Asian Spectator

Men's Weekly

.

4 salah kaprah besar soal isu kendaraan listrik dan tambang nikel di Indonesia

  • Written by Fikri Muhammad, Senior Analyst, Climateworks Centre

● Mayoritas nikel Indonesia saat ini digunakan untuk stainless steel, bukan baterai kendaraan listrik.

● Dampak lingkungan akibat tambang nikel tak bisa langsung disangkutkan dengan industri EV.

● Kebijakan Indonesia berlawanan dengan tren global seputar ke baterai LFP tanpa nikel.

Di Indonesia, industri nikel banyak mendapat kritikan dan sentimen negatif. Industri tambang ini acap dianggap berdampak buruk terhadap lingkungan[1] mulai dari deforestasi, polusi air-udara, emisi karbon tinggi karena mengkonsumsi energi batu bara, hingga isu sosial seperti konflik lahan dan pelanggaran hak masyarakat di sekitar tambang.

Semua itu berujung pada masifnya penolakan[2] terhadap industri nikel sekaligus kendaraan listrik. Sebab, keduanya dianggap identik.

Padahal, industri nikel tidak melulu soal baterai kendaraan listik. Nyatanya, mayoritas olahan nikel nasional justru ditujukan untuk stainless steel[3] atau baja tahan karat.

Oleh karenanya, fokus kita seharusnya adalah memperbaiki praktik tambang dan industri nikel, bukan malah asal menolak pengembangan mobil listrik/ electric vehicle (EV) beserta komponen turunan termasuk baterainya.

Lewat tulisan ini, studi kami membedah empat poin penting miskonsepsi seputar nikel dan kendaraan listrik di Indonesia.

1. Industri nikel ≠ industri kendaraan listrik

Hilirisasi nikel di Indonesia sebenarnya sudah berjalan sejak 2012[4] untuk memenuhi permintaan stainless steel.

Pemerintah baru memulai hilirisasi nikel untuk EV dan baterai pada 2017[5]. Hasilnya hilirisasi nikel berkembang pesat di tahun 2021 seiring dengan booming EV.

Ada dua jenis bijih nikel[6] di Indonesia: saprolit dan limonit.

  • Saprolit punya kandungan nikel yang tinggi dan biasanya diolah dengan metode pirometalurgi seperti Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) menjadi bahan baku stainless steel.

  • Limonit punya kandungan nikel kadar rendah, diolah lewat proses hidrometalurgi seperti High-Pressure Acid Leaching (HPAL) untuk menghasilkan nikel sulfida dan hidroksida. Umumnya digunakan dalam produksi baterai kendaraan listrik.

Industri nikel adan kendaraan listrik
Rute teknologi pengolahan nikel dan emisinya di Indonesia. Diadaptasi dari Tijsseling and Whattoff (2023)[7]

Indonesia memiliki 46 smelter RKEF[8] untuk produksi stainless steel dan hanya 7 pabrik HPAL[9] untuk baterai.

Jadi, faktanya saat ini mayoritas nikel Indonesia diproduksi untuk baja tahan karat, bukan baterai kendaraan listrik. Meski, ekspansi nikel untuk baterai masih terus dilakukan.

2.Dampak lingkungan tambang nikel tak selalu terkait EV

Dampak lingkungan dari dua teknologi pengolahan nikel tersebut juga berbeda. RKEF merupakan teknologi boros energi[10] karena proses pirometalurgi membutuhkan temperatur yang tinggi. Teknologi ini menghasilkan emisi karbon tiga kali lebih besar dari HPAL.

Sedangkan, teknologi HPAL[11] memang lebih hemat energi, akan tetapi membutuhkan material yang lebih banyak sehingga menghasilkan limbah yang lebih besar pula. Keduanya menimbulkan masalah yang berbeda dengan metode penanggulangan yang berbeda.

Perbedaan ini perlu dicermati oleh masyarakat dan lembaga advokasi agar tidak menyamakan seluruh dampak tambang nikel dengan industri EV.

Hal ini penting untuk menghindari delegitimasi baterai[12], baik untuk kendaraan listrik (EV) maupun sistem penyimpanan energi (Battery Energy Storage System/BESS), yang merupakan komponen penting dalam transisi energi.

3. Tidak semua baterai EV butuh nikel

Kendaraan listrik di dunia hingga saat ini menggunakan dua jenis baterai utama:

  • Nickel-manganese-cobalt (NMC)[13], yang menggunakan nikel dan lithium: Baterai ini banyak digunakan di negara empat musim karena kepadatan energi dan kestabilan suhunya bagus.

  • Lithium-iron-phosphate (LFP) yang tidak menggunakan bahan baku nikel: Baterai LFP lebih murah, lebih aman, dan memiliki siklus hidup yang lebih panjang[14].

Industri nikel adan kendaraan listrik
Perbandingan material aktif katoda berdasarkan bahan kimia. Diadaptasi dari Golubkov et al. (2013)[15]

Tren global saat ini bergerak menuju baterai LFP yang tidak membutuhkan nikel sama sekali. Sementara Indonesia masih mengandalkan tambang nikel.

Jika Indonesia berkukuh ingin unggul di industri baterai, riset dan pengembangan terhadap NMC seharusnya diperkuat, bukan hanya mengandalkan bahan mentah.

Namun kenyataannya, analisis kami[16] menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah juga tidak memberikan dukungan yang cukup untuk penelitian dan pengembangan baterai NMC.

Sebaliknya, kebijakan insentif[17] dan fiskal[18] malah lebih mendorong Indonesia menggunakan teknologi baterai LFP dari negara lain, terutama Cina.

Pasar kendaraan listrik domestik saat ini pun cenderung lebih tertarik pada kendaraan listrik berbasis LFP, layaknya tren global[19].

Industri nikel adan kendaraan listrik
Jumlah kumulatif kendaraan listrik beroda empat atau lebih di Indonesia berdasarkan kandungan kimia baterai. Diolah dari data Gaikindo (2025)[20]

Dengan fokus yang terlalu sempit pada baterai berbasis nikel, Indonesia berisiko tertinggal dalam industri baterai dan EV dunia.

4. Kendaraan listrik belum tentu ramah lingkungan

Produksi jadi mobil listrik memang bebas emisi di jalan. Tapi belum tentu lebih ramah lingkungan secara keseluruhan dibandingkan kendaraan konvensional. Semua tergantung dari bagaimana kendaraan tersebut diproduksi dan sumber energi yang menggerakkannya.

Riset di Uni Eropa (2020)[21] menunjukan produksi kendaraan listrik sangat padat karbon, terutama pada komponen baterai yang menyumbang sampai 50% dari seluruh proses pembuatan mobil.

Belum lagi proses penambangan dan pengolahan mineral untuk baterai juga menghasilkan emisi serta dampak lingkungan lain.

Dalam fase penggunaannya, emisi kendaraan listrik bergantung pada sumber energi yang menggerakannya. Penelitian yang sama[22] membuktikan bahwa manfaat kendaraan listrik baru maksimal jika tenaga yang menggerakkannya berasal dari energi terbarukan.

Sementara di Indonesia, jaringan listrik saat ini masih didominasi pembangkit batu bara[23] (sekitar 50%) serta gas dan diesel (30%).

Industri nikel adan kendaraan listrik
Potensi pemanasan global dari berbagai jenis kendaraan berdasarkan masa pakai 200.000 kilometer di Uni Eropa. Diadaptasi dari Rosenfeld (2020)[24]

Jadi, dekarbonisasi di sektor ketenagalistrikan merupakan prasyarat utama agar kendaraan listrik benar-benar berdampak positif bagi iklim.

Dalam hal ini pun, baterai LFP lebih menarik untuk dikembangkan karena bisa sekaligus digunakan untuk sistem penyimpanan energi (BESS[25]). Baterai dapat menyimpan listrik dari sumber terbarukan seperti angin dan matahari—yang sifatnya tidak stabil.

Read more: Riset: Kendaraan listrik hanya bisa benar-benar turunkan emisi jika bauran energi terbarukan tumbuh di atas 65% per tahun[26]

Fokus ke depan

Secara garis besar, hasil temuan kami[27] merekomendasikan pemerintah Indonesia untuk meninjau kembali strategi dalam pengembangan industri baterai dan kendaraan listrik di negara ini.

Langkah-langkah penting yang perlu dilakukan antara lain:

  • Perluasan pandangan terhadap industri baterai, tidak hanya fokus pada nikel.

  • Penyesuaian kebijakan dengan dinamika pasar global dan tren teknologi (seperti baterai LFP dan kebutuhan akan BESS).

  • Pemisahan kebijakan hilirisasi nikel dari pengembangan industri baterai[28], karena keduanya memiliki tujuan dan tantangan berbeda.

  • Percepatan dekarbonisasi di sektor ketenagalistrikan untuk mengurangi ketergantungan pada batu bara.

  • Ekspansi industri daur ulang baterai[29] untuk mengurangi ekspansi tambang baru.

  • Perbaikan tata kelola tambang dan pengolahan mineral kritis untuk mengatasi masalah lingkungan dan sosial.

Hanya dengan menjalankan seluruh langkah di atas, rantai pasok kendaraan listrik bisa benar-benar berkelanjutan dan mendapatkan dukungan masyarakat.

Read more: Indonesia butuh rencana jangka panjang--tak hanya subsidi--untuk transportasi berbasis listrik[30]

References

  1. ^ berdampak buruk terhadap lingkungan (mongabay.co.id)
  2. ^ penolakan (www.voaindonesia.com)
  3. ^ mayoritas olahan nikel nasional justru ditujukan untuk stainless steel (www.wider.unu.edu)
  4. ^ berjalan sejak 2012 (peraturan.bpk.go.id)
  5. ^ pada 2017 (peraturan.bpk.go.id)
  6. ^ dua jenis bijih nikel (www.sciencedirect.com)
  7. ^ Diadaptasi dari Tijsseling and Whattoff (2023) (www.vda.de)
  8. ^ 46 smelter RKEF (drive.google.com)
  9. ^ hanya 7 pabrik HPAL (drive.google.com)
  10. ^ RKEF merupakan teknologi boros energi (www.aeer.or.id)
  11. ^ teknologi HPAL (www.sciencedirect.com)
  12. ^ baterai (www.iea.org)
  13. ^ (NMC) (link.springer.com)
  14. ^ memiliki siklus hidup yang lebih panjang (link.springer.com)
  15. ^ Diadaptasi dari Golubkov et al. (2013) (pubs.rsc.org)
  16. ^ analisis kami (drive.google.com)
  17. ^ insentif (peraturan.bpk.go.id)
  18. ^ fiskal (peraturan.bpk.go.id)
  19. ^ tren global (www.iea.org)
  20. ^ Diolah dari data Gaikindo (2025) (www.gaikindo.or.id)
  21. ^ Riset di Uni Eropa (2020) (www.sciencedirect.com)
  22. ^ Penelitian yang sama (www.sciencedirect.com)
  23. ^ jaringan listrik saat ini masih didominasi pembangkit batu bara (gatrik.esdm.go.id)
  24. ^ Diadaptasi dari Rosenfeld (2020) (www.sciencedirect.com)
  25. ^ BESS (givenergy.co.uk)
  26. ^ Riset: Kendaraan listrik hanya bisa benar-benar turunkan emisi jika bauran energi terbarukan tumbuh di atas 65% per tahun (theconversation.com)
  27. ^ hasil temuan kami (drive.google.com)
  28. ^ pengembangan industri baterai (asia.nikkei.com)
  29. ^ daur ulang baterai (drive.google.com)
  30. ^ Indonesia butuh rencana jangka panjang--tak hanya subsidi--untuk transportasi berbasis listrik (theconversation.com)

Authors: Fikri Muhammad, Senior Analyst, Climateworks Centre

Read more https://theconversation.com/4-salah-kaprah-besar-soal-isu-kendaraan-listrik-dan-tambang-nikel-di-indonesia-264341

Magazine

4 salah kaprah besar soal isu kendaraan listrik dan tambang nikel di Indonesia

● Mayoritas nikel Indonesia saat ini digunakan untuk stainless steel, bukan baterai kendaraan listrik.● Dampak lingkungan akibat tambang nikel tak bisa langsung disangkutkan dengan industr...

Refleksi nasib sejawat ‘nillionaire’ Indonesia: Kerja keras tanpa jaminan stabilitas

● Setelah disebut kaum mendang-mending, kaum tepi jurang, hingga ‘generasi sandwich’, kelas menengah mendapat sebutan baru yakni ‘nillionaire’.● Dengan gaji pas-pas...

Rezim Prabowo: Politik maskulin paternalistik, kesetaraan gender hanya omon-omon

Seorang perempuan dari kalangan Aliansi Perempuan Indonesia melakukan unjuk rasa di depan Gedung DPR, Senayan, Jakarta, pada 3 September 2025.AnharRizki/Shutterstock● Logika politik maskulin dan...