Gejala depresi bisa menular: Ternyata manusia cenderung bisa meniru emosi orang terdekat
- Written by Jessica Christina Widhigdo, Dosen School of Psychology, Universitas Ciputra
● Gejala depresi bisa menular karena manusia cenderung bisa merasakan dan meniru emosi orang lain.
● Salah satu cara penularannya lewat sistem neuron cermin yang bantu kita memahami dan merasakan emosi orang lain.
● Karakteristik individu hingga tingkat interaksi dengan penyintas bisa memperbesar risiko penularan.
Ketika menyaksikan pasangan sedang bad mood, apakah suasana hatimu juga ikut terganggu? Jika iya, hal yang kamu rasakan itu wajar dan sangat mungkin terjadi.
Penelitian (2022) menemukan bahwa emosi manusia tidak hanya bersifat personal, tetapi juga sosial[1]. Seperti virus, emosi dapat menular dari satu individu ke individu lainnya.
Fenomena ini disebut sebagai penularan emosi[2] (emotional contagion), yaitu kecenderungan seseorang untuk merasakan dan meniru emosi orang lain di sekelilingnya[3]. Ini juga yang menyebabkan gejala depresi[4] dapat ditularkan melalui interaksi sosial dengan penyintas.
Bagaimana depresi bisa menular?
Penularan emosi terjadi melalui dua mekanisme utama. Pertama adalah peniruan otomatis[5] (automatic mimicry), yang membuat kita secara tidak sadar meniru ekspresi wajah, nada suara, atau bahasa tubuh orang lain.
Saat kita melihat seseorang menunjukkan ekspresi sedih, otot-otot wajah kita dapat secara refleks menyesuaikan diri dengan ekspresi tersebut, yang kemudian menimbulkan resonansi emosional di dalam diri.
Proses sederhana ini membentuk dasar dari empati, termasuk menjadi pintu masuk bagi penularan suasana hati negatif, seperti sedih, putus asa, atau kelelahan emosional yang khas pada depresi.
Read more: Galau sedikit, bilang depresi: Sembarangan pakai istilah kesehatan mental bahaya buat psikologis kita[6]
Kedua, otak kita memiliki sistem neuron cermin[7] (mirror neuron system). Sistem ini membantu kita memahami dan merasakan emosi orang lain.
Aktivasi sistem neuron cermin memungkinkan kita merasakan kesedihan, ketakutan, atau kegembiraan orang lain. Di sisi lain, hal ini juga menjadikan kita rentan tertular emosi negatif ketika berinteraksi dengan individu yang sedang depresi.
Faktor yang meningkatkan risiko ‘tertular’ depresi
Sejumlah faktor[8] bisa membuat kita cenderung lebih mudah tertular depresi, di antaranya:
Karakteristik individu: Orang dengan empati tinggi, riwayat gangguan suasana hati, atau kebutuhan dukungan sosial yang berlebihan cenderung lebih mudah tertular suasana hati negatif.
Tingkat interaksi: Struktur jaringan sosial serta hubungan yang dekat dan intens dengan penyintas (seperti pasangan, sahabat, atau rekan kerja) bisa memperbesar peluang penularan.
Konteks sosial: Masa-masa stres berat atau isolasi sosial (seperti pandemi COVID-19) dapat memperkuat dampak penularan emosi negatif, baik secara langsung maupun melalui media digital.
Meski demikian, penularan emosi ini bersifat dua arah. Jadi, sama seperti emosi negatif yang dapat menyebar, emosi positif juga bisa menular[10], seperti semangat, harapan, dan empati positif.
Oleh karena itu, komunitas yang hangat, suportif, dan terbuka terhadap percakapan emosional punya peran penting dalam mencegah penyebaran depresi.
Ketika kita dikelilingi orang yang peduli dan mau mendengarkan tanpa menghakimi, tubuh kita menerima ‘sinyal’ aman yang menenangkan[11]. Hal ini membantu menurunkan stres dan membuat kita merasa lebih terhubung dengan mereka.
Read more: Lansia rentan depresi, tapi banyak keluarga tidak menyadari: Stigma jadi pemicunya[12]
Makanya, pencegahan dan penanganan depresi tidak bisa berhenti pada level terapi individual. Perlu pendekatan yang mencakup intervensi berbasis komunitas, yaitu dengan memperkuat dukungan sosial, mengembangkan komunikasi empatik, dan membangun lingkungan emosional yang sehat.
Setiap orang memiliki peran dalam menciptakan lingkungan yang penuh empati dan saling mendukung. Karena proses penyembuhan bukan hanya tanggung jawab individu, melainkan juga hasil dari interaksi manusiawi yang saling menguatkan.
References
- ^ tetapi juga sosial (www.sciencedirect.com)
- ^ penularan emosi (www.sciencedirect.com)
- ^ merasakan dan meniru emosi orang lain di sekelilingnya (journals.plos.org)
- ^ gejala depresi (www.sciencedirect.com)
- ^ peniruan otomatis (www.frontiersin.org)
- ^ Galau sedikit, bilang depresi: Sembarangan pakai istilah kesehatan mental bahaya buat psikologis kita (theconversation.com)
- ^ sistem neuron cermin (www.nature.com)
- ^ Sejumlah faktor (www.sciencedirect.com)
- ^ Pormezz / Shutterstock (www.shutterstock.com)
- ^ emosi positif juga bisa menular (journals.plos.org)
- ^ menerima ‘sinyal’ aman yang menenangkan (journals.sagepub.com)
- ^ Lansia rentan depresi, tapi banyak keluarga tidak menyadari: Stigma jadi pemicunya (theconversation.com)
Authors: Jessica Christina Widhigdo, Dosen School of Psychology, Universitas Ciputra




