Model baru restorasi agar tambak udang bisa berdampingan dengan pemulihan mangrove
- Written by Muhammad Ilman, Director of the Indonesia Oceans Program, Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN)

● Mangrove dalam tambak tidak selalu menguntungkan.
● Jika ditanam terlalu rapat di dalam tambak, mangrove justru menurunkan produksi udang.
● Riset menunjukkan, sabuk hijau mangrove di luar tambak lebih efektif.
Indonesia adalah salah satu produsen udang terbesar[1] di dunia. Namun gelar tersebut harus dibayar mahal dengan kerusakan lingkungan[2] yang ditimbulkan industri ini.
Kita sudah kehilangan seperempat hutan mangrove[3], sebagian besar akibat pembukaan lahan untuk tambak baru dalam kurun tahun 1980 hingga 2005.
Solusi yang ditawarkan selama bertahun-tahun adalah “silvofishery”[4]. Metode ini berupa penanaman mangrove di dalam tambak udang untuk memulihkan hutan sekaligus mendukung budi daya udang.
Namun, riset terbaru kami di Berau[5], Kalimantan Timur, menunjukkan hasil berbeda dari asumsi umum. Kami menggabungkan pengamatan lapangan mendalam dengan data satelit untuk menelusuri hubungan rumit antara mangrove dan tambak udang tradisional.
Riset kami[6] menemukan pendekatan yang lebih efektif yang tidak hanya menawarkan pemulihan mangrove, tapi juga perbaikan mata pencaharian masyarakat.
Kami menemukan bahwa lokasi penanaman dan kerapatan pohon menjadi faktor penentu keberhasilan pemulihan. Kelestarian mangrove yang juga tetap menghidupi budi daya udang bisa tercapai.
Berlebihan itu tidak baik
Temuan utama kami yang mungkin yang paling mengejutkan adalah penanaman mangrove yang terlalu banyak dan rapat di dalam area tambak udang justru mengurangi hasil panen. Setiap kali luas mangrove di dalam tambak bertambah 10%, produksi udang turun sekitar 0,7%.
Sebenarnya sudah banyak petambak sadar akan hal ini. Atas pengamatan langsung di lapangan itulah acap kali mereka rutin menebang kembali mangrove di tambaknya setelah 3–5 tahun.
Kajian ilmiah yang kami lakukan memberikan bukti empiris terhadap perilaku organis para petambak tersebut. Mangrove yang padat menghasilkan banyak serasah daun yang melepaskan tanin (senyawa alami mangrove yang pahit) dan senyawa lain yang dapat menurunkan kualitas air di tambak[8].
Proses pembusukan daun juga menyerap oksigen terlarut yang penting bagi udang. Selain itu, kanopi yang terlalu lebat menaungi tambak menutupi cahaya matahari sehingga mengurangi pertumbuhan plankton dan alga—sumber pakan alami udang.
Namun, ini tidak berarti mangrove dan udang dalam tambak tidak bisa berdampingan. Kami mendapati bahwa keberadaan mangrove dengan kepadatan rendah (kurang dari 1.000 pohon per hektare) justru meningkatkan produksi udang sekitar 2,1%.
Pohon yang jarang memberi naungan dan tambahan nutrisi tanpa membebani sistem tambak. Alhasil, potensi panen budi daya kembali meningkat.
Sabuk hijau adalah kunci
Kepadatan mangrove juga tetap dibutuhkan di area luar tambak. Riset[10] kami menemukan bahwa cara paling efektif untuk meningkatkan produktivitas udang adalah dengan menumbuhkan hutan mangrove yang sehat dan berkepadatan tinggi di sempadan tambak yang berfungsi sebagai sabuk hijau.
Setiap peningkatan 1% tutupan mangrove padat di sempadan 100 meter (di luar tambak) dapat meningkatkan produksi udang sebesar 0,25%. Sebaliknya, semakin sedikit mangrove di sempadan, semakin rendah produktivitas tambak.
Sabuk hijau ini bekerja sebagai penyangga alami multifungsi. Mulai dari menyaring polutan, menahan nutrien berlebih, hingga menjaga air tetap bersih sebelum masuk tambak udang.
Sistem perakaran mangrove yang kompleks memperkuat tanggul tambak, meredam riak air sehingga mencegah erosi, sekaligus menjadi habitat bagi udang, ikan, dan kepiting. Semua ini meningkatkan kesehatan ekosistem pesisir secara keseluruhan.
Read more: Ketimbang menjadi tambak udang, pelestarian mangrove jauh lebih menguntungkan warga setempat[12]
Model baru restorasi
Temuan ini[13] mengarah pada rekomendasi yang lebih jelas dan realistis. Pertama, pemulihan mangrove di tambak aktif sebaiknya memprioritaskan penanaman di luar, bukan di dalam area tambak.
Kedua, sabuk hijau yang sehat terbukti meningkatkan produktivitas. Artinya, petambak dapat mengurangi ukuran tambak untuk memberi ruang pada mangrove, tanpa kehilangan pendapatan.
Prinsip ini sedang kami uji lewat program Shrimp Carbon Aquaculture (SECURE[14]) yang dijalankan Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN).
Kami mengelola lebih dari 20 tambak percontohan dengan dukungan berbagai pihak dengan melibatkan masyarakat dan Pemerintah Kabupaten Berau.
Kami perkecil ukuran tambak agar mangrove bisa pulih secara alami. Tujuannya untuk membuktikan bahwa tambak lebih kecil yang dikelilingi mangrove sehat dapat menghasilkan panen yang setara, bahkan lebih tinggi.
Hasil awalnya cukup menggembirakan. Setelah tiga tahun, petambak peserta SECURE memanen rata-rata 140 kg udang per tambak per tahun. Angka ini mendekati panen tambak konvensional di wilayah yang sama, yaitu sekitar 160 kg, meski lebih dari separuh area tambak sudah dialihkan untuk restorasi.
Uji coba budi daya dan restorasi mangrove SECURE ini masih terus disempurnakan, dan kami memperkirakan hasil panen dapat menyamai bahkan lebih tinggi dari tambak konvensional.
Pada intinya, hasil riset dan uji coba kami menunjukkan, petambak tidak harus memilih antara mata pencaharian dan konservasi. Dengan menempatkan mangrove di lokasi yang tepat, kita bisa menciptakan sistem di mana pemulihan hutan pesisir menghasilkan panen lebih baik, ekosistem lebih sehat, dan masyarakat lebih tangguh.
References
- ^ produsen udang terbesar (openknowledge.fao.org)
- ^ kerusakan lingkungan (esajournals.onlinelibrary.wiley.com)
- ^ kehilangan seperempat hutan mangrove (www.sciencedirect.com)
- ^ adalah “silvofishery” (www.frontiersin.org)
- ^ riset terbaru kami di Berau (link.springer.com)
- ^ Riset kami (link.springer.com)
- ^ CC BY (creativecommons.org)
- ^ menurunkan kualitas air di tambak (smujo.id)
- ^ CC BY (creativecommons.org)
- ^ Riset (link.springer.com)
- ^ CC BY (creativecommons.org)
- ^ Ketimbang menjadi tambak udang, pelestarian mangrove jauh lebih menguntungkan warga setempat (theconversation.com)
- ^ Temuan ini (link.springer.com)
- ^ SECURE (www.ykan.or.id)
Authors: Muhammad Ilman, Director of the Indonesia Oceans Program, Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN)