Asian Spectator

Men's Weekly

.

SEAblings: Solidaritas di tengah perasaan “benci tapi rindu” masyarakat ASEAN

  • Written by Muammar Syarif, Multiplatform Manager, The Conversation
SEAblings: Solidaritas di tengah perasaan “benci tapi rindu” masyarakat ASEAN

Di antara maraknya pemberitaan mengenai demonstrasi dan tuntutan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), serta aksi protes atas tewasnya Affan Kurniawan—pengemudi ojek daring (ojol) yang meninggal setelah tertabrak kendaraan taktis Brimob pada Kamis, 28 Agustus 2025—muncul fenomena “SEAblings” yang menghadirkan nuansa berbeda di ruang digital.

Fenomena ini berawal dari inisiatif sekelompok pengguna media sosial yang mengekspresikan empati terhadap kondisi sosial di Indonesia pada akhir Agustus 2025 dengan memesan makanan lewat aplikasi pesan-antar untuk para pengemudi ojol di Indonesia.

Aksi sederhana tersebut kemudian menyebar dengan cepat dan meluas.

Partisipasi tidak hanya datang dari masyarakat Indonesia, tetapi juga dari donatur di Filipina, Singapura, Thailand, dan Malaysia.

Dalam episode SuarAkademia terbaru, kami membahas fenomena ini bersama Amorisa Wiratri, peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional dan postdoctoral fellow dari National University of Singapore.

Menurut Amorisa, gerakan ini bersifat organik, sukarela, dan tidak terstruktur. Aksi sederhana seperti berbagi makanan melalui aplikasi dipandang sebagai simbol cinta universal dalam budaya Asia Tenggara, sekaligus menegaskan bahwa platform digital dapat berfungsi lebih dari sekadar sarana komersial.

Amorisa membandingkan peristiwa ini dengan gerakan Milk Tea Alliance[1], yang sama-sama mengandalkan platform digital. Jika Milk Tea Alliance digerakkan oleh motivasi politik terhadap Cina, maka gerakan berbagi makanan lebih menekankan solidaritas kultural dan emosional antarnegara ASEAN.

Ia menekankan bahwa meski negara-negara ASEAN memiliki ikatan budaya dan sejarah bersama, identitas nasional masih lebih dominan dibandingkan identitas regional. Hal ini membuat munculnya gerakan solidaritas lintas batas terasa sangat signifikan.

Amorisa juga melihat fenomena ini mungkin sulit berkembang menjadi identitas politik regional yang berkelanjutan karena sifatnya yang spontan, temporer, dan tidak memiliki struktur formal. Ia menambahkan bahwa identitas ASEAN sering kali elitis dan rapuh, sehingga sulit dijadikan landasan solidaritas jangka panjang.

Meski demikian, Ia menekankan bahwa gerakan solidaritas digital tetap memiliki potensi manfaat yang penting. Menurutnya, fenomena SEAblings ini bisa memperkuat empati lintas batas dan menjadi bentuk perlindungan sosial alternatif bagi kelompok berpenghasilan rendah di tengah situasi darurat.

Simak episode lengkapnya hanya di SuarAkademia—ngobrol seru isu terkini, bareng akademisi. Kamu bisa mendengarkan episode SuarAkademia lainnya yang terbit setiap pekan di Spotify, Youtube Music dan Apple Podcast.

References

  1. ^ Milk Tea Alliance (thediplomat.com)

Authors: Muammar Syarif, Multiplatform Manager, The Conversation

Read more https://theconversation.com/seablings-solidaritas-di-tengah-perasaan-benci-tapi-rindu-masyarakat-asean-264972

Magazine

Fasilitas umum kerap rusak saat demo: Bagaimana taksiran kerugiannya?

● Aksi unjuk rasa atau demonstrasi sudah jadi makanan sehari-hari bagi pejabat negara dan instansi Pemerintahan.● Tak jarang aksi demo berujung pada bentrokan yang merusak fasilitas umum.&...

Remaja ‘fatherless’ lebih rentan merokok: Kehadiran ayah sangat penting bagi anak

● Ketidakhadiran sosok ayah (fatherless) berdampak signifikan dalam membentuk ketahanan psikologis dan perilaku anak.● Salah satu dampak negatif fatherless bisa tingkatkan risiko remaja me...

Integrasi pengetahuan lokal sebagai solusi iklim: Belajar dari masyarakat adat Bayan di Lombok

● Masyarakat adat Bayan di Lombok Utara, NTB, punya Wariga sebagai sistem pengetahuan alam yang presisi.● Ada juga arsitektur Bale Bayan yang terbukti tahan gempa dan sistem ‘awiq-aw...