Akuisisi Netflix-Warner akan menghadirkan pola tiga raksasa pada industri ‘streaming’
- Written by David R. King, Higdon Professor of Management, Florida State University
Percaya tidak percaya, angka tiga memiliki mistisnya sendiri jika membicarakan industri-industri besar Amerika Serikat (AS) dari zaman ke zaman.
Industri otomotif lama didominasi oleh tiga kekuatan besar: Chrysler, Ford, dan General Motors[1], yang pada satu masa menguasai lebih dari 60% pasar mobil AS.
Pola trio raksasa serupa juga muncul di beragam sektor lain, mulai dari industri pertahanan AS[2] yang dikuasai Lockheed Martin, Boeing, dan Northrop Grumman, hingga penyedia layanan seluler seperti AT&T, T-Mobile, dan Verizon[3].
Tidak ketinggalan trio American Airlines, Delta, dan United yang terbang jauh meninggalkan kompetitor lainnya.
Logika tiga kekuatan besar ini juga berlaku untuk tontonan. Pada masa keemasan televisi, layar kaca didominasi oleh tiga raksasa jaringan penyiaran[4]: ABC, CBS, dan NBC.
Kini, di era digital, kita akan menyaksikan terbentuknya dominasi tiga kekuatan baru dalam layanan streaming. Mereka adalah Netflix, Amazon, dan Disney.
Langkah terbaru dalam proses tersebut adalah rencana Netflix mengakuisisi Warner Bros[5] senilai US$72 miliar (sekitar Rp1.300 triliun). Jika disetujui, langkah ini akan semakin mengukuhkan posisi Netflix sebagai platform streaming nomor wahid sedunia.
Caplok-mencaplok layanan penyedia ‘streaming’
Sebelum bertransformasi menjadi platform layanan streaming film dan serial televisi 2007 silam[6], Netflix hanyalah layanan penyewaan DVD lewat pos[7]. Titik transformasi tersebut menjadikan Netflix salah satu pelopor di ranah streaming.
Sebagai pelopor, Netflix memperoleh keunggulan dalam mengembangkan teknologi pendukung sekaligus memanfaatkan data pelanggan untuk menciptakan konten baru.
Tak ayal, Netflix menjelma menjadi pemimpin pasar, dengan laba kuartalan yang kini jauh melampaui para pesaingnya[8], yang justru kerap melaporkan kerugian.
Bahkan, tanpa akuisisi Warner Bros, Netflix tetap mendominasi pasar global dengan lebih dari 300 juta pelanggan[9]. Amazon Prime menyusul di posisi kedua dengan sekitar 220 juta pelanggan[10].
Sementara Disney—mencakup Disney+ dan Hulu—berada di peringkat ketiga dengan sekitar 196 juta pelanggan[11].
Artinya, ketiga perusahaan ini secara bersama-sama menguasai lebih dari 60% pasar layanan streaming dunia.[12]
Kesepakatan dengan Warner Bros membuat Netflix akan memperoleh kepemilikan atas HBO Max—anak usaha Warner—yang saat ini menjadi layanan streaming terbesar keempat di AS dengan total gabungan sekitar 128 juta pelanggan[13].
Meski diprediksi bakal tumpang tindih pelanggan, Netflix tetap berpeluang menambah sekaligus mempertahankan pelanggan dengan pilihan konten yang semakin luas.
Langkah Netflix untuk mengakuisisi Warner Bros juga mengikuti tren konsolidasi sebelumnya di industri hiburan. Ini didorong oleh upaya menguasai konten demi mempertahankan pelanggan layanan streaming.
Pada 2019, Disney mengakuisisi 21st Century Fox[14] dengan nilai transaksi US$71,3 miliar (sekitar Rp1,3 kuadriliun). Tiga tahun kemudian, Amazon mengambil alih Metro-Goldwyn-Mayer (MGM)[15] melalui akuisisi senilai US$8,5 miliar (Rp133 triliun).
Tren konsolidasi industri streaming akan berlanjut jika kesepakatan Netflix ini gol. Pada saat bersamaan, tercipta juga jarak yang semakin lebar terhadap pemain streaming non tiga besar seperti Paramount+ dengan 79 juta pelanggan[16] serta Apple TV+ yang memiliki sekitar 45 juta pelanggan[17].
Sementara itu, pada 8 Desember 2025, Paramount mengumumkan upaya pengambilalihan terhadap Warner Bros melalui rencana kesepakatan senilai US$108,4 miliar[18]. Kesepakatan ini berbeda dengan rencana Netflix karena mencakup akusisi anak usaha Warner Bros. yaitu Discovery+.
Ada apa dengan angka 3?
Mengapa industri kerap mengerucut pada segelintir perusahaan saja?
Sebagai pakar merger[19], saya memahami bahwa jawabannya terletak pada kekuatan pasar terkait persaingan, yang cenderung mendorong konsolidasi suatu industri hingga hanya tersisa tiga sampai lima perusahaan.
Dari sudut pandang konsumen, adanya pilihan lain ketimbang dipaksa menerima opsi tunggal tetap penting. Pilihan yang beragam mencegah praktik monopoli yang dapat mendorong harga dipatok lebih tinggi.
Selain itu, persaingan lebih dari satu pemain besar juga menjadi insentif kuat bagi lahirnya inovasi, guna meningkatkan kualitas produk maupun layanan.
Atas alasan tersebut, pemerintah—baik di AS maupun di lebih dari 100 negara lainnya[20]—menerapkan undang-undang dan praktik antimonopoli untuk mencegah terbentuknya industri dengan tingkat persaingan yang terbatas.
Namun, ketika sebuah industri semakin mapan, laju pertumbuhan cenderung melambat. Perusahaan-perusahaan yang tersisa terpaksa bersaing memperebutkan stagnansi pasar. Jika hal tersebut terjadi, para pemimpin menikmati stabilitas yang lebih besar serta keuntungan yang lebih dapat diprediksi.
Di pihak lain, para pemain yang tertinggal kesulitan mempertahankan profitabilitas. Mereka kerap memilih bergabung untuk memperbesar pangsa pasar sekaligus menekan biaya.
Pertimbangannya adalah satu atau dua pemain berisiko jatuh pada jebakan monopoli atau duopoli. Sementara adanya lebih dari tiga pemain akan membuat pemainnya sering kesulitan meraih keuntungan di industri yang telah matang[21].
Nasib para pemain kecil
Keberadaan tiga raksasa akan kian mendominasi pasar. Sementara perusahaan yang lebih kecil akan bernasib menerima tantangan bertubi-tubi.
Salah satu solusi sementara bagi layanan streaming kecil adalah harus berani membakar uang melalui promosi yang kemudian dinaikkan—memanfaatkan celah pelanggan yang lupa membatalkan langganan. Pada saat bersamaan, perusahaan perlu terus menyiapkan langkah yang lebih permanen.
Namun, para kurcaci ini juga akan menghadapi tekanan yang kian besar untuk keluar dari bisnis streaming—baik dengan melisensikan konten kepada platform terdepan, menghentikan operasional, maupun menjual layanan dan aset kontennya.
Tidak jarang juga, mereka tergoda mengakuisisi layanan yang lebih kecil demi mempertahankan pangsa pasar.
Bahkan, rumor tentang Paramount—yang juga menjadi penawar pesaing dalam perebutan Warner Bros—sedang berupaya mengakuisisi Starz[22] atau membentuk usaha patungan dengan Universal, pemilik layanan streaming Peacock.
Apple sejauh ini memang belum menunjukkan rencana untuk menghentikan Apple TV+. Tapi hal tersebut bisa saja terjadi tergantung oleh tingkat profitabilitas perusahaan yang tinggi serta arus kas kuat yang mengurangi tekanan untuk menutup layanan streaming tersebut.
Meski demikian, jika kesepakatan Netflix–Warner Bros benar-benar gol, nilainya diperkirakan akan turut mengerek valuasi layanan streaming lain yang tertinggal.
Pembatasan persaingan yang menghambat tiga pemain utama untuk terus membesar justru membuat penggabungan layanan streaming yang lebih kecil menjadi semakin bernilai, seiring makin langkanya konten bernilai dan basis pelanggan.
Hal ini semakin diperkuat oleh ekspektasi para pemegang saham akan premi yang setara atau bahkan lebih tinggi dibandingkan kesepakatan sebelumnya. Ini mendorong kebutuhan membayar harga yang kian mahal atas semakin sedikitnya aset yang masih tersedia.
Pelanggan menanggung harganya
Jadi apa artinya ini semua bagi pelanggan?
Stabilitas pasar dalam industri streaming melalui konsolidasi ke dalam model tiga pemain utama justru semakin menegaskan kemunduran televisi kabel tradisional.
Satu hal yang pasti, cara masyarakat mengakses konten akan terus bergeser menjauhi televisi kabel dan bioskop.
Saya meyakini, dalam hal biaya hiburan secara keseluruhan, konsumen tidak terlalu terdampak. Sebab, tekanan inflasi pada kebutuhan pokok seperti pangan dan perumahan[23] akan membatasi alokasi pendapatan mereka untuk layanan streaming.
Alasan Netflix mengakuisisi Warner Bros kemungkinan untuk memungkinkan perusahaan menawarkan layanan streaming dengan harga lebih murah dibandingkan total biaya langganan terpisah, meski tetap lebih tinggi daripada harga langganan Netflix saja. Hal ini dapat diwujudkan melalui penambahan tingkatan langganan bagi pelanggan Netflix yang ingin mengakses konten HBO Max.
Di luar persaingan dengan sesama anggota “tiga besar”, ada alasan lain mengapa kecil kemungkinannya Netflix menaikkan harga secara signifikan: perusahaan berkomitmen untuk menahan kenaikan harga demi memperoleh persetujuan atas merger tersebut.
Tujuan Netflix adalah memastikan posisinya sebagai pilihan utama konsumen untuk menonton serial televisi dan film secara streaming. Karena itu, meskipun industri streaming kian mengerucut menjadi arena tiga pemain besar, strategi Netflix jelas: tetap berada di puncak segitiga.
References
- ^ Chrysler, Ford, dan General Motors (www.porchlightbooks.com)
- ^ industri pertahanan AS (web.stanford.edu)
- ^ AT&T, T-Mobile, dan Verizon (www.statista.com)
- ^ tiga raksasa jaringan penyiaran (www.ebsco.com)
- ^ rencana Netflix mengakuisisi Warner Bros (variety.com)
- ^ platform layanan streaming film dan serial televisi 2007 silam (qz.com)
- ^ layanan penyewaan DVD lewat pos (variety.com)
- ^ melampaui para pesaingnya (www.hollywoodreporter.com)
- ^ lebih dari 300 juta pelanggan (ir.netflix.net)
- ^ sekitar 220 juta pelanggan (www.thestreet.com)
- ^ 196 juta pelanggan (senalnews.com)
- ^ lebih dari 60% pasar layanan streaming dunia. (evoca.tv)
- ^ dengan total gabungan sekitar 128 juta pelanggan (cordcuttersnews.com)
- ^ mengakuisisi 21st Century Fox (www.npr.org)
- ^ mengambil alih Metro-Goldwyn-Mayer (MGM) (variety.com)
- ^ 79 juta pelanggan (www.hollywoodreporter.com)
- ^ 45 juta pelanggan (variety.com)
- ^ kesepakatan senilai US$108,4 miliar (www.reuters.com)
- ^ pakar merger (business.fsu.edu)
- ^ AS maupun di lebih dari 100 negara lainnya (www.justice.gov)
- ^ sering kesulitan meraih keuntungan di industri yang telah matang (www.jstor.org)
- ^ sedang berupaya mengakuisisi Starz (www.indiewire.com)
- ^ pangan dan perumahan (www.cbsnews.com)
Authors: David R. King, Higdon Professor of Management, Florida State University




