Asian Spectator

Men's Weekly

.

Realita ‘freelance’ pekerja kreatif: Banyak kerja sambilan, minim perlindungan

  • Written by Heidi Ashton, Associate professor, University of Warwick
Realita ‘freelance’ pekerja kreatif: Banyak kerja sambilan, minim perlindungan

Apakah kalian merupakan pekerja freelance alias pekerja lepas? Kalau iya, mungkin kamu merasakan pengalaman kerja yang berbeda dari pekerjaan full time.

Kelebihan pekerjaan freelance yang kentara adalah fleksibilitas waktu. Kita bisa bekerja di jam yang kita tentukan sendiri. Selain itu, kita bebas mematok harga jasa (rate) dan menjadi bos untuk diri sendiri.

Namun, pekerjaan freelance tak luput dari sisi gelap[1].

Kalau kamu mau terjun di dunia freelance, cobalah mempertimbangkan sisi positif dan negatif dari pekerjaan ini.

Dinamika pekerjaan freelance

Sebagian orang bekerja secara freelance karena pilihan. Namun, sebagian lainnya justru tak punya pilihan.

Kondisi industri tempat mereka berada, umumnya industri kreatif dan budaya, bergantung pada pekerja terampil dalam format kerja yang fleksibel[2]. Banyak pekerja freelance di industri ini menyambung hidup dari proyek ke proyek, tanpa kantor yang tetap, tidak ada kepastian.

Selama lebih dari satu dekade, saya meneliti pekerjaan freelance dan pekerja lepas di industri kreatif. Saya mengamati dan memahami bahwa pengalaman mereka tak bisa dilepaskan dari aspek struktural dan politis.

Pekerja freelance umumnya bergantung pada reputasi atau rekomendasi (word-of-mouth) untuk mendapatkan proyek.

Sekilas, tidak ada yang salah dari praktik ini. Namun, sistem kerja seperti ini juga membuat pekerja freelance enggan melaporkan pengalaman merugikan yang dialami, apalagi jika mereka masih merintis.

“Saya tidak mau dicap sebagai pembuat masalah,” ujar seorang pekerja freelance pada 2003 dalam riset saya yang masih berjalan.

Penelitian dan temuan dari subsektor industri kreatif yaitu televisi, film[3], dan teater[4] menunjukkan bahwa pekerja freelance cenderung bungkam ketika menghadapi atau menyaksikan kasus perundungan.

“Mereka takut mengungkapkan apa yang mereka alami karena mereka takut di-blacklist dan tidak dapat pekerjaan kalau melaporkan kasus perundungan di tempat kerja,” kata Brian Hill[5], sutradara film asal Inggris.

Yang membuat kondisi ini semakin buruk adalah pekerja freelance bekerja dengan struktur organisasi tersembunyi. Pekerja freelance dan subkontraktor bisa dipekerjakan untuk merekrut pekerja freelance di bawah mereka.

Dengan struktur seperti ini, tidak ada alur pelaporan yang jelas. Berbeda dengan kantor pada umumnya yang memungkinkan pekerja melapor pada manajer lalu diteruskan ke pemegang posisi yang lebih tinggi.

Pekerja freelance tak memiliki penanggung jawab yang bisa mengambil keputusan terkait perilaku semena-mena, bahkan ketika perilaku tersebut berkaitan dengan karakteristik yang dilindungi seperti ras, disabilitas, atau kehamilan.

Ketakutan untuk “membuat masalah” dikombinasikan dengan dorongan untuk memuaskan klien dapat berujung pada eksploitasi.

Eksploitasi pekerja freelance

Bekerja tanpa dibayar tentu saja ilegal[6]. Sayangnya, masih banyak pekerja freelance di industri kreatif yang bekerja tanpa bayaran. Hal ini mereka lakukan untuk membuka pintu peluang atau menyenangkan atasan sehingga dapat pekerjaan tambahan yang berbayar.

Selain bekerja tanpa bayaran, permasalahan lain yang dialami pekerja freelance adalah penerimaan gaji yang sering kali sangat lama. Beberapa bahkan berakhir tak dibayar sama sekali.

“Saya terbiasa dengan pembayaran yang terlambat, tertunda, bahkan tak dibayar yang berarti saya sering nombok untuk pekerjaan saya sendiri,” ujar salah satu pekerja freelance[7] pada saya.

Pembentukan serikat kerja sebenarnya bisa membantu kasus-kasus seperti ini. Namun, dunia kerja freelance yang amat kompetitif membuka kemungkinan selalu ada orang lain yang menerima pekerjaan dengan bayaran lebih rendah atau kondisi tak ideal. Dalihnya adalah “menambah portofolio” atau berharap mendapat peluang lebih menguntungkan ke depannya.

Jenjang karier dan kesejahteraan pekerja freelance

Pekerja freelance tak bisa mendapatkan akses ke pelatihan atau peluang promosi seperti pekerja di suatu organisasi. Artinya, jenjang karier pekerja freelance diukur dan diatur sepenuhnya oleh seorang individu.

orang-orang menyiapkan kamerar=
gnepphoto/Shutterstock[8] “Kamu perlu mengambil segala pekerjaan yang ada, entah level apa pun itu. Memang kamu bisa mengambil risiko dengan menolak job untuk menantikan job yang lebih bagus, tapi bisa juga kamu berakhir dengan tangan kosong,” ujar seorang pekerja freelance yang saya wawancara untuk riset PhD[9] saya. Pekerja freelance sulit untuk membangun jejaring dengan orang posisi manajerial atau yang lebih tinggi. Hal ini karena adanya kemungkinan mereka juga dipekerjakan oleh pekerja freelance lain. Dengan kondisi ini, mengenalkan seorang pekerja freelance pada rekan atau rekan potensial justru dipandang mengancam pekerjaan sendiri. Masalah besar bagi pekerja freelance generasi muda adalah ketidakpastian[10] pekerjaan dan tak stabilnya kondisi finansial. Mereka jadi harus punya beberapa pekerjaan sambilan[11] dengan berbagai peran. Pekerja freelance juga tak memiliki jatah liburan atau jam kerja yang pasti. Tak ada bantuan[12] pemasukan di periode tanpa pekerjaan. Bagi individu yang tak memiliki sumber pemasukan lain, tentu kondisi ini meningkatkan stres dan dapat berujung pada burnout. “Saya punya beberapa pekerjaan sampingan… dan itu sangat melelahkan,” ungkap salah satu pekerja freelance[13]. Akumulasi tekanan emosional ini bisa berakibat serius. Film and TV Charity[14], organisasi independen untuk mendukung pekerja kreatif belakang layar di Inggris, menemukan bahwa 64% pekerja di sektor ini mempertimbangkan untuk berhenti bekerja karena tekanan kesehatan mental yang berat. Pekerja freelance dan generasi muda menjadi kelompok yang paling rentan. Bagi kamu yang sedang menjalani dunia freelance, penting untuk memiliki mentor atau seseorang yang tulus mendukung diri dan kariermu. Komunitas atau serikat pekerja juga potensial dalam menyediakan dukungan. Di Indonesia, misalnya, serikat pekerja seperti SINDIKASI[15] juga membuka keanggotaan bagi para freelancers. Komunitas seperti ini dapat menjadi penampungan aduan anonim yang dapat digunakan sebagai bukti perlakuan problematik dari individu atau organisasi tertentu. Meski terdapat beberapa sisi gelap dari bekerja freelance, narasumber saya merasa bahwa pekerjaan ini patut diperjuangkan. Mereka merasa bahwa meski tak mudah, pekerjaan freelance merupakan pekerjaan paling ideal bagi mereka. Kezia Kevina Harmoko berkontribusi dalam penerjemahan artikel ini.

References

  1. ^ sisi gelap (warwick.ac.uk)
  2. ^ format kerja yang fleksibel (lordslibrary.parliament.uk)
  3. ^ televisi, film (www.tandfonline.com)
  4. ^ teater (www.thestage.co.uk)
  5. ^ Brian Hill (www.bbc.co.uk)
  6. ^ ilegal (www.gov.uk)
  7. ^ salah satu pekerja freelance (warwick.ac.uk)
  8. ^ gnepphoto/Shutterstock (www.shutterstock.com)
  9. ^ riset PhD (scholar.google.com)
  10. ^ ketidakpastian (warwick.ac.uk)
  11. ^ beberapa pekerjaan sambilan (freelancersmaketheatrework.com)
  12. ^ bantuan (warwick.ac.uk)
  13. ^ satu pekerja freelance (warwick.ac.uk)
  14. ^ Film and TV Charity (filmtvcharity.org.uk)
  15. ^ SINDIKASI (sindikasi.org)

Authors: Heidi Ashton, Associate professor, University of Warwick

Read more https://theconversation.com/realita-freelance-pekerja-kreatif-banyak-kerja-sambilan-minim-perlindungan-263536

Magazine

The banality of state violence: Why the Indonesian police have become a public enemy

Hashtag #PolisiMusuhBersama (Police are the common enemy) has gone viral among Indonesian social media users, as the Indonesian Police have, once again, sparked public anger due to a series of violent...

Realita ‘freelance’ pekerja kreatif: Banyak kerja sambilan, minim perlindungan

Pekerja freelance minim perlindungan hukumAlgi Febri Sugita/ShuttershockApakah kalian merupakan pekerja freelance alias pekerja lepas? Kalau iya, mungkin kamu merasakan pengalaman kerja yang berbeda d...

Mengapa pesona emas sebagai investasi teraman semakin pudar

TSViPhoto/ShutterstockHarga emas sentuh rekor tertingginya pada April lalu yang hingga kini masih terus stabil. Bagi penganut investasi konvensional, emas merupakan aset safe haven tidak seperti saham...