Hampir 40% laki-laki bermasalah dengan citra tubuhnya, tetapi mereka sulit mendapatkan dukungan
- Written by Viren Swami, Professor of Social Psychology, Anglia Ruskin University
Gitaris utama The Vamps, James Brittain-McVey, pernah berbicara[1] tentang tekanan yang dia alami dengan citra tubuhnya. Tekanan-tekanan ini, yang mulai ia rasakan sejak remaja, membuatnya menjalani sedot lemak pada usia 20 tahun.
Berbicara kepada komite parlemen[2] tentang citra tubuh dan kesehatan mental, dia mengatakan dirinya telah berjuang melawan anoreksia sejak masih remaja dan hingga kini masih merasakan tekanan untuk “terlihat sesuai standar tertentu”.
Brittain-McVey tidak sendirian dalam perjuangannya atas citra tubuh. Diperkirakan antara 30% dan 40% laki-laki[3] merasa cemas dengan berat badan mereka, dan 85%[4] merasa tidak puas dengan otot mereka. Banyak laki-laki menginginkan tubuh yang ramping dan berotot[5]-yang sering diidentikan dengan maskulinitas[6].
Tanpa dukungan yang tepat, masalah citra tubuh dapat berdampak besar[7] pada kesehatan fisik dan mental. Namun, banyak laki-laki yang ragu untuk bersuara tentang masalah citra tubuh mereka, sebagian besar karena stigma yang melekat pada laki-laki[8].
Brittain-McVey juga menyoroti dalam diskusinya dengan anggota parlemen tentang kurangnya dukungan untuk laki-laki muda yang mengalami masalah citra tubuh, yang selanjutnya dapat memperburuk kesehatan mental mereka yang tengah berjuang.
Masalah kesehatan mental
Citra tubuh yang negatif lebih dari sekadar tidak menyukai penampilan tubuh-dampaknya bisa lebih parah. Penelitian menunjukkan[9] bahwa, pada laki-laki, masalah citra tubuh berkaitan dengan harga diri dan kepuasan hidup yang lebih rendah, serta kurangnya rasa percaya diri.
Masalah citra tubuh juga dapat menyebabkan sejumlah masalah kesehatan mental, seperti kecemasan dan depresi yang parah[10]. Diperkirakan sekitar satu dari 10 laki-laki[11] pernah mengalami pikiran dan perasaan ingin bunuh diri dan 4% sengaja melukai diri sendiri karena masalah citra tubuh mereka.
wavebreakmedia/ Shutterstock[12]Masalah citra tubuh juga dapat menyebabkan gangguan makan[13] dan dysmorphia otot[14]-ambisi untuk memiliki otot. Kecanduan olahraga[15]-keinginan untuk terus-menerus melakukan aktivitas fisik[16]-juga menjadi konsekuensi dari citra tubuh yang negatif.
Hal ini tidak hanya dapat menyebabkan kelelahan dan cedera, tetapi juga dapat menyebabkan kesejahteraan psikologis yang lebih buruk[17] dan meningkatkan risiko terkena gangguan makan[18]. Hal ini juga dapat berdampak buruk pada kehidupan sosial dan pekerjaan seseorang, dan dapat menyebabkan perilaku tidak sehat lainnya, seperti menyalahgunakan steroid anabolik[19] untuk membentuk otot.
Kekhawatiran ini kemungkinan besar semakin memburuk selama pandemi. Dalam sebuah penelitian terbaru[20], saya dan rekan-rekan saya menunjukkan bahwa stres dan kecemasan terkait pandemi terkait dengan ketidakpuasan laki-laki terhadap berat badan dan otot mereka.
Pengaruh media
Banyak ahli berpendapat bahwa peningkatan jumlah laki-laki yang berjuang dengan citra tubuh yang negatif disebabkan oleh pengaruh media massa[21].
Laki-laki sering membandingkan diri mereka dengan model yang sangat berotot atau ramping yang mereka lihat di film laga dan majalah kesehatan dan kebugaran. Perbandingan yang biasanya tidak realistis[22] ini kemudian meningkatkan kemungkinan mengalami masalah berat badan dan otot.
Bahkan, ulasan penelitian[23] telah menunjukkan bahwa ketika laki-laki terpapar dengan penggambaran penampilan “ideal” di media massa, mereka akhirnya merasa lebih buruk[24] tentang tubuh mereka sendiri.
Media sosial hanya memperburuk masalah ini[25]. Aplikasi seperti Instagram penuh dengan unggahan[26] yang menampilkan laki-laki berotot dan bertubuh ramping, dan unggahan tersebut sering kali mendapatkan jumlah like dan komentar yang sangat tinggi.
Tidak mengherankan, bukti ulasan[27] telah menemukan bahwa laki-laki yang sering terlibat dengan unggahan media sosial semacam ini cenderung memiliki citra tubuh yang lebih negatif.
Namun, terkadang mudah untuk terlalu menekankan pentingnya media sosial-atau media massa apa pun, dalam hal ini-pada citra tubuh laki-laki.
Beberapa penelitian[28] telah menunjukkan bahwa hubungan antara paparan media dan citra tubuh negatif mungkin sangat lemah pada laki-laki. Sebaliknya, ada kemungkinan bahwa sumber lainnya, seperti media massa, orang tua, teman sebaya, turut berkontribusi[29] terhadap citra tubuh negatif pada laki-laki.
Mendapatkan bantuan terhadap masalah citra tubuh
Masalah citra tubuh sering dipandang sebagai masalah yang secara tidak proporsional memengaruhi perempuan[30], sehingga membuat banyak laki-laki enggan untuk berbicara[31] tentang masalah mereka dengan teman dan keluarga atau mencari bantuan profesional.
Meskipun laki-laki semakin didorong untuk berbicara tentang kesehatan mental mereka, bersikap terbuka tentang masalah citra tubuh masih terasa sulit, terutama jika laki-laki khawatir tentang tampil “tidak maskulin”[32] atau stigma dan diremehkan oleh orang lain.
Layanan kesehatan dapat berperan penting dalam membantu laki-laki menerima bantuan yang mereka butuhkan, tetapi para profesional kesehatan sering kali ragu-ragu[33] untuk menangani masalah citra tubuh pada laki-laki karena kurangnya pengetahuan, waktu dan sumber daya yang terbatas, serta pelatihan dan pedoman yang tidak memadai tentang cara membantu laki-laki.
Bahkan ketika laki-laki mencari bantuan, mereka terkadang ditolak atau tidak ditanggapi dengan serius[34] karena citra tubuh yang negatif dianggap sebagai “penyakit perempuan”.
Namun, ketika laki-laki dapat mengakses jalur perawatan kesehatan yang diinginkan untuk masalah citra tubuh, mereka sering kali merespons dengan baik[35] terhadap pengobatan.
Meningkatkan kesadaran secara lebih luas di masyarakat tentang citra tubuh negatif pada pria juga sangat penting. Semakin banyak laki-laki yang membuka diri tentang masalah citra tubuh mereka, termasuk selebriti lain seperti pembawa acara James Corden[36] dan aktor Sebastian Stan[37].
Membawa kesadaran yang lebih besar pada fakta bahwa banyak laki-laki berjuang dengan citra tubuh adalah salah satu cara untuk menormalkan pengalaman tersebut dan membantu laki-laki untuk mengenali gejala dan mencari bantuan sebelum pengalaman mereka menjadi melemahkan.
Rahma Sekar Andini dari Universitas Negeri Malang menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris
References
- ^ berbicara (www.bbc.co.uk)
- ^ komite parlemen (committees.parliament.uk)
- ^ antara 30% dan 40% laki-laki (www.sciencedirect.com)
- ^ 85% (www.liebertpub.com)
- ^ ramping dan berotot (psycnet.apa.org)
- ^ maskulinitas (psycnet.apa.org)
- ^ berdampak besar (onlinelibrary.wiley.com)
- ^ stigma yang melekat pada laki-laki (onlinelibrary.wiley.com)
- ^ Penelitian menunjukkan (www.proquest.com)
- ^ kecemasan dan depresi yang parah (journals.plos.org)
- ^ satu dari 10 laki-laki (www.mentalhealth.org.uk)
- ^ wavebreakmedia/ Shutterstock (www.shutterstock.com)
- ^ gangguan makan (www.ncbi.nlm.nih.gov)
- ^ dysmorphia otot (www.cambridge.org)
- ^ Kecanduan olahraga (theconversation.com)
- ^ keinginan untuk terus-menerus melakukan aktivitas fisik (idp.springer.com)
- ^ kesejahteraan psikologis yang lebih buruk (journals.lww.com)
- ^ gangguan makan (drive.google.com)
- ^ steroid anabolik (www.karger.com)
- ^ penelitian terbaru (www.sciencedirect.com)
- ^ media massa (link.springer.com)
- ^ biasanya tidak realistis (www.sciencedirect.com)
- ^ ulasan penelitian (guilfordjournals.com)
- ^ merasa lebih buruk (guilfordjournals.com)
- ^ memperburuk masalah ini (link.springer.com)
- ^ penuh dengan unggahan (www.liebertpub.com)
- ^ bukti ulasan (www.sciencedirect.com)
- ^ Beberapa penelitian (psycnet.apa.org)
- ^ turut berkontribusi (link.springer.com)
- ^ secara tidak proporsional memengaruhi perempuan (www.tandfonline.com)
- ^ enggan untuk berbicara (bmjopen.bmj.com)
- ^ tampil “tidak maskulin” (psycnet.apa.org)
- ^ sering kali ragu-ragu (jeatdisord.biomedcentral.com)
- ^ tidak ditanggapi dengan serius (bmjopen.bmj.com)
- ^ merespons dengan baik (bmjopen.bmj.com)
- ^ James Corden (www.bbc.co.uk)
- ^ aktor Sebastian Stan (www.image.ie)
Authors: Viren Swami, Professor of Social Psychology, Anglia Ruskin University