Asian Spectator

Men's Weekly

.

STEM VS Soshum: Perlukah kita memperdebatkan dikotomi ini?

  • Written by Muammar Syarif, Multiplatform Manager, The Conversation
STEM VS Soshum: Perlukah kita memperdebatkan dikotomi ini?

Perdebatan antara rumpun ilmu sains dan teknologi (saintek) dengan ilmu sosial dan humaniora (soshum) kembali mencuat di ruang publik digital. Isu ini berawal dari kebijakan beasiswa pemerintah yang dinilai lebih berpihak pada bidang tertentu. Namun, alih-alih menjadi ruang diskusi rasional, perbincangan tersebut segera bergeser menjadi arena pembuktian superioritas antarbidang.

Pendukung saintek kerap memosisikan diri sebagai ujung tombak pembangunan: para insinyur, ilmuwan, dan teknolog yang menciptakan infrastruktur, aplikasi, serta inovasi energi untuk menjawab kebutuhan masyarakat. Dari perspektif mereka, kebijakan beasiswa semestinya diarahkan pada bidang yang mampu menghasilkan solusi konkret terhadap tantangan nasional.

Sebaliknya, kelompok soshum menegaskan peran penting ilmu-ilmu sosial dalam menjaga keseimbangan pembangunan. Mereka menyoroti kontribusi ekonom, sosiolog, diplomat, dan budayawan dalam merancang kebijakan publik yang berkeadilan serta memelihara kohesi sosial. Tanpa pemahaman terhadap dinamika masyarakat, pembangunan yang semata berorientasi teknologis dikhawatirkan menjadi timpang dan justru berpotensi menimbulkan konflik sosial.

Sebenarnya, apa yang menyebabkan perdebatan ini seperti tidak pernah ada ujungnya?

Dalam episode SuarAkademia terbaru, kami membahas isu ini bersama Justito Adiprasetio, akademisi dari Universitas Padjadjaran.

Justito menyoroti persoalan mendasar tentang bagaimana Indonesia menempatkan hierarki ilmu pengetahuan dalam sistem pendidikan dan pasar kerja. Ia mengamati bahwa sejak lama, faktor sejarah, ekonomi, dan politik telah membentuk persepsi publik terhadap nilai suatu disiplin ilmu, sehingga bidang-bidang teknis dan rekayasa kerap dipandang lebih unggul dibandingkan ilmu-ilmu sosial dan humaniora.

Justito menegaskan bahwa orientasi ini turut memengaruhi arah industrialisasi Indonesia, yang masih bergantung pada tenaga kerja sektor informal dalam proporsi yang tinggi. Ia juga menyoroti peran kebijakan pemerintah dalam memperkuat bias tersebut melalui program beasiswa dan prioritas pendanaan yang lebih condong pada bidang sains dan teknologi, sementara dukungan terhadap dosen dan peneliti sosial sering kali belum diartikulasikan dengan jelas dalam kerangka pembangunan nasional.

Lebih jauh, ia juga melihat tantangan besar dalam pengembangan studi interdisipliner di Indonesia. Integrasi antara ilmu sosial, teknologi, dan sains belum menjadi arus utama dalam sistem pendidikan tinggi, sebagian karena resistensi terhadap pendekatan lintas bidang.

Justito menilai bahwa banyak akademisi di Indonesia belum sepenuhnya terhubung dengan wacana global, sehingga inovasi pengetahuan lintas disiplin sulit berkembang. Akibatnya, potensi bidang-bidang tersebut untuk tumbuh sebagai ruang dialog antar ilmu masih terbatas.

Dalam konteks yang lebih luas, Justito menekankan pentingnya menyelaraskan pengembangan sumber daya manusia dengan arah pembangunan nasional. Namun, upaya menuju keseimbangan itu kerap terhambat oleh lemahnya perencanaan kebijakan serta kurangnya pemahaman terhadap dimensi ekonomi dan politik pembangunan.

Ia juga melihat terbukanya ruang refleksi mengenai peran universitas sebagai agen perubahan sosial dan budaya. Pendidikan tinggi di Indonesia perlu memikirkan ulang tujuannya yang bukan hanya menyiapkan individu untuk industri, tetapi juga membentuk masyarakat yang kritis, adaptif, dan mampu menjawab tantangan zaman secara kolektif.

Simak episode lengkapnya hanya di SuarAkademia—ngobrol seru isu terkini, bareng akademisi. Kamu bisa mendengarkan episode SuarAkademia lainnya yang terbit setiap pekan di Spotify, Youtube Music dan Apple Podcast.

Authors: Muammar Syarif, Multiplatform Manager, The Conversation

Read more https://theconversation.com/stem-vs-soshum-perlukah-kita-memperdebatkan-dikotomi-ini-268091

Magazine

Membungkam buku: Mengapa negara takut pada pengetahuan dan pikiran kritis

Tumpukan buku-buku non-fiksi yang mengeksplorasi topik politik di Sidoarjo, Jawa Timur.Subekti Mochamad Eko/Shutterstock● Pascademo besar Agustus lalu, polisi menangkap sejumlah demonstran dan m...

STEM VS Soshum: Perlukah kita memperdebatkan dikotomi ini?

CC BYPerdebatan antara rumpun ilmu sains dan teknologi (saintek) dengan ilmu sosial dan humaniora (soshum) kembali mencuat di ruang publik digital. Isu ini berawal dari kebijakan beasiswa pemerintah y...

Fatwa haram ‘sound horeg’: Benarkah Islam menolak perkembangan teknologi?

● Islam kerap dituduh sebagai antiteknologi karena kerap melarang perkembangan teknologi, termasuk sound horeg.● Penolakan Islam terhadap teknologi bukan karena keyakinan agama, tetapi leb...