Ternyata mentraktir teman bisa tingkatkan kebahagian kita
- Written by Aimee E. Smith, Postdoctoral Research Fellow in the Net Zero Observatory, The University of Queensland

Dalam momen-momen atau acara bersama sering muncul pertanyaan tentang siapa yang harus menalangi lebih dahulu. Misal ketika janjian nonton bioskop, teater, atau pergi ke taman bermain. Proses ini kerap jadi momen unik tersendiri sebelum kesenangan benar-benar dimulai.
Mengatur persoalan pembayaran (split bill) dengan orang lain—baik rekan kerja, teman dekat, atau kenalan baru—bisa jadi rumit[1] dan mengganggu dinamika sosial dan pribadi.
Riset terbaru kami[2], yang diterbitkan dalam jurnal Psychology and Marketing, menunjukkan bahwa caramu membagi biaya di muka dapat memberikan beberapa dampak mengejutkan.
Dalam beberapa kasus, meskipun rekening bankmu terkuras, menanggung seluruh biaya untuk diri sendiri dan orang lain justru dapat membuatmu lebih bahagia.
Namun, tentu hal ini tidak mutlak terjadi. Sebab, ada perbedaan norma dan ekspektasi dari masing-masing individu dalam setiap hubungan.
Dorongan ekonomi untuk pengalaman
Secara psikologi[3], dalam kondisi keuangan yang sedang sulit, orang lebih suka menghabiskan uang mereka untuk barang-barang daripada pengalaman.
Hal tersebut merupakan dinamika hidup yang umum[4]. Namun, ada bukti yang menunjukkan bahwa sebagian orang justru memprioritaskan pengalaman[5].
Pengalaman di sini bermakna bukan sekadar layanan[6], melainkan tentang menciptakan peristiwa yang berkesan. Dibandingkan barang-barang, pengalaman secara konsisten dikaitkan dengan peningkatan kebahagiaan[7].
Sebagian besar manfaat yang kita peroleh dari pengalaman tersebut bergantung pada fakta bahwa kita membagikannya ke orang lain[8]. Menginvestasikan uang untuk pengalaman memungkinkan kita menghabiskan waktu bersama orang lain dan terhubung dengan mereka melalui cara yang seringkali tidak dapat ditandingi oleh pembelian “barang”.
Faktor dorongan seperti dengan siapa kita pergi bersama[9], kualitas percakapan[10] yang dihasilkan oleh suatu pengalaman, atau kejelasan[11] yang kita miliki tentang minat orang lain dapat memengaruhi kebahagiaan sama besarnya dengan isi pengalaman itu sendiri.
Dalam pengalaman bersama, ketika mengeluarkan uang tidak dapat dihindari, bagaimana “siapa yang membayar” berpengaruh terhadap kebahagiaan mereka? Inilah pertanyaan yang kami ajukan dalam penelitian terbaru[12] yang kami tulis bersama Belinda Barton dan Natalina Zlatevska.
Uji penelitian di bioskop
Kami melakukan tiga eksperimen pada 2.640 orang dengan menyajikan skenario umum kepada mereka: mereka akan pergi ke bioskop bersama sahabat atau kenalan biasa.
Kami menginfokan kepada separuh peserta bahwa mereka akan membagi biaya (yaitu, hanya membayar tiket masuk mereka sendiri). Separuh lainnya diberitahu bahwa mereka akan menanggung seluruh biaya untuk diri mereka sendiri dan orang lain. Kami kemudian menanyakan seberapa besar kepuasan mereka dengan pembelian ini.
Dalam ketiga studi, ketika peserta bersama sahabat, mereka melaporkan bahwa mereka akan lebih senang membayar penuh daripada membagi biayanya. Sebaliknya—ketika peserta bersama kenalan—kami menemukan bahwa pembagian biaya tidak memengaruhi kebahagiaan.
Efek teman dekat
Jika bersama teman, kita kerap memiliki seperangkat norma dan ekspektasi terkait timbal balik. Ini tidak didapat ketika bersama kenalan biasa dan orang asing.
Interaksi dengan teman dekat biasanya mengikuti “norma komunal[14]”. Di sinilah kesadaran untuk saling membantu berdasarkan kepedulian dan kebutuhan muncul tanpa mengharapkan imbalan.
Di sisi lain, interaksi dengan orang asing dan kenalan yang kurang dekat cenderung mengikuti “norma pertukaran[15]”, yang mengutamakan keseimbangan dan pembayaran langsung.
Sejalan dengan ini, kami menemukan bahwa ketika peserta penelitian bersama sahabat mereka, ekspektasi mereka akan pembayaran lebih rendah dibandingkan jika sedang bersama orang-orang yang kurang akrab.
Peserta yang memiliki dorongan terpaksa membayar akibat dibebani norma pertukaran dalam melakukan pembayaran cenderung merasa kurang bahagia.
Kemungkinan lain
Kami juga menguji hipotesis lain. Apakah perihal siapa yang membayar akan memengaruhi dinamika kebersamaan seperti percakapan? Atau justru memicu kecanggungan.
Kami juga memeriksa apakah pembayaran terasa seperti investasi dalam hubungan, atau apakah itu membuat orang lain meningkatkan penilaiannya terhadap kita.
Hasil temuan kami, tidak satu pun dari hal-hal ini benar-benar signifikan berpengaruh terhadap siapa yang membayar dan seberapa dekat kedua orang tersebut. Pun, temuan juga tak menjelaskan mengapa membayar untuk teman dekat terasa lebih baik.
Sebaliknya, norma-norma seputar timbal balik dalam berbagai jenis hubungan dapat membuat pembayaran terasa lebih transaksional daripada gestur kebaikan. Hal ini, pada gilirannya, dapat memengaruhi seberapa bahagia perasaan kita.
Perlukah kita sisihkan tabungan untuk mentraktir teman?
Penelitian kami memang menunjukkan bahwa membayar untuk orang lain dapat membuatmu lebih bahagia. Tapi kami tidak menyarankanmu secara khusus menganggarkan tabungan untuk tujuan ini.
Kami membatasi eksperimen kami pada aktivitas yang cukup terjangkau yakni nonton bioskop. Jadi, kecil kemungkinan membayar perjalanan temanmu ke luar negeri pada tahun 2026 akan memberimu kebahagiaan sejati.
Selain itu, jika temanmu sedang berutang, kamu mungkin berharap mereka akan melunasinya lebih dahulu. Mentraktirnya bersenang-senang justru dapat mengurangi kebahagiaanmu.
References
- ^ rumit (doi.org)
- ^ Riset terbaru kami (doi.org)
- ^ psikologi (doi.org)
- ^ dinamika hidup yang umum (www.abs.gov.au)
- ^ memprioritaskan pengalaman (www.mediaweek.com.au)
- ^ bukan sekadar layanan (hbr.org)
- ^ peningkatan kebahagiaan (doi.org)
- ^ membagikannya ke orang lain (doi.org)
- ^ dengan siapa kita pergi bersama (doi.org)
- ^ kualitas percakapan (doi.org)
- ^ kejelasan (doi.org)
- ^ penelitian terbaru (doi.org)
- ^ andresr/Getty (www.gettyimages.com.au)
- ^ norma komunal (psycnet.apa.org)
- ^ norma pertukaran (doi.org)
Authors: Aimee E. Smith, Postdoctoral Research Fellow in the Net Zero Observatory, The University of Queensland
Read more https://theconversation.com/ternyata-mentraktir-teman-bisa-tingkatkan-kebahagian-kita-261953