Written by Nuurrianti Jalli, Assistant Professor of Communication Studies College of Arts and Sciences Department of Languages, Literature, and Communication Studies, Northern State University
Ujaran kebencian (hate speech) di media sosial merupakan masalah besar di berbagai wilayah di dunia, termasuk di Asia Tenggara.
Ujaran kebencian didefinisikan sebagai ekspresi untuk mendiskriminasi, menghina, merendahkan, atau memprovokasi kekerasan terhadap individu atau kelompok berdasarkan ras, etnis, agama, jenis kelamin, orientasi seksual, dan kewarganegaraan, atau lainnya.
Di Asia Tenggara, TikTok telah menjadi tempat berkembang biaknya ujaran kebencian. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa TikTok telah digunakan untuk menyebarkan bahasa rasis[1], seksis, dan homofobik[2].
TikTok memiliki kebijakan untuk mengendalikan ujaran kebencian dan disinformasi, tapi konten semacam itu tetap ada dan memperparah masalah ujaran kebencian di wilayah tersebut.
Penelitian terbaru saya; yang muncul di salah satu bab buku yang akan diterbitkan oleh Ateneo Policy Center Universitas Ataneo Filipina pada Januari, 2024; dengan fokus utama pada pemilihan umum ke-15 Malaysia yang diselenggarakan tahun lalu, menunjukkan pola yang sama.
Pemilu di Malaysia
Penduduk Malaysia beragam dari berbagai etnis dan agama yang terkadang menyebabkan ketegangan dan konflik.
Sepanjang sejarah, pemilihan umum Malaysia sering kali dirusak oleh ujaran kebencian dan propaganda[3].
Demetrius Adyatma Pangestu dari Universitas Bina Nusantara menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris
References^ rasis (www.tandfonline.com)^ seksis, dan homofobik (www.tandfonline.com)^ Malaysia sering kali dirusak oleh ujaran kebencian dan propaganda (koreascience.kr)^ CC BY (creativecommons.org)^ ancaman besar bagi kerukunan dan keamanan nasional (www.arabnews.com)^ teknologi dan popularitas media sosial (www.brookings.edu)^ anak berusia 18 tahun untuk memilih (www.iseas.edu.sg)^ menemukan 373 video yang mengandung narasi kebencian dan propaganda (says.com)^ @125cc_madi (www.tiktok.com)^ 16.000 kali, memperlihatkan para pendukung DAP yang mengkritik PAS yang beragama Islam sebagai “ulama Muslim yang bodoh (www.tiktok.com)^ @muhdasyari6 (www.tiktok.com)^ adalah sebuah partai politik rasis yang berusaha menghilangkan hak-hak khusus orang Melayu (www.google.com)^ konten kontroversial (www.tiktok.com)^ @tengkushafik1 (www.tiktok.com)^ Haram Umat Melayu Islam undi PH (Pakatan Harapan) (www.tiktok.com)^ @Hussen_Zulkarai (www.tiktok.com)^ konflik tahun 1969 antara komunitas Melayu dan Cina di Kuala Lumpur yang dipicu oleh unjuk rasa yang memprotes hasil pemilu (www.tandfonline.com)^ TikTok memicu kemarahan di antara warga Malaysia selama pemilu terakhir (www.thevibes.com)^ Ketika Malaysia menghadapi parlemen menggantung untuk pertama kalinya (www.cnn.com)^ Pihak berwenang Malaysia menghubungi TikTok (www.reuters.com)^ terutama karena maraknya konten #13Mei (www.reuters.com)^ sistem otomatis TikTok telah memblokir ribuan video (www.thestar.com.my)^ kemitraan berbayar untuk konten politik selama pemilu Malaysia (www.therakyatpost.com)^ ujaran kebencian (www.tiktok.com)^ disinformasi dan misinformasi (newsroom.tiktok.com)Authors: Nuurrianti Jalli, Assistant Professor of Communication Studies College of Arts and Sciences Department of Languages, Literature, and Communication Studies, Northern State University 



