Diam seribu kata, fans tetap setia: Fenomena artis ‘tone-deaf’ soal Gaza Palestina
- Written by Joevarian Hudiyana, Assistant Professor, Faculty of Psychology, Universitas Indonesia

● Beberapa artis kebal hujatan meski tone-deaf soal Gaza Palestina
● Penggemar memiliki kecenderungan untuk tetap membela idola yang tone-deaf karena memiliki kedekatan yang unik
● Penggemar juga tetap setia dengan idola karena mencari pembenaran akan idola dan komunitas idola yang kuat
Aktris Raline Shah memicu reaksi keras warganet karena bersikap netral[1] saat Gaza menjadi sorotan dunia pada 2023. Ia dianggap tone-deaf, tak memiliki perasan akan korban yang berjatuhan di Jalur Gaza.
Raline kemudian mengklarifikasi bahwa ia pro-Palestina, tetapi publik terlanjur kecewa. Ia dianggap sekadar takut kehilangan deal dengan brand besar[2].
Thom Yorke, vokalis Radiohead, baru-baru ini juga menuai kontroversi karena pernyataannya tentang Gaza. Pernyataan Thom—yang keluar agar ia tak melulu dituntut bersuara oleh warganet[3]—dianggap tak vokal mendukung Palestina.
Fenomena tone-deaf ini menunjukkan satu hal penting: artis bukan hanya figur publik, tapi juga simbol moral. Dalam konteks genosida[4] Gaza Palestina, sikap ‘diam’ atau ‘netral’ sering dianggap sebagai bentuk keberpihakan yang tidak manusiawi.
Menariknya, ada juga artis-artis yang memilih diam atau netral alias tone-deaf soal Gaza Palestina tapi tetap aman dari kecaman.
Taylor Swift[5], misalnya, tak pernah bersuara tentang isu Jalur Gaza tapi fanbase-nya solid. Begitu juga Ariana Grande atau DJ Khaled[6]. Padahal, DJ Khaled memiliki darah Palestina.
Fenomena di atas dapat dijelaskan menggunakan konsep hubungan parasosial[7] (ikatan emosional tanpa kedekatan nyata), disonansi kognitif[8] (ketidaknyamanan atau ketegangan karena adanya konflik antara keyakinan, sikap, atau tindakan yang saling bertentangan) dan sense of belongingness[9] (rasa memiliki) yang kuat.
‘Kedekatan’ kita dengan idola
Kenapa banyak penggemar tetap mendukung artis yang tone-deaf soal isu besar seperti Gaza Palestina?
Akar pertanyaan tersebut adalah hubungan parasosial[10]—hubungan yang dicirikan dengan perasaan satu arah dari pengagum terhadap tokoh yang dikagumi, memberikan ilusi adanya kedekatan dengan tokoh itu, dan interaksi yang dijembatani oleh media massa.
Ketika mengagumi seorang artis, kita memiliki perasaan emosional yang intim pada mereka. Ini dirasakan oleh penggemar artis, pengikut tokoh agama, ataupun tim sukses politikus.
Karina[11] dari grup idol AESPA asal Korea Selatan misalnya, memicu kemarahan fans-fans laki-laki yang kecewa berat karena rumor ia berpacaran.
References
- ^ netral (www.liputan6.com)
- ^ deal dengan brand besar (www.liputan6.com)
- ^ dituntut bersuara oleh warganet (consequence.net)
- ^ genosida (www.amnesty.org)
- ^ Taylor Swift (www.euronews.com)
- ^ Ariana Grande atau DJ Khaled (www.liputan6.com)
- ^ hubungan parasosial (www.tandfonline.com)
- ^ disonansi kognitif (www.jstor.org)
- ^ sense of belongingness (www.proquest.com)
- ^ parasosial (doi.org)
- ^ Karina (news.sky.com)
- ^ dikritik (www.vice.com)
- ^ Mengapa Taylor Swift begitu populer? Karena dia tidak pernah ketinggalan zaman (theconversation.com)
- ^ ilusi keintiman (psycnet.apa.org)
- ^ kesepian (www.liebertpub.com)
- ^ disonansi kognitif (www.jstor.org)
- ^ mencari pembenaran (www.jstor.org)
- ^ Selebritas adalah simbol kesempurnaan, sosok yang melampaui keterbatasan diri sendiri pada berbagai aspek (books.google.co.id)
- ^ Sense of belongingness (www.proquest.com)
- ^ life purpose (digitalcommons.uri.edu)
- ^ berpengaruh besar (link.springer.com)
- ^ sikap keberpihakan (link.springer.com)
Authors: Joevarian Hudiyana, Assistant Professor, Faculty of Psychology, Universitas Indonesia