Pranata Mangsa: Kalender musim Jawa yang efektif meningkatkan hasil tani dan mencegah bencana
- Written by Muhamad Khoiru Zaki, Dosen, Universitas Gadjah Mada

● Banyak suku lokal yang memiliki kalendernya sendiri, termasuk masyarakat Jawa dengan Pranata Mangsa.
● Kalender tersebut masih digunakan oleh banyak masyarakat Jawa sebagai rujukan bercocok tanam.
● Pranata Mangsa juga terbukti secara ilmiah efektif untuk pertanian.
Sedari dulu, masyarakat adat di berbagai belahan dunia terkenal bak cenayang yang bisa memprediksi perubahan cuaca hingga bencana alam. Kearifan lokal tersebut sudah ada sebelum era modern sekarang.
Di Aceh misalnya, warga lokal menggunakan kata ‘smong’[1] (tsunami dalam bahasa Simeulue) sebagai peringatan tanda-tanda bahaya tsunami yang akan menerpa.
Di Filipina, wilayah Rapu-Rapu[2] dijadikan episentrum negara untuk mendeteksi topan karena kawasan tersebut diyakini menjadi titik awal bencana topan yang kerap melanda negara tersebut.
Tidak hanya sebagai sistem peringatan terhadap bencana, strategi adaptif berbasis pengetahuan lokal ini juga dimanfaatkan untuk pengembangan metode pertanian.
Di Jawa khususnya, ada yang dinamakan Pranata Mangsa[3], yaitu sistem kalender tradisional yang menjadi pedoman untuk mengatur musim pertanian.
Namun pertanyaannya, seberapa efektif Pranata Mangsa Jawa ini bekerja dan apakah bisa dibuktikan secara ilmiah?
Apa itu Pranata Mangsa?
Hingga kini, Pranata Mangsa masih banyak dipercaya oleh masyarakat pedesaan Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dalam bercocok tanam.
Pranata Mangsa diperkenalkan pada 1855 dan digunakan secara luas di seluruh Jawa. Pada tahun 1950 hingga 1960-an, Pranata Mangsa mulai diajarkan di Sekolah Rakyat atau Sekolah Dasar[4] sekitar Yogyakarta dan Surakarta.
Pranata Mangsa sejatinya adalah kalender musim tradisional Jawa yang terdiri atas 12 mangsa[5] (musim) yang setiap musimnya menunjukkan kondisi yang berbeda-beda.
Melalui pengamatan alam, masyarakat bisa mengukur posisi matahari untuk menentukan waktu tanam, pola tanam, hingga kegiatan pertanian.
Dalam kalender Pranata Mangsa, ada empat musim tanam yang berbeda (atau Titen) dan masing-masing memiliki karakteristik unik.
Titen[6] kemudian terbagi lagi ke dalam fase-fase individu, dimulai dengan Kasa, yang berlangsung selama 41 hari. Selama Kasa, petani harus membakar jerami padi dan membiarkan lahan bera.
Lalu, ada juga musim Kanem[7], di mana pada periode ini curah hujan tinggi dan petani menyiapkan sawah untuk dipanen pada fase Desta.
Bagi warga lokal, Pranata Mangsa sudah turun-temurun terbukti akurat menjadi acuan bertani.