Orang demensia rentan ‘kabur’ dari rumah: Bagaimana cara mendampingi mereka?
- Written by Kevin Kristian, PhD student in Public Health and Preventive Medicine, Monash University
● Kasus demensia di Indonesia terus meningkat dan diprediksi mencapai 4 juta kasus pada tahun 2050[1].
● Kondisi penurunan daya ingat dan disorientasi ini rentan menyebabkan orang dengan demensia (ODD) “kabur” dari rumah.
● Karena tidak terlatih, keluarga ODD berisiko burnout selama mendampingi mereka.
Pada Juni 2025, seorang nenek dengan demensia[2] dilaporkan menghilang saat hendak berkebun di kawasan hutan perbukitan di Natuna, Riau. Tim SAR bahkan sampai terlibat dalam pencarian.
Kasus orang dengan demensia (ODD) hilang[3] atau “kabur” dari rumah ini sangat umum terjadi. Demensia menyebabkan orang lanjut usia (lansia) mengalami penurunan daya ingat dan kemampuan berpikir logis.
Akibatnya, ODD rentan mengalami disorientasi sehingga tidak mampu mengenali tempat tinggalnya lagi, ataupun yang mereka ingat berbeda dengan realitas sebenarnya.
Pada sebagian kasus, orang demensia cenderung ke luar rumah karena teringat kembali akan hunian lama mereka (misalnya, ketika masih SMA pernah menetap di rumah yang berbeda dengan yang mereka huni sekarang).
Namun, di tengah perjalanan, mereka tiba-tiba bisa lupa dengan segala hal dan kehilangan arah sehingga tersesat.
Kendala yang dialami ODD ini bisa sangat memengaruhi kondisi psikologis keluarga pendamping, bahkan menyebabkan keluarga mengalami kelelahan berkepanjangan dan stres (burnout)[4].
Keluarga ODD stres karena tidak terlatih
Penyebab keluarga rentan mengalami stres karena mereka tidak terlatih dalam mendampingi orang dengan demensia[5].
Dari seluruh gejala demensia, perubahan perilaku dan kepribadian ODD[6] merupakan hal yang paling menantang bagi keluarga.
Pada situasi ini, ODD bisa menunjukkan gejala[7], seperti emosi tidak stabil, sering marah-marah, cemas, dan jalan-jalan sendirian.
Kemunculan gejala ini biasanya dipicu oleh suatu hal. Misalnya, ODD melihat foto ketika mereka masih remaja dan tinggal di tempat yang berbeda dari saat ini. Hal ini membuat ODD terpikir untuk mencari rumah tersebut.
Ini bisa membuat keluarga kewalahan dan merasa bahwa ODD adalah orang yang “berbeda”[8]. Kondisi ini kian rumit karena gejala-gejala tersebut bisa muncul pada setiap tahapan demensia[9], sehingga kemunculannya tidak dapat diprediksi secara pasti.
Cara mendampingi orang dengan demensia
Meski begitu, keluarga bisa melakukan sejumlah hal dalam mendampingi ODD, guna mengurangi kerentanan mereka untuk “kabur”:
Pertama, keluarga perlu selalu mengingat bahwa ODD tidak mampu berpikir secara logis, sehingga keluarga semestinya tidak merespons dengan emosional.
Sebagai respons awal, keluarga dan orang terdekat harus tetap tenang dan justru harus bersama-sama mencari tahu penyebab ODD meninggalkan rumah.
Salah satu solusi yang bisa dilakukan adalah dengan meminimalkan paparan faktor-faktor pemicu tersebut. Misalnya, dengan menyimpan foto-foto lama mereka di tempat yang sulit ditemukan.
Read more: Lansia rentan depresi, tapi banyak keluarga tidak menyadari: Stigma jadi pemicunya[11]
Kedua, jangan meninggalkan ODD di rumah sendirian meskipun mereka masih mandiri. Keluarga harus memastikan bahwa lansia memiliki pendamping yang dapat memantau kegiatan sehari-hari mereka.
Kendati selalu dipantau, keluarga harus selalu mengingatkan orang yang mendampingi agar tetap menjaga kemandirian dan privasi lansia.
Ketiga, keluarga dapat membekali tanda pengenal dan alamat rumah pada lansia, bisa berupa kertas di saku atau gelang khusus. Pada tanda pengenal, sebaiknya tercantum nama, alamat, nomor telepon, dan keterangan bahwa orang tersebut mengalami demensia. Apabila mereka tersesat, maka bisa hubungi kontak yang tercantum pada tanda pengenal tersebut.
Pelatihan bagi keluarga ODD sangat penting
Sayangnya, layanan demensia belum terintegrasi dengan sistem kesehatan di Indonesia. Karena itu, keluarga masih perlu diberikan pengetahuan dan keterampilan dalam menunjang perawatan ODD di rumah.
Kita bisa belajar dari negara tetangga, Singapura[12]. Sistem layanan demensia mereka sudah terintegrasi dengan baik, sehingga layanan bagi pendamping dan ODD langsung terhubung dengan jaringan sistem kesehatan. Ini membuat ODD dan keluarga yang mendampingi merasa didukung.
Pemerintah Indonesia perlu mempertimbangkan sejumlah rekomendasi di bawah ini untuk meningkatkan layanan kesehatan orang demensia.
Kenali kebutuhan: Gejala demensia bisa sangat bervariasi. Karena itu, kita perlu lebih mengembangkan studi mengenai kebutuhan pendamping ODD. Ini akan menjadi bekal dasar bagi pengembangan materi pelatihan para pendamping ODD.
Sediakan pelatihan singkat dan praktis: Kendati Alzheimer’s Indonesia telah menyediakan pelatihan untuk para pendamping ODD[13], penyediaan pelatihan lainnya perlu dilakukan dengan memanfaatkan sumber daya yang ada. Misalnya, pelatihan untuk kader kesehatan, posyandu lansia, kelompok penyedia kesejahteraan keluarga (PKK), dan sejenisnya.
Kembangkan jaringan layanan demensia: Seperti yang telah dilakukan Singapura, Indonesia perlu mengembangkan jaringan khusus layanan demensia (dementia care network), terutama layanan konseling dan dukungan psikososial. Tujuannya untuk meningkatkan kesejahteraan ODD dan keluarga yang mendampingi, serta mempertahankan kualitas pendampingan.
Read more: 6 cara menjaga kesehatan otak di usia 20-30an: Rajin bersosialisasi bantu rawat ingatan[14]
References
- ^ 4 juta kasus pada tahun 2050 (stride-dementia.org)
- ^ seorang nenek dengan demensia (batam.tribunnews.com)
- ^ Kasus orang dengan demensia (ODD) hilang (www.youtube.com)
- ^ kelelahan berkepanjangan dan stres (burnout) (pubmed.ncbi.nlm.nih.gov)
- ^ tidak terlatih dalam mendampingi orang dengan demensia (www.agedcareinsite.com.au)
- ^ perubahan perilaku dan kepribadian ODD (careregistry.ucsf.edu)
- ^ menunjukkan gejala (alz-journals.onlinelibrary.wiley.com)
- ^ orang yang “berbeda” (www.agedcareinsite.com.au)
- ^ tahapan demensia (alzi.or.id)
- ^ comzeal images / Shutterstock (www.shutterstock.com)
- ^ Lansia rentan depresi, tapi banyak keluarga tidak menyadari: Stigma jadi pemicunya (theconversation.com)
- ^ Singapura (pmc.ncbi.nlm.nih.gov)
- ^ Alzheimer’s Indonesia telah menyediakan pelatihan untuk para pendamping ODD (alzi.or.id)
- ^ 6 cara menjaga kesehatan otak di usia 20-30an: Rajin bersosialisasi bantu rawat ingatan (theconversation.com)
Authors: Kevin Kristian, PhD student in Public Health and Preventive Medicine, Monash University




