Asian Spectator

Men's Weekly

.

‘Brain rot’ mudah menimpa anak dan remaja karena konten serba cepat

  • Written by Siti Aminah, Lecturer at Department of Educational Psychology and Guidance, Faculty of Education and Psychology, Universitas Negeri Yogyakarta
‘Brain rot’ mudah menimpa anak dan remaja karena konten serba cepat

● Popularitas ‘Italian brain rot’ mencerminkan pergeseran preferensi digital generasi muda.

● Paparan konten digital secara berlebihan berdampak negatif pada fokus, regulasi emosi, kualitas tidur, dan perkembangan anak.

● Pencegahan dampak negatif ‘brain rot’ memerlukan kerja sama keluarga dan sekolah.

Sejak Januari lalu, karakter unik seperti Tralalero Tralala, Bombardiro Crocodilo, Tripi Tropi dan meme “aneh” lainnya bermunculan di TikTok[1] dan game Roblox[2]. Salah satu yang mencuri perhatian adalah Tung Tung Sahur[3]—karakter berbentuk batang kayu silinder yang membangunkan orang saat waktu sahur.

Italian brain rot, efek media sosial
Boba Cofe/shutterstock[4] Karakter-karakter tersebut disebut sebagai Italian brain rot, meme internet bergaya surealis yang menampilkan makhluk-makhluk aneh dengan nama-nama pseudo-Italia.[5] Meme ini umumnya berbentuk perpaduan antara hewan, benda sehari-hari, makanan atau senjata, disertai dengan narasi suara sintetis beraksen “Italia” yang menyampaikan cerita absurd, seringkali berima. Ciri khas visualnya aneh tapi lucu, memanfaatkan efek uncanny valley[6]—ketika sesuatu yang ganjil terlihat hampir nyata sehingga terasa mengganggu (atau justru menghibur). Sampai saat ini, karakter anomali brain rot terus bertambah dan menjadi tren di kalangan remaja dan anak-anak. Namun, di balik kelucuannya, tren ini membuat resah. Sebab, paparan konten media sosial yang berlebihan bisa membuat anak-anak dan remaja mengalami kelebihan stimulasi digital[7]. Overstimulasi dapat berujung pada ‘brain rot'—kondisi saat seseorang mengalami kemunduran mental atau intelektual akibat konsumsi materi remeh atau tidak menantang secara terus-menerus[8]. Preferensi yang berubah Dominasi Italian brain rot di media sosial menunjukkan pergeseran minat konsumsi konten digital. Humor absurd amat digemari meski menampilkan karakter aneh dan narasi suara yang tidak masuk akal. Sebagian kaum muda menyebut kegemaran ini sebagai perayaan absurditas. Konten italian brain rot merupakan bentuk pelarian bagi pengguna media sosial[9], terutama anak muda, yang kewalahan oleh berita yang penuh tekanan, pasar kerja yang membuat frustasi. Mereka juga menghindari ketakutan-ketakutan baru seperti deportasi, wabah penyakit campak, serta bencana akibat pemanasan global. Dalam aspek ketertarikan dan konsumsi konten digital, generasi muda saat ini tidak ingin berusaha keras untuk mendapatkan hiburan sehingga mereka lebih menyukai konten spontan, surealis, dan gampang dicerna[10]. Bahaya overstimulasi digital Sejak permulaan kehidupan hingga awal masa dewasa, otak berada dalam fase plastisitas tinggi alias cepat sekali berkembang. Ini adalah masa penting untuk menciptakan miliaran koneksi baru untuk mendukung perkembangan pendengaran, bahasa, dan keterampilan eksekutif[11]. Dalam fase ini, otak akan sangat rentan terhadap rangsangan eksternal[12]. Overstimulasi melalui konsumsi media digital yang cepat dan intens, seperti video game atau media sosial, bisa membuat otak jadi “kelebihan rangsangan”. Hal ini bisa menganggu hubungan antara dua bagian otak, yaitu korteks prefrontal dan striatum[13]: masing-masing mengatur fungsi kognitif dan perilaku. Stimulasi makin berlebihan jika seseorang sedang multitasking digital[14], yaitu ketika individu menjalankan lebih dari satu aplikasi secara bersamaan atau berpindah-pindah tab browser. Ini terbukti mempengaruhi kemampuan perhatian anak pada berbagai dimensi, termasuk atensi dan fokus[15]. Selain itu screen time yang berlebihan terutama di malam hari, mengganggu pola tidur anak sehingga berdampak negatif pada daya ingat[16] dan regulasi emosi [17].
Gaji tak kunjung naik. Promosi mesti pindah perusahaan. Skripsi belum juga ACC. Diet ketat, berat badan tak turun juga. Lingkungan kerja toxic, bosnya narsistik. Gaji bulan ini mesti dibagi untuk orang tua dan anak. Mau sustainable living, ongkosnya mahal. Notifikasi kantor berdenting hingga tengah malam. Generasi Zilenials hidup di tengah disrupsi teknologi, persaingan ketat, dan kerusakan lingkungan. Simak 'Lika Liku Zilenial’ mengupas tuntas permasalahanmu berdasar riset dan saran pakar. Dampak akademis dan sosial Konten digital dengan stimulasi tinggi seperti Italian brain rot ini juga dapat menyebabkan attention hijacking. Maksudnya, konten model tersebut dapat membajak fokus seseorang secara tidak sengaja ke hal lain yang mungkin tidak relevan. Ini dapat memengaruhi sistem dopamin anak sehingga mereka terbiasa dengan hiburan instan, sehingga aktivitas seperti membaca atau menyimak pelajaran di kelas terasa membosankan[18]. Selain itu, kecanduan konten digital juga mengganggu proses belajar yang memengaruhi executive functions skills[19], menurunnya kemampuan mempertahankan fokus, dan kualitas belajar di lingkungan sekolah[20]. Stimulasi cepat dari konten brain rot pada video game dan media sosial dapat melemahkan kemampuan anak-anak untuk menahan godaan distraksi fisik dan mental[21]. Ini juga dapat berpengaruh pada menurunnya minat beraktivitas fisik atau kegiatan restoratif seperti bermain di luar ruangan pada anak-anak. Akibatnya, anak-anak kesulitan mengelola emosi dan keterampilan sosial mereka menurun[22]. Ketiadaan papaparan ke lingkungan alami juga dapat memperburuk gangguan perhatian yang sudah terjadi akibat overstimulasi [23]. Ekosistem digital ramah anak anak muda, konten media sosial, brain rot
TimeImage Production/shutterstock[24] Dalam aspek pendampingan, kecepatan konten-konten brain rot—yang jumlahnya terus bertambah—menimbulkan keresahan. Bagaimana “mengimbangi” cara berpikir dan berperilaku anak yang sudah terformat algoritma?“. Keluarga perlu mencegah dampak negatif konten brain rot dengan mendampingi anak-anak melalui literasi digital dan diskusi kritis. Hal ini penting karena sering kali orang tua memberikan gadget sebagai alat hiburan atau "pengasuh” sementara, tanpa pemantauan konten dan durasi penggunaan yang memadai[25]. Orang tua juga perlu membatasi akses media sosial oleh anak. Studi di Arab Saudi pada 2022 menunjukkan bahwa keluarga yang menetapkan batas screen time dan memanfaatkan teknologi secara terarah dapat mengurangi gangguan perhatian pada anak[26]. Orang tua bisa menyediakan aktivitas pengganti lain yang lebih kreatif, seperti aktivitas olahraga, seni, dan aktivitas lain yang dapat mengoptimalkan minat anak. Lingkungan sekolah juga perlu menyediakan ruang pemulihan anak yang kecanduan gadget melalui pelatihan[27] dan juga pendekatan berbasis teknologi seperti virtual reality[28] untuk membantu meningkatkan kemampuan fokus anak. Rumah dan sekolah semestinya bekerja sama untuk menciptakan budaya digital yang berimbang dan bermakna. Pada akhirnya, sinergi antara sekolah dan rumah dapat mempercepat peningkatan keterampilan perhatian dan mendukung perkembangan akademis anak[29] sehingga mengurangi dampak brain rot. References^ Tralalero Tralala, Bombardiro Crocodilo, Tripi Tropi dan meme “aneh” lainnya bermunculan di TikTok (www.forbes.com)^ Roblox (www.roblox.com)^ Tung Tung Sahur (economictimes.indiatimes.com)^ Boba Cofe/shutterstock (www.shutterstock.com)^ meme internet bergaya surealis yang menampilkan makhluk-makhluk aneh dengan nama-nama pseudo-Italia. (www.thetablereadmagazine.co.uk)^ uncanny valley (spectrum.ieee.org)^ anak-anak dan remaja mengalami kelebihan stimulasi digital (journal.tofedu.or.id)^ kemunduran mental atau intelektual akibat konsumsi materi remeh atau tidak menantang secara terus-menerus (corp.oup.com)^ pelarian bagi pengguna media sosial (www.forbes.com)^ konten spontan, surealis, dan gampang dicerna (humancg.com)^ perkembangan pendengaran, bahasa, dan keterampilan eksekutif (pubmed.ncbi.nlm.nih.gov)^ rangsangan eksternal (www.frontiersin.org)^ korteks prefrontal dan striatum (pubmed.ncbi.nlm.nih.gov)^ multitasking digital (pmc.ncbi.nlm.nih.gov)^ kemampuan perhatian anak pada berbagai dimensi, termasuk atensi dan fokus (www.researchgate.net)^ daya ingat (www.researchgate.net)^ regulasi emosi (www.granthaalayahpublication.org)^ mereka terbiasa dengan hiburan instan, sehingga aktivitas seperti membaca atau menyimak pelajaran di kelas terasa membosankan (www.frontiersin.org)^ executive functions skills (escholarship.org)^ menurunnya kemampuan mempertahankan fokus, dan kualitas belajar di lingkungan sekolah (journals.plos.org)^ kemampuan anak-anak untuk menahan godaan distraksi fisik dan mental (www.researchgate.net)^ kesulitan mengelola emosi dan keterampilan sosial mereka menurun (pmc.ncbi.nlm.nih.gov)^ memperburuk gangguan perhatian yang sudah terjadi akibat overstimulasi (escholarship.org)^ TimeImage Production/shutterstock (www.shutterstock.com)^ orang tua memberikan gadget sebagai alat hiburan atau "pengasuh” sementara, tanpa pemantauan konten dan durasi penggunaan yang memadai (www.granthaalayahpublication.org)^ batas screen time dan memanfaatkan teknologi secara terarah dapat mengurangi gangguan perhatian pada anak (www.researchgate.net)^ pelatihan (www.mdpi.com)^ virtual reality (www.mdpi.com)^ mempercepat peningkatan keterampilan perhatian dan mendukung perkembangan akademis anak (www.researchgate.net)Authors: Siti Aminah, Lecturer at Department of Educational Psychology and Guidance, Faculty of Education and Psychology, Universitas Negeri Yogyakarta

Read more https://theconversation.com/brain-rot-mudah-menimpa-anak-dan-remaja-karena-konten-serba-cepat-256572

Magazine

Diam seribu kata, fans tetap setia: Fenomena artis ‘tone-deaf’ soal Gaza Palestina

Taylor Swift sebagai artis yang sering kali disebut tone-deaf terkait isu Gaza PalestinaFigurnyi/Shuttershock● Beberapa artis kebal hujatan meski tone-deaf soal Gaza Palestina● Penggemar m...

‘Brain rot’ mudah menimpa anak dan remaja karena konten serba cepat

● Popularitas ‘Italian brain rot’ mencerminkan pergeseran preferensi digital generasi muda.● Paparan konten digital secara berlebihan berdampak negatif pada fokus, regulasi emo...

Riset: Kendaraan listrik hanya bisa benar-benar turunkan emisi jika bauran energi terbarukan tumbuh di atas 65% per tahun

● EV tidak otomatis menurunkan emisi.● Tanpa transisi ke energi terbarukan, kendaraan listrik hanya memindahkan emisi dari kendaraan ke pembangkit listrik.● Untuk menjadi solusi tran...