Asian Spectator

The Times Real Estate

.

Klub baca, ‘meeting point’ anak muda yang bantu rawat budaya literasi

  • Written by Elga Ahmad Prayoga, Doctorant, Université de Genève
Klub baca, ‘meeting point’ anak muda yang bantu rawat budaya literasi

● Klub baca di Indonesia kini berkembang menjadi ruang sosial yang terbuka, menyenangkan, dan bebas tekanan.

● Variasi bentuk dan gaya membaca bersama mencerminkan keberagaman preferensi anggota klub.

● Media sosial memperluas jangkauan klub baca dan mengubah membaca menjadi kegiatan kolektif yang relevan.

“Berawal dari obrolan spontan di X soal baca bareng di taman kota Bandung, kami—yang awalnya tak saling kenal—akhirnya bertemu. Lalu Literasa pun terbentuk jadi komunitas baca yang terbuka bagi semua orang”, ungkap Ana dan Putrifa Wirahayu dari Literasa Book Club[1].

Setidaknya sejak 2023[2], klub baca semakin populer di kalangan anak muda. Tak hanya di rumah dan di perpustakaan, mereka membaca sambil berkumpul di mana saja: virtual, kafe, atau bahkan taman kota[3].

Keberadaan klub baca menjawab adanya kebutuhan akan kebersamaan membaca di ruang publik sekaligus berkontribusi pada literasi melalui komunitas yang ramah dan terbuka untuk siapa saja.

Mengapa klub baca?

Generasi Z, Zilenial, dan Milenial menciptakan klub baca mereka sendiri atau bergabung dengan perkumpulan yang telah terbentuk. Bukan hanya untuk membaca, klub ini juga menjadi ruang pertemuan untuk berbagai kegiatan lain seperti diskusi, resensi, tukar buku, berjejaring, hingga makan-makan.

Selain itu, survei Eventbrite[4] mengungkap bahwa persahabatan di kalangan generasi muda banyak terjalin berkat pertemuan-pertemuan yang rutin diselenggarakan dalam kegiatan komunitas, termasuk klub baca.

Ini seperti alasan Nathalie Indry dari Perempuan Baca[5]: “(Saya) ingin berkumpul untuk berdiskusi tentang tema kehidupan dan mencari sahabat baru melalui membaca buku”.

Gaji tak kunjung naik. Promosi mesti pindah perusahaan. Skripsi belum juga ACC. Diet ketat, berat badan tak turun juga. Lingkungan kerja toxic, bosnya narsistik. Gaji bulan ini mesti dibagi untuk orang tua dan anak. Mau sustainable living, ongkosnya mahal. Notifikasi kantor berdenting hingga tengah malam. Generasi Zilenials hidup di tengah disrupsi teknologi, persaingan ketat, dan kerusakan lingkungan. Simak ‘Lika Liku Zilenial’ mengupas tuntas permasalahanmu berdasar riset dan saran pakar. Namun, ada juga beberapa klub baca yang hanya menawarkan sesi membaca senyap (tanpa suara)[6]. Tujuannya untuk memberikan ruang pada mereka yang kurang nyaman membaca nyaring atau mengobrol, seperti cerita Hestia Istiviani dari komunitas Baca Bareng Silent Book Club[7]: “Idenya bermula dari rasa ingin ditemani membaca di ruang publik tanpa diskusi atau mengobrol”. Pernyataan Balebat Buana Puspa dari klub Baca di Bandung[8] mendukung hal ini: “Kami ingin mempertahankan esensi dari membaca sebagai aktivitas yang memberikan pleasure tanpa menambah pressure”. Klub baca di Indonesia Berdasarkan pendataan yang saya lakukan, sebuah klub baca dihadiri oleh 12—130 orang. Rata-rata anggotanya berada pada rentang usia 13—25 tahun (42,43% Gen Z), 26—30 tahun (33,86% Gen Zilenial), dan 31—44 tahun (17,43% Gen Y/Milenial). Meskipun jumlahnya sangat sedikit, usia 45—60 tahun (5,00% Gen X), di bawah 13 tahun (1,14% Gen Alpha) dan di atas 60 tahun (0,14% Baby Boomer) turut pula berpartisipasi dalam beberapa sesi klub baca.
Komposisi partisipan klub baca di Indonesia. Elga Ahmad Prayoga

Umumnya, klub-klub baca tidak memberlakukan mekanisme pendaftaran formal, iuran, kewajiban untuk terus hadir, dan aturan keanggotaan lain yang mengikat. Durasi pertemuan klub baca bisa berlangsung hingga dua atau tiga jam.

Semua orang yang tertarik boleh datang langsung dan mengikuti sesi baca, tentunya sambil membawa buku. Namun, ada pula klub baca yang diperuntukkan bagi kalangan tertentu saja, misalnya Perempuan Baca yang hanya bisa diikuti oleh partisipan perempuan.

Beberapa komunitas kadang-kadang menetapkan tema bacaan tertentu untuk setiap sesi agar sesuai dengan momen atau tema khusus. Sementara itu, klub Baca Budaya Asia[9] secara khusus membatasi pilihan bukunya pada karya-karya bertema Asia atau dari penulis Asia.

Aktivitas membaca buku dalam konteks klub baca luring umumnya terdiri dari membaca senyap dan membaca nyaring (reading aloud)[10] atau membaca teks dengan bersuara.

Sementara Baca Buku Bareng Online[11] tidak mengadakan sesi membaca sama sekali. Para peserta langsung berbagi pengalaman membaca mereka dari buku yang sudah atau sedang dibaca. Lisa dari klub ini memaparkan: “Setelah perkenalan, dilanjutkan sharing bacaan dan ditutup dengan obrolan hangat. Kadang juga ada game”.

Hampir keseluruhan peserta klub baca lebih memilih membawa buku cetak ketimbang versi elektronik dan audio. Ini sejalan dengan survei Good Stats[12] yang menunjukkan sekitar 79% pembaca Indonesia menjadikan buku fisik sebagai format utama.

Literasi di tengah gempuran media sosial

Kehadiran berbagai klub baca di Indonesia membawa angin segar bagi upaya peningkatan literasi. Media sosial yang sering dianggap sebagai penyebab menurunnya minat baca[13] justru ikut memopulerkan tren klub ini[14]. Melalui tanda pagar (tagar) tertentu di media sosial, seperti #BookTok dan #Bookstagram, para pencinta buku di seluruh dunia saling terhubung dan berinteraksi.

Sepanjang bulan Ramadan, misalnya, tagar #NgabubuRead[15]—kependekan dari “Ngabuburit” dan “Read” (Bahasa Inggris: “Membaca”)—ramai tersebar di media sosial. Tagar ini kebanyakan berisi konten yang mengajak warganet Indonesia untuk membaca buku sambil menunggu waktu berbuka puasa.

Melalui unggahan foto atau video pendek, komunitas pengguna tagar-tagar tersebut mengupas isi buku tanpa memberikan spoiler (bocoran), melakukan kritik sastra, membahas kesulitan membaca, dan kesamaan minat lainnya.

Dua Lipa[16]—penyanyi, pengarang lagu, model, dan aktris berdarah Inggris-Albania—adalah salah satu selebritas yang membuat klub bacanya sendiri yang bernama Service 95. Melalui laman web Service 95.com[17] dan Instagram @service95[18], dia merekomendasikan buku yang ia baca setiap bulan.

Dua Lipa berbincang dengan Max Porter, penulis buku “Grief is the thing with feathers”

Dua Lipa serta fenomena #BookTok, #Bookstagram, dan #NgabubuRead adalah bukti bahwa platform digital juga mampu berperan dalam mendukung dan mempromosikan budaya baca. Ini menegaskan perlunya mengubah pola pikir dan cara pandang masyarakat agar stigma dan norma sosial[19] bisa menjadi lebih ramah bagi kegiatan membaca.

Read more: Kemampuan menulis dan berhitung pelajar Indonesia mengkhawatirkan: Apa yang salah?[20]

Penulis menyampaikan terima kasih kepada Desca Angelianawati, Nathalie Indry, Shafa Aulia, Diah Adawiah, Balebat Buana Puspa, Hestia Istiviani, Putrifa Wirahayu, Ana, dan Lisa—para pendiri klub baca Indonesia yang disebutkan dalam artikel ini—atas kontribusinya sebagai responden.

References

  1. ^ Literasa Book Club (www.instagram.com)
  2. ^ Setidaknya sejak 2023 (magdalene.co)
  3. ^ taman kota (www.tempo.co)
  4. ^ survei Eventbrite (www.eventbrite.com)
  5. ^ Perempuan Baca (www.instagram.com)
  6. ^ membaca senyap (tanpa suara) (www.aare.edu.au)
  7. ^ Baca Bareng Silent Book Club (www.instagram.com)
  8. ^ Baca di Bandung (www.instagram.com)
  9. ^ Baca Budaya Asia (www.instagram.com)
  10. ^ membaca nyaring (reading aloud) (doi.org)
  11. ^ Baca Buku Bareng Online (www.instagram.com)
  12. ^ Good Stats (data.goodstats.id)
  13. ^ penyebab menurunnya minat baca (blog.elga-ahmad.com)
  14. ^ memopulerkan tren klub ini (doi.org)
  15. ^ #NgabubuRead (www.instagram.com)
  16. ^ Dua Lipa (www.dualipa.com)
  17. ^ Service 95.com (www.service95.com)
  18. ^ @service95 (www.instagram.com)
  19. ^ stigma dan norma sosial (theconversation.com)
  20. ^ Kemampuan menulis dan berhitung pelajar Indonesia mengkhawatirkan: Apa yang salah? (theconversation.com)

Authors: Elga Ahmad Prayoga, Doctorant, Université de Genève

Read more https://theconversation.com/klub-baca-meeting-point-anak-muda-yang-bantu-rawat-budaya-literasi-254810

Magazine

Dari piring, melawan perubahan iklim

● Pola makan berbasis nabati bisa mengurangi jejak karbon dan emisi gas rumah kaca● Kesadaran Milenial dan Gen Z semakin meningkat mengenai dampak makanan terhadap kesehatan dan lingkunga...

Klub baca, ‘meeting point’ anak muda yang bantu rawat budaya literasi

● Klub baca di Indonesia kini berkembang menjadi ruang sosial yang terbuka, menyenangkan, dan bebas tekanan. ● Variasi bentuk dan gaya membaca bersama mencerminkan keberagaman preferensi a...

Apakah kita mampu beli ‘tiny house’ kalau enggak beli kopi?

Ilustrasi tiny houseifd_Photography/Pixabay, CC BY-NC● Harga rumah melangit membuat Gen Z tak mampu membeli hunian. ● ‘Tiny house populer’, tapi terhalang kelayakan dan jarak d...