Kesadaran merawat pengetahuan bersama: Momen berharga di Temu Penulis Yogyakarta
- Written by Lala Choirunnisa, Community Engagement Officer, The Conversation
Angin malam yang lembut menyambut kami ketika melangkah masuk ke sebuah toko buku di Kecamatan Ngemplak, Yogyakarta. Di lantai dua Solusi Buku, rak-rak penuh buku berdiri menjulang dengan lukisan Pramoedya Ananta Toer terpampang besar di tengahnya. Ada sesuatu yang menghangatkan hati dari pemandangan itu, sebuah pengingat tentang perjalanan panjang pengetahuan yang dibangun para pemikir dan terus dirawat hingga hari ini.
Malam itu, jantung saya berdegup sedikit lebih cepat ketika menyadari bahwa di ruangan inilah upaya merawat pengetahuan akan berlangsung, melalui perkumpulan akademisi untuk berkolaborasi bersama The Conversation Indonesia.
Temu Penulis di Yogyakarta ini bukan pertemuan pertama kami dengan para penulis. Setelah pertemuan di Jakarta[1], kami memilih persinggahan berikutnya di Yogyakarta, kota pendidikan yang selalu punya cara menghidupkan dialog intelektual.
Satu per satu tamu mulai berdatangan. Wajah-wajah baru saling menyapa, membawa energi positif yang menguar ke seluruh ruangan. Ketika diskusi dibuka, suasana pun langsung terasa akrab. Hayu Rahmitasari (Editor Pendidikan & Budaya TCID) dan Anggi M. Lubis (Editor in Chief TCID) hadir menjelaskan bagaimana tim editorial bekerja menerjemahkan penelitian menjadi artikel dan konten populer. Bukan pekerjaan yang mudah, namun kami percaya bahwa ilmu pengetahuan membutuhkan jembatan agar dapat dimanfaatkan oleh khalayak.
Obrolan semakin hangat ketika kami masuk pada tantangan yang dihadapi akademisi dalam menulis artikel populer. Masthuriyah, mahasiswa doktoral Filsafat UGM, membuka kisahnya dengan jujur. Tulisan pertamanya di TCID melewati proses revisi yang tak singkat, bahkan sempat membuatnya ragu.
“Tiga hari kemudian dikasih feedback. Ini kok berat sekali. Sampai saya bilang ke mas editor, ‘Kalau tulisan saya nggak bagus, di-cancel saja.’ Tapi mas-nya bilang akan diperbaiki tata bahasanya,” ceritanya sambil tertawa.
Butuh tiga kali revisi hingga akhirnya artikelnya terbit[2]. Namun semua rasa lelah terbayar ketika artikelnya akhirnya dipuji oleh wartawan media besar.
Cerita Masthuriyah mengingatkan kami bahwa kolaborasi antara akademisi dan TCID adalah proses yang menuntut keberanian untuk belajar hal baru. Akademisi perlu mencoba gaya penulisan yang berbeda agar pengetahuannya mudah dipahami publik, sementara tim editor terus berpacu memahami penelitian-penelitian baru yang penting untuk disampaikan. Keduanya saling belajar, saling melengkapi.
Semakin malam, diskusi semakin hidup. Kami mendengar berbagai pandangan tentang mengapa sains perlu dibawa lebih dekat kepada publik. Tentang bagaimana penelitian tidak boleh berhenti sebagai dokumen akademik yang hanya tersimpan di repository atau perpustakaan kampus. Tentang harapan agar ilmu pengetahuan bisa benar-benar memberi manfaat.
Salah satu peserta, Nurizky Adhi Hutama, seorang dosen di Universitas Pertiwi, menyampaikan harapan yang menggugah semangat, “Harapan untuk TCID, semoga bisa menjadi pendamping para akademisi dan peneliti, supaya kita semua—dan bangsa ini—bisa semakin berkembang dan semakin cerdas.”
Obrolan yang mengalir dari ruangan penuh buku saat itu meninggalkan jejak yang dalam. Kami pulang dengan hati yang penuh harapan dan keyakinan bahwa perjalanan merawat ilmu pengetahuan tidak harus ditempuh sendirian. Selalu ada komunitas dan tangan-tangan yang bersedia bekerja bersama.
Dan yang terpenting, ada keyakinan baru bahwa ketika akademisi, penulis, dan media melangkah beriringan, pengetahuan akan selalu menemukan jalannya menuju masyarakat. Semoga kolaborasi ini menjadi cahaya kecil yang menggerakkan kita menuju bangsa yang lebih kritis dan berdaya.
The Conversation Indonesia membuka kesempatan bagi akademisi dan peneliti untuk membagikan gagasan dan hasil riset kepada khalayak luas melalui pembuatan artikel analisis berbasis sains. Kunjungi tautan berikut[3] untuk mulai menulis di The Conversation Indonesia.
References
- ^ Setelah pertemuan di Jakarta (theconversation.com)
- ^ artikelnya terbit (theconversation.com)
- ^ berikut (theconversation.com)
Authors: Lala Choirunnisa, Community Engagement Officer, The Conversation




