Asian Spectator

Men's Weekly

.

Carut marut MBG: Peran daerah kalah dominan oleh militer

  • Written by Mirah Mahaswari, PhD candidate & Teaching Fellow, Monash University, Monash University
Carut marut MBG: Peran daerah kalah dominan oleh militer

● Program MBG minim peran pemerintah daerah, lebih melibatkan militer dalam operasionalnya.

● Ini menunjukkan indikasi pola kepemimpinan komando oleh pemerintah pusat.

● Wacana supremasi sipil dan kembalinya militer ke barak masih jauh dari harapan.

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang menargetkan 82 juta penerima manfaat[1] hingga kini masih jadi program mercusuar pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming.

Namun, di balik narasi kebijakan gizi, MBG dalam perspektif politik dan kebijakan publik mencerminkan pergeseran tata kelola pemerintahan Indonesia.

Di lapangan, program MBG menandai pola kepemimpinan komando[2] yang amat menekankan kontrol pusat.

Read more: Rentetan fakta masalah MBG yang telah diprediksi jauh sebelumnya[3]

Peran daerah kalah oleh militer. Alhasil program ini carut-marut karena minim inovasi dan kolaborasi aktor lokal.

Model ini tidak selaras dengan semangat desentralisasi[4] yang mengedepankan kemandirian pemerintah daerah dan kolaborasi antarlembaga publik.

Ditambah dengan keterlibatan militer dalam program ini, makin menunjukkan dominasi pemerintah pusat. Ini justru menunjukkan bahwa melalui program populis seperti MBG, pemerintah bermaksud memperkuat kontrol dan komando pusat di daerah.

Resentralisasi kekuasaan

Pasca-Reformasi, desentralisasi digadang sebagai tonggak revolusi demokratisasi[5] birokrasi Indonesia. Pemerintah daerah memiliki kewenangan luas untuk mengelola urusan publik sesuai kebutuhan dan kapasitas wilayahnya.

Namun dalam praktik MBG, arah itu tampak mulai berbalik sebagai resentralisasi kekuasaan. Lewat Badan Gizi Nasional (BGN), pemerintah pusat berkendali penuh terhadap desain, pendanaan, dan pengawasan program.

Pemerintah daerah seharusnya diberi ruang untuk mendominasi implementasi program MBG.
Tumpukan nampan makanan gratis untuk anak-anak sekolah, bagian dari program Makan Bergizi Gratis di Cilacap. Vedercy/Shutterstock[6]

Sementara pemerintah daerah bak seorang figuran semata[7] di segala aspek mulai dari tahap perencanaan, penentuan lokasi dapur gizi, vendor makanan, hingga pengawasan distribusi logistik[8] di lapangan.

Daerah seolah kehilangan posisi sebagai pengambil keputusan sekaligus terbebas dari beban pertanggungjawaban publik.

Model tata kelola seperti ini pada akhirnya memunculkan logika baru bahwa efektivitas tidak lagi diukur melalui partisipasi, melainkan melalui kepatuhan pada struktur komando.

Implementasi kebijakan terpusat ini membuat daerah kesulitan menyesuaikan realisasi program dengan konteks lokal[9], baik dari segi infrastruktur, ketersediaan bahan pangan, maupun kapasitas sumber daya manusia.

Dalam logika kebijakan publik, ini menciptakan efek paradoks: negara hadir, tapi daerah tidak benar-benar berperan[10].

Read more: Gagal fokus Prabowo: Papua lebih butuh akses pendidikan, bukan makan siang gratis[11]

Fenomena ini berdampak pada akuntabilitas. Pemerintah pusat bisa bersembunyi di balik pemerintah daerah jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.

Hal inilah yang terjadi ketika persoalan terjadi di lapangan, mulai dari keterlambatan distribusi hingga kasus keracunan, otoritas pemerintah daerahlah yang jadi kambing hitam.

Dominasi militer

Keterlibatan militer dalam eksekusi MBG[12] makin menegaskan pola kontrol vertikal (terpusat).

Ada beberapa indikasi yang memperlihatkan keterlibatan militer dalam implementasi MBG. Pertama, TNI ternyata mengelola lebih dari 452 SPPG[13] per September 2025.

Read more: Bahaya revisi UU TNI: Multifungsi membuat prajurit jadi 'kurang militer', publik terancam direpresi[14]

Jumlah tersebut berporsi 22,6% dari target jumlah SPPG yang akan dikelola TNI. SPPG yang dikelola TNI tersebut diakui berada di satuan setara batalyon, Komando Distrik Militer, Komando Resor Militer, Pangkalan Udara, Pangkalan Angkatan Laut, dan Resimen Induk Daerah Militer.

Legalitas keterlibatan TNI dalam MBG ini didasari oleh nota kesepahaman antara BGN dan TNI. Menurut panglima, keterlibatan militer merupakan wujud tanggung jawab moral dan pengabdian TNI kepada rakyat[15].

Kedua, Program Sarjana Penggerak Pembangunan Indonesia (SPPI) berada di bawah Kementerian Pertahanan. Program SPPI ini bertujuan untuk mencetak penggerak-penggerak dapur umum MBG.

Rekrutmen calon SPPI dilakukan oleh Universitas Pertahanan (Unhan)[16]. Lulusan D4/S1/S2 dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia yang mendaftar dalam program ini dan dinyatakan lolos seleksi, wajib mengikuti pendidikan dasar dan latihan militer (Diksarmil) selama 3-4 bulan di Akademi Militer atau Rindam.

Per Juni 2025, tercatat ada sekitar 30 ribu SPPI yang mengikuti Diksarmil[17]. Alasannya karena mereka merupakan calon kepala dapur yang akan mengelola dana sekitar Rp10 miliar untuk satu dapur, sehingga perlu dididik integritasnya, cinta tanah air, mental, dan keberanian memimpinnya.

Kedua indikasi tersebut menunjukkan bahwa militer terlibat dalam implementasi kebijakan sipil. Bahkan secara terbuka, militer melihat dirinya sebagai entitas yang berada di tengah masyarakat dan melakukan berbagai peran di ranah sipil.

Penyelenggaraan MBG minim melibatkan peran otoritas daerah.
Wadah makan Makanan Bergizi Gratis (MBG) di Magelang, Jawa Tengah. Ipung Rahmawan Pramudya/Shutterstock[18]

Jika kita bercermin pada proses pelaksanaan program MBG saja, wacana supremasi sipil dan kembalinya militer ke barak yang menjadi bagian dari tuntutan publik tampaknya masih jauh dari berhasil.

Pola pemerintahan komando

Fakta-fakta dalam implementasi MBG yang masih berusia kurang dari satu tahun ini seolah menyingkap arah baru politik Indonesia dari desentralisasi menuju resentralisasi atau terpusat kembali dengan “pola pemerintahan komando” yang membungkus kontrol dengan nama kesejahteraan.

Meski demikian, tetap ada ruang perbaikan dalam program ini. Memperbesar partisipasi daerah dan memberi batas waktu pada keterlibatan militer dalam program MBG sangat penting bagi agenda desentralisasi dan supremasi sipil.

References

  1. ^ 82 juta penerima manfaat (www.bgn.go.id)
  2. ^ pola kepemimpinan komando (download.garuda.kemdikbud.go.id)
  3. ^ Rentetan fakta masalah MBG yang telah diprediksi jauh sebelumnya (theconversation.com)
  4. ^ desentralisasi (pustaka.ut.ac.id)
  5. ^ tonggak revolusi demokratisasi (www.ui.ac.id)
  6. ^ Vedercy/Shutterstock (www.shutterstock.com)
  7. ^ pemerintah daerah bak seorang figuran semata (regional.kompas.com)
  8. ^ pengawasan distribusi logistik (regional.kompas.com)
  9. ^ realisasi program dengan konteks lokal (www.cnbcindonesia.com)
  10. ^ daerah tidak benar-benar berperan (investor.id)
  11. ^ Gagal fokus Prabowo: Papua lebih butuh akses pendidikan, bukan makan siang gratis (theconversation.com)
  12. ^ Keterlibatan militer dalam eksekusi MBG (www.cnnindonesia.com)
  13. ^ 452 SPPG (www.detik.com)
  14. ^ Bahaya revisi UU TNI: Multifungsi membuat prajurit jadi 'kurang militer', publik terancam direpresi (theconversation.com)
  15. ^ tanggung jawab moral dan pengabdian TNI kepada rakyat (www.detik.com)
  16. ^ Universitas Pertahanan (Unhan) (www.kompas.com)
  17. ^ 30 ribu SPPI yang mengikuti Diksarmil (nasional.kompas.com)
  18. ^ Ipung Rahmawan Pramudya/Shutterstock (www.shutterstock.com)

Authors: Mirah Mahaswari, PhD candidate & Teaching Fellow, Monash University, Monash University

Read more https://theconversation.com/carut-marut-mbg-peran-daerah-kalah-dominan-oleh-militer-267013

Magazine

Dilema utang kereta cepat Whoosh: Mengejar kecepatan, mengancam kedaulatan

Kereta Cepat Jakarta-Bandung Whoosh.wisely/Shutterstock● Masalah utang kereta cepat Whoosh menunjukkan adanya ketergantungan dalam sistem ekonomi global.● Angka penumpang yang tinggi belum...

Carut marut MBG: Peran daerah kalah dominan oleh militer

Anggota TNI membantu menyiapkan makanan gratis di sekolah negeri di Makassar.Amri Syam/Shutterstock● Program MBG minim peran pemerintah daerah, lebih melibatkan militer dalam operasionalnya.`...

Cemaran radioaktif di Cikande: Bukti lemahnya pengawasan dan tata kelola limbah berbahaya?

CC BYKasus paparan zat radioaktif Cesium-137 di kawasan industri Cikande, Serang, Banten menguak celah regulasi serta lemahnya tata kelola dan pengawasan limbah berbahaya di Indonesia, khususnya limba...