Asian Spectator

Men's Weekly

.

Anak aktif akses internet: Pentingnya mengukur ‘kedewasaan digital’ anak

  • Written by Konstantina Valogianni, Professor of Information Systems and Technology, IE University
Anak aktif akses internet: Pentingnya mengukur ‘kedewasaan digital’ anak

Teknologi tak lagi bisa dilepaskan dari kehidupan kita. Anak-anak zaman sekarang telah menjadi “warga asli” dunia digital alias generasi digital native. Sebagian anak bahkan telah fasih berselancar di dunia digital sebelum mereka menguasai bahasa ibu. Tak jarang, justru anak yang harus mengedukasi “pendatang baru” dunia digital—misalnya orang tua mereka sendiri—tentang bagaimana caranya menggunakan teknologi.

Melihat fenomena ini, tak heran banyak orang tua yang khawatir akan potensi dampak buruk penggunaan teknologi, gawai, dan internet secara umum bagi anak.

Penelitian menunjukkan[1] bahwa teknologi digital membawa berbagai dampak bagi anak-anak.

Dampak positifnya antara lain anak-anak zaman sekarang menjadi lebih cepat menangkap konsep matematika atau memahami bahasa dibandingkan generasi milenial.

Namun, dampak negatif juga mengintai: tingkat depresi yang lebih tinggi akibat penggunaan media sosial yang tidak sehat, perundungan dunia maya (cyberbullying), dan manipulasi oleh orang asing di dunia maya.

Sebagai upaya memahami dampak teknologi pada anak-anak, kami menyusun sebuah alat ukur untuk mengukur “kedewasaan digital” anak. Pengukuran ini merupakan langkah penting dalam menelusuri sejauh mana pengaruh teknologi pada perkembangan anak baik secara psikologis, akademis, dan holistik.

Indeks Kedewasaan Digital (Digital Maturity Index[2]) ini kami rancang bersama peneliti-peneliti dari berbagai penjuru Eropa sebagai bagian dari proyek Digymatex yang dibiayai Uni Eropa. Alat ukur ini akan menilai kematangan hubungan anak dengan teknologi dan dampaknya pada perkembangan mereka.

Dimensi dari Digital Maturity Index Milik penulis

Digital Maturity Index terdiri dari empat dimensi atau komponen yang jika digabungkan akan memberikan gambaran menyeluruh terkait kematangan hubungan anak dengan teknologi dan internet.

Komponen dari alat ukur ini adalah literasi digital (digital literacy), kesadaran akan risiko (risk awareness), perkembangan individu (individual growth), hormat pada orang lain (respect towards others), kemampuan penggunaan teknologi (digital citizenship), perilaku mencari dukungan (support seeking behaviour), otonomi dalam konteks digital (autonomy within digital context), otonomi pilihan (autonomy of choice), regulasi atas impuls agresif (regulation of aggressive impulses), dan regulasi emosi negatif.

Bentuk aplikasi di dunia nyata

Indeks ini sejatinya merupakan alat bantu yang efisien untuk orang tua, pengajar, dan psikolog anak untuk mengukur dampak paparan teknologi dan internet pada anak. Namun, tujuan kami adalah untuk menciptakan alat ukur yang dapat digunakan tak hanya untuk mengukur kedewasaan digital anak, tetapi juga mendesain solusi yang tepat sasaran.

Untuk merealisasikan hal tersebut, kami menggunakan indeks tersebut untuk pengambilan data pada 1.440 responden dari Austria, Denmark, Jerman, dan Yunani. Kami menggunakan pemelajaran mesin (machine learning) untuk menganalisis dan mengategorikan anak berdasarkan level kedewasaan digital. Kami menemukan bahwa anak-anak dapat dikategorikan menjadi tiga level kedewasaan digital: rendah, sedang, dan tinggi.

Hasilnya tak mengejutkan. Kedewasaan digital yang tinggi memiliki kaitan positif dengan literasi digital, kesadaran akan risiko berselancar di internet, penggunaan teknologi untuk perkembangan individu, dan perilaku berselancar di internet yang sehat yang tinggi pula. Temuan ini merupakan “kondisi paling ideal” dari perilaku digital anak dan paling melegakan bagi orang tua dan pengajar.

Memasuki temuan yang lebih mengkhawatirkan. Bagi anak-anak dengan kedewasaan digital sedang, perilaku penggunaan teknologi yang tak sehat cenderung rendah. Namun, mereka tidak menyadari peluang penggunaan teknologi untuk perkembangan individu. Literasi digital mereka juga berada di level sedang ke rendah.

Bagi anak-anak dengan kedewasaan digital rendah, mereka memiliki perilaku penggunaan teknologi yang tak sehat di level tinggi. Mereka juga memiliki kesadaran risiko dan regulasi emosi negatif yang rendah.

Anak-anak yang berada di kategori kedewasaan digital perlu perhatian lebih lanjut dari pengajar dan psikolog. Dua pihak ini dapat menciptakan solusi tepat sasaran yang bertujuan meningkatkan area spesifik yang masih perlu ditingkatkan dari seorang anak.

Tren dari berbagai negara

Kami menemukan temuan menarik yaitu adanya pola kedewasaan digital anak yang bervariasi di berbagai negara. Kami menyimpulkan beberapa poin mencolok.

Di Jerman dan Yunani, anak-anak dengan kedewasaan digital rendah memiliki kemiripan. Mereka sama-sama memiliki skor di bawah rata-rata untuk semua dimensi, termasuk perilaku impulsif dan regulasi emosi.

Secara khusus di Jerman, anak-anak di kategori ini memiliki skor literasi digital yang rendah (misalnya soal pemahaman pengaturan privasi) dan kesadaran akan risiko (misalnya menyadari bahaya di ruang digital).

Secara khusus di Yunani, anak-anak justru memiliki skor otonomi dalam konteks digital yang lebih tinggi, meski tetap terjebak dalam penggunaan gawai yang tak sehat.

Di sisi lain, anak-anak dengan kedewasaan digital rendah di Austria justru memiliki skor kemampuan penggunaan teknologi yang di atas rata-rata. Temuan yang unik karena hal ini tidak ditemukan di negara-negara lain dalam kluster kedewasaan rendah.

Secara umum, anak-anak dengan kedewasaan digital rendah juga menunjukkan skor otonomi yang rendah, terkecuali Denmark. Anak-anak di Denmark justru memiliki skor otonomi yang jauh lebih tinggi di kategori tersebut.

Temuan menarik lainnya adalah anak-anak dengan kedewasaan digital tinggi menunjukkan skor otonomi pilihan yang tinggi. Kondisi ini berlaku di semua negara, terkecuali Jerman yang justru menunjukkan skor di bawah rata-rata untuk kategori tersebut.

Alat bantu untuk orang tua, pengajar, dan psikolog

Lebih jauh dari sekadar memahami komponen apa saja yang memiliki kaitan dengan kedewasaan digital anak, kami mengembangkan sebuah alat prediksi dengan memanfaatkan pemelajaran mesin, untuk mengukur kedewasaan digital anak.

Dengan algoritma kami, pengguna dapat menjawab sekumpulan pertanyaan tentang perilaku anak mereka dan mendapatkan estimasi level kedewasaan digital sang anak, lengkap dengan peluang pengembangan yang dapat dilakukan.

Tujuan kami melalui penelitian ini adalah untuk menciptakan sebuah platform yang dapat membantu peneliti sekaligus orang tua, pengajar, dan psikolog anak dalam memahami dampak teknologi pada anak. Jika dimanfaatkan dengan maksimal, ini dapat membantu pengasuh mengambil keputusan bijak yang mendukung anak memiliki kebiasaan digital yang sehat.

Kezia Kevina Harmoko berkontribusi dalam penerjemahan artikel ini.

References

  1. ^ Penelitian menunjukkan (www.unicef.org)
  2. ^ Digital Maturity Index (digymatex.eu)

Authors: Konstantina Valogianni, Professor of Information Systems and Technology, IE University

Read more https://theconversation.com/anak-aktif-akses-internet-pentingnya-mengukur-kedewasaan-digital-anak-256021

Magazine

Dari NIKI hingga No Na: Indonesia punya bakat, tapi pemerintahnya tak bisa jadi ‘support system’

Ilustrasi seperangkat alat musik modern untuk latihan band musik di sebuah studio.Ari_Achmad Rizal/Shutterstock● Muncul nama-nama musisi Indonesia yang menjadi representasi baru wajah musik tana...

AI bisa mengancam seniman dan melanggar hak cipta: Perlu diregulasi, bukan dilarang

Ilustrasi tulisan AI vs Seni menunjukkan konsep Kecerdasan Buatan yang menciptakan konten generatif berdasarkan seni yang dibuat oleh manusia. faithie/Shutterstock● Kehadiran AI akan berdampak p...

Anak aktif akses internet: Pentingnya mengukur ‘kedewasaan digital’ anak

Ilustrasi anak menggunakan internetRon Lach/Pexels, CC BY-NCTeknologi tak lagi bisa dilepaskan dari kehidupan kita. Anak-anak zaman sekarang telah menjadi “warga asli” dunia digital alias ...