Pengangguran muda Indonesia sebanyak 17,3%: Penciptaan lapangan kerja makin bermasalah?
- Written by Muammar Syarif, Multiplatform Manager, The Conversation

Laporan terbaru Morgan Stanley dan World Bank bertajuk Asia Faces Rising Youth Unemployment Challenge[1] mengungkap kondisi pasar tenaga kerja di Indonesia yang memprihatinkan. Salah satu sorotan utamanya adalah tingginya tingkat pengangguran di kalangan anak muda, yang mencapai 17,3 persen.
Sekilas, meski data tingkat pengangguran terbuka nasional memang tampak stabil dan tidak menunjukkan lonjakan besar. Laporan ini menegaskan bahwa statistik tersebut menutupi persoalan yang lebih dalam, yakni underemployment atau setengah pengangguran. Kondisi seseorang yang bekerja, tetapi tidak sepenuhnya memanfaatkan keterampilannya atau hanya memperoleh penghasilan di bawah standar hidup layak.
Dari sisi lain, sekitar 59% dari lapangan kerja baru yang tercipta di Indonesia berada di sektor informal. Artinya mayoritas lapangan pekerjaan yang tersedia tidak memiliki perlindungan sosial, jaminan ketenagakerjaan, atau memberi pendapatan yang stabil pekerjanya.
Lantas, mengapa permasalahan ini sulit sekali diselesaikan oleh pemerintah?
Dalam episode SuarAkademia terbaru, kami membahas isu ini bersama Adrian Azhar Wijanarko, seorang akademisi dari universitas Paramadina.
Meskipun Indonesia berhasil mempertahankan pertumbuhan ekonomi di kisaran lima persen, Adrian menyoroti paradoks antara pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja.
Pertumbuhan ekonomi yang berada diantara 4 hingga 5 persen setiap tahunnya seakan tidak terasa apabila berkaca dari penyerapan tenaga kerja. Isu terkait sulitnya mendapatkan pekerjaan, PHK, dan laporan dari Morgan Stanley semakin membuat situasi ini perlu diselesaikan secara tepat.
Adrian juga melihat tidak banyaknya investasi dari pihak asing yang masuk juga memperparah situasi ini. Ditengah suplai tenaga kerja yang berlimpah, ia menganggap minimnya investasi padat karya dari asing akan membuat banyaknya tenaga kerja yang tidak terserap dan justru akan menambah angka pengangguran.
Adrian menilai sudah saatnya pemerintah mendefinisikan ulang standar ketenagakerjaan agar lebih adaptif terhadap ekonomi digital, serta mengeluarkan kebijakan yang menjamin hak-hak pekerja di sektor gig. Hal merujuk banyaknya lapangan pekerjaan informal dan keputusan kaum muda untuk bekerja secara freelance sebagai opsi untuk mengganti pekerjaan formal yang sulit didapatkan.
Ia menekankan pentingnya literasi digital dan perencanaan tenaga kerja nasional agar perubahan ekonomi tidak justru memperlebar kesenjangan. Menurutnya, pemerintah perlu memainkan peran lebih strategis dalam mengatur arah perkembangan ini, termasuk memperkuat sistem perlindungan sosial dan pendidikan vokasi.
Adrian berpendapat ada 3 hal krusial yang perlu dibenahi pemerintah. Ia menganggap good governance, sistem pendidikan, dan perbaikan hukum ketenagakerjaan krusial untuk mengurai permasalahan pengangguran.
Ia melihat pemerintah perlu memperbaiki tata kelola pemerintahan dan memberikan jaminan stabilitas dalam negeri akan membuat investor bisa tertarik untuk masuk kembali ke Indonesia. Perbaikan ini nantinya lambat laun juga akan bisa mendorong pertumbuhan ekonomi dan membuka lapangan pekerjaan.
Yang jadi catatan, perbaikan tata kelola pemerintahan perlu dibarengi dengan usaha peningkatan kapasitas penduduk melalui pendidikan agar menjadi tenaga kerja yang unggul. Ia melihat kurikulum pendidikan perlu ditinjau kembali demi meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
Simak episode lengkapnya hanya di SuarAkademia—ngobrol seru isu terkini, bareng akademisi. Kamu bisa mendengarkan episode SuarAkademia lainnya yang terbit setiap pekan di Spotify, Youtube Music dan Apple Podcast.
References
- ^ Asia Faces Rising Youth Unemployment Challenge (www.bloomberg.com)
Authors: Muammar Syarif, Multiplatform Manager, The Conversation