Bersiap membeli kembang api untuk menyambut tahun baru? Sebaiknya pikir ulang, dampak lingkungannya besar
- Written by Ria Devereux, Postdoctoral Research Assistant, Sustainability Research Institute, University of East London
Kebanyakan dari kita mungkin sudah bersiap menutup tahun ini dan menyambut 2026 dengan meriah. Mungkin ada yang berencana menyalakan kembang api sederhana di halaman belakang rumah atau ingin menyaksikan pertunjukan kembang api besar di pusat kota.
Namun, sebelum bersiap dengan segala rencana tersebut, sebaiknya kita memahami dulu bahaya kembang api dan mulai mempertimbangkan alternatif lain untuk memeriahkan perayaan tahun baru.
Kembang api terbuat dari campuran kimia bahan peledak, bahan bakar, serta zat tambahan seperti perekat, pewarna, asap, dan serbuk berkilau. Semua bahan kimia itu terlepas ke lingkungan begitu kembang api diluncurkan.
Selain itu, kembang api juga melepaskan gas, logam berat, dan partikel halus[1] (dikenal sebagai PM2.5) ke udara.
Berbagai studi menunjukkan bahwa kembang api bisa meningkatkan polutan udara hingga 42%[2], merusak lapisan ozon[3], serta meningkatkan kadar PM2.5 hingga sepuluh kali lipat[4].
Beberapa logam berat dan polutan tersebut dikenal sebagai zat karsinogenik (pemicu sel kanker) yang berisiko bagi sistem pernapasan manusia[5].
Saat ledakan terjadi, bahan kimia di kembang api seperti perklorat—zat pemicu ledakan yang juga digunakan dalam bahan bakar roket dan pupuk—terlepas ke udara. Zat ini yang diketahui bisa mengganggu fungsi kelenjar tiroid[6].
Sementara itu, jika masuk ke perairan atau tanah, kesehatan satwa liar dan ekosistem akan terdampak[7] dan kesuburan tanah pun bisa terganggu[8].
Selain mengandung bahan kimia berbahaya, sisa kembang api[9] juga menyisakan limbah kemasan, seperti kardus, sumbu yang hangus, dan plastik.
Riset saya[10] menemukan peningkatan mikroplastik hingga 1.000% di Sungai Thames, Inggris, saat air pasang, enam jam setelah pertunjukan kembang api tahun baru di Westminster, London, saat pergantian tahun 2020.
Ledakan keras dari kembang api juga bisa mengganggu satwa liar[12], membuat mereka stres, bahkan sebagian hewan menjadi bingung akan arah[13], termasuk beberapa[14] hewan peliharaan[15].
Penelitian menunjukkan bahwa letusan kembang api menyebabkan banyak hewan[16], termasuk kuda[17], bereaksi negatif dengan berlari ketakutan. Adapun burung[18] mengalami gangguan pola terbang dan siklus berkembang biak.
Tahun lalu, seorang bayi panda merah[19] di Kebun Binatang Edinburgh dilaporkan mati akibat dampak kembang api pada malam Bonfire Night.
Selain itu, kembang api juga bisa memicu kebakaran hutan, yang tidak hanya memperburuk polusi udara, tetapi juga menghancurkan ekosistem secara luas.
Pada 2022 silam, kembang api diperkirakan menyebabkan 31.302 kebakaran di Amerika Serikat (AS)[20]. Salah satu kebakaran yang menghanguskan 500 hektare lahan di California, AS, diperkirakan menimbulkan kerugian US$10 juta[21] (sekitar Rp166,6 miliar).
Read more: Libur akhir tahun: Manfaatkanlah waktu dengan detoks digital[22]
Seiring kemajuan teknologi, kini tersedia kembang api yang lebih ramah lingkungan dan rendah polusi suara, serta pertunjukan drone dan cahaya laser. Namun, beralih sepenuhnya ke alternatif ini juga belum tentu bijak. Kita harus mempelajari semua dampaknya.
Kembang api ramah lingkungan memang mengandung lebih sedikit bahan kimia dan menghasilkan minim asap karena menggunakan “pembakaran bersih” berbasis nitrogen[23], yaitu nitroselulosa. Bahan kimia ini digunakan sebagai pengganti arang atau belerang yang lazim dipakai pada kembang api tradisional.
Jenis ini mengandung logam berat dalam jumlah yang lebih rendah dan menghindari penggunaan bahan berbahaya seperti barium dan stronsium, yang biasanya digunakan untuk menghasilkan berbagai warnawarna[24].
Kembang api ramah lingkungan juga cenderung memakai bahan yang dapat terurai secara alami, seperti kertas dan karton, selain plastik. Meski begitu, kembang api ini tetap menghasilkan polusi berupa PM2.5, bahan kimia, dan limbah yang dapat meninggalkan jejak di lingkungan.
Pertunjukan drone dan wahana udara tak berawak kini banyak digunakan dalam pertunjukan publik dan festival, dengan lebih dari dengan lebih dari dua juta unit[25] terjual setiap tahun di seluruh dunia.
Berbeda dengan kembang api, drone bukanlah barang sekali pakai alias bisa digunakan berulang kali, serta tidak berisik.
Namun, drone hanya bisa diterbangkan dalam kondisi cuaca tertentu dan ketinggiannya terbatas, sekitar 120 meter[26]. Sementara kembang api yang biasa dijual untuk penggunaan pribadi (konsumen) bisa meluncur setinggi kembang api yang biasanya dipakai oleh profesional, yaitu sampai sekitar 300 meter[27]. Karena itu, drone lebih berpotensi mengganggu burung dan serangga terbang dibandingkan kembang api tradisional
Secara keseluruhan, dampak drone dan cahaya laser terhadap lingkungan dan satwa liar memang relatif lebih rendah. Namun proses produksi komponennya tetap bisa mencemari lingkungan.
Read more: Panduan behavioris untuk resolusi Tahun Baru[28]
Para peneliti di Australia[29] menemukan bahwa proses pembuatan komponen drone dan laser turut menyumbang pemanasan global, serta mencemari air dan tanah akibat logam berat yang digunakan dalam proses produksinya[30].
Kita mungkin berpikir bahwa satu pertunjukan kembang api hanya akan meninggalkan dampak polusi yang relatif kecil di lingkungan sekitar. Namun bayangkan jika peristiwa semacam ini terjadi setiap hari di seluruh dunia, dengan efek jangka panjang bagi bumi dan keanekaragaman hayati. Hal ini jelas tidak berkelanjutan.
Menghadiri satu pertunjukan kembang api profesional berskala besar pada tahun baru, alih-alih menyalakan kembang api sendiri di rumah, mungkin bisa menjadi langkah transisi penting: dari banyak acara kecil yang menciptakan kantong-kantong polusi, menuju satu acara utama—sekaligus menghilangkan kerepotan membeli, menyimpan, dan menyalakan kembang api sendiri.
References
- ^ partikel halus (theconversation.com)
- ^ 42% (www.sciencedirect.com)
- ^ merusak lapisan ozon (doi.org)
- ^ sepuluh kali lipat (pubmed.ncbi.nlm.nih.gov)
- ^ sistem pernapasan manusia (www.sciencedirect.com)
- ^ mengganggu fungsi kelenjar tiroid (www.jstor.org)
- ^ terdampak (cdnsciencepub.com)
- ^ kesuburan tanah pun bisa terganggu (pubmed.ncbi.nlm.nih.gov)
- ^ sisa kembang api (baykeeper.org)
- ^ Riset saya (www.sciencedirect.com)
- ^ mariokinhed/Shutterstock (www.shutterstock.com)
- ^ mengganggu satwa liar (www.sciencedirect.com)
- ^ arah (www.researchgate.net)
- ^ termasuk beberapa (www.tandfonline.com)
- ^ hewan peliharaan (www.tandfonline.com)
- ^ hewan (www.cambridge.org)
- ^ kuda (www.mdpi.com)
- ^ burung (www.sciencedirect.com)
- ^ panda merah (www.edinburghzoo.org.uk)
- ^ 31.302 kebakaran di Amerika Serikat (AS) (www.nfpa.org)
- ^ US$10 juta (edition.cnn.com)
- ^ Libur akhir tahun: Manfaatkanlah waktu dengan detoks digital (theconversation.com)
- ^ berbasis nitrogen (pubmed.ncbi.nlm.nih.gov)
- ^ warna (www.sciencedaily.com)
- ^ dua juta unit (www.cambridge.org)
- ^ sekitar 120 meter (register-drones.caa.co.uk)
- ^ 300 meter (www.nytimes.com)
- ^ Panduan behavioris untuk resolusi Tahun Baru (theconversation.com)
- ^ Para peneliti di Australia (www.publish.csiro.au)
- ^ proses produksinya (www.sciencedirect.com)
Authors: Ria Devereux, Postdoctoral Research Assistant, Sustainability Research Institute, University of East London




