Tip menahan diri dari belanja berlebihan saat Natal
- Written by Samantha Brooks, Associate Professor of Cognitive Neuroscience, Liverpool John Moores University
Natal dan Tahun Baru adalah musimnya berbelanja. Di Indonesia, Survei Penjualan Eceran (SPE) Bank Indonesia memproyeksikan kenaikan penjualan eceran menjelang Natal—tumbuh 5,9% lebih tinggi pada November dari 4,3% pada Oktober.[1]
Neuromarketing[2]—bidang ilmu saraf yang mempelajari bagaimana otak merespons produk—dapat membantu kita memahami dorongan konsumsi dan mencegah diri dari kecenderungan untuk berbelanja berlebihan di akhir tahun.
Alasan kita impulsif berbelanja saat Natal dipicu oleh sifat di bawah alam sadar dan dorongan emosional[3]. Otak manusia secara alami berusaha menghindari rasa terasing/ketinggalan[4] (FOMO).
Fomo merupakan bentuk ikatan sosial penting bagi kelangsungan hidup sejak zaman nenek moyang kita. Ketika orang lain terlihat berbelanja dan bersenang-senang saat Natal, dorongan evolusioner membuat kita terdorong untuk ikut serta.
Keinginan kita terhadap barang baru—bahkan ketika tidak memiliki nilai intrinsik[5]—juga berakar pada evolusi. Sebab, mendapatkan hal baru memberi rasa aman seolah kita mengurangi ketidakpastian masa depan.
Akibatnya, ketika sebuah produk dipasarkan sebagai versi “terbaru”, otak kita cenderung menganggapnya lebih menarik dan sulit ditolak.
Read more: Christmas consumption – what would the great economic philosophers think?[6]
Sinyal-sinyal otak (neurotransmitter) juga memengaruhi perilaku belanja kita: dopamin mendorong motivasi[7] dan impuls mencari hadiah, oksitosin meningkatkan rasa kebersamaan yang bisa muncul saat membeli barang serupa dengan teman, sementara kadar kortisol dapat naik ketika kita merasa takut ketinggalan sehingga membuat kita lebih rentan membeli sesuatu.
Neurotransmiter ini mengarahkan fokus mata kita saat melihat iklan, mengunci perhatian, lalu memicu keinginan untuk merasakan “hadiah” dari membeli. Pada Juli 2025, peneliti menganalisis tiga tahun data pelacakan mata[9] terhadap peserta studi yang menonton 50 iklan Natal paling menarik.
Hasilnya menunjukkan bahwa cerita yang menguras emosi sangat efektif menarik perhatian, sehingga membuat kita lebih terdorong membeli produk. Gambar dengan ikon emosional—seperti selebritas populer atau karakter kartun yang menggemaskan—juga mudah mengalihkan perhatian kita.
Padahal, distraksi diketahui menghambat kita memikirkan tujuan masa depan[10], termasuk rencana menghemat uang.
Mengapa tekadmu bisa menguap?
Awalnya, tes marshmallow tahun 1970[11] yang dikembangkan psikolog Walter Mischel menunjukkan bahwa anak-anak yang mampu menahan diri untuk tidak memakan marshmallow saat peneliti meninggalkan ruangan cenderung memiliki disiplin lebih baik ketika dewasa. Otak mereka dinilai memiliki kontrol diri yang lebih kuat.
Namun, replikasi studi pada 2018[12] menemukan bahwa latar belakang keluarga dan kondisi ekonomi justru menjadi faktor utama yang menentukan. Apakah seorang anak—dan kelak sebagai orang dewasa—mampu menunda kepuasan dan mengendalikan impuls (tidak memakan marshmallow)?
Karena itu, ketika keluarga sedang tidak harmonis atau keuangan sedang seret saat Natal, kondisi tersebut dapat memicu keputusan yang lebih cepat dan impulsif. Akhirnya, kita berbelanja berlebihan untuk barang-barang yang sebenarnya tidak kita butuhkan atau inginkan.
Riset psikologi menunjukkan bahwa kondisi yang membuat kemauan diri kita paling mudah terkuras[13] terjadi ketika kita lelah, terlalu banyak memikirkan berbagai hal, atau berada dalam kondisi membutuhkan sesuatu. Situasinya mirip otot yang dipaksa bekerja terlalu keras dan membutuhkan pasokan energi terus-menerus.
Inilah formula sempurna saat Natal. Kita memikirkan daftar keluarga dan teman yang harus dibelikan hadiah, lalu mencari pelarian lewat barang-barang atau pengalaman menyenangkan khas Natal. Di Indonesia, ini pun terjadi saat Ramadan dan Idulfitri[14].
Semua ini membebani sistem kontrol kognitif di korteks prefrontal[15]—bagian depan otak yang berfungsi mengendalikan perilaku dengan mempertimbangkan tujuan jangka panjang.
Korteks prefrontal terhubung langsung dengan pusat penghargaan di otak; jadi ketika bagian ini kewalahan, respons cepat dan impulsif yang digerakkan dopamin lebih mudah mengambil alih.
Berpikir cepat dan impulsif serta berpikir lambat dan terukur sama-sama merupakan bagian alami dari kerja otak[16]. Namun, belanja Natal kerap memicu pola pikir cepat dan spontan ini—mulai dari penawaran terbatas hingga rasa “cemas” ketika anak atau orang terdekat berpotensi tidak mendapatkan hadiah yang sangat mereka inginkan.
Latih otakmu
Ada cara untuk memperkuat kemauan diri agar bisa menikmati musim liburan secara seimbang dan sehat. Kuncinya adalah menyadari emosi dan tindakan kita.
Semakin sadar kita memperhatikan kecenderungan impulsif[18], semakin baik pula kemampuan kita mengendalikannya di kemudian hari.
Kamu bisa mulai sekarang dengan mencatat setiap pembelian impulsif dalam sepekan atau sebulan terakhir. Dan pada kesempatan berikutnya, saat hendak membeli sesuatu, tanyakan pada diri sendiri: apakah kamu sedang menggunakan pola pikir yang lambat dan terukur, atau justru cepat dan impulsif?
Seperti otot, sistem korteks prefrontal bisa dilatih agar lebih kuat. Karena itulah latihan kognitif menjelang Natal ataupun hari-hari besar lainnya dapat membantu memperkuat pengendalian diri.
Misalnya dengan bermain catur daring[19], mengerjakan sudoku[20], atau membaca buku hadiah Natal tahun lalu yang belum sempat dibuka.
Aktivitas seperti teka-teki, membaca, hingga meditasi yang menenangkan pikiran[21] juga dapat memperkuat sirkuit otak—dan mungkin membantumu menjadi lebih sedikit impulsif tahun ini.
Lalu bagaimana jika kamu membaca artikel ini saat duduk di kafe, beristirahat sejenak dari hiruk-pikuk belanja? Kamu bisa meninjau kembali daftar belanja (atau menyusunnya sebelum berangkat) dan meneguhkan rencanamu. Ingatkan diri untuk tetap berpegang pada daftar dan anggaran apa pun godaannya.
Riset menunjukkan bahwa perencanaan dan penetapan niat membantu mencegah respons impulsif[22], terutama jika kita sejak awal sudah menyiapkan langkah antisipasi ketika menemukan barang diskon yang terlihat menggoda.
Ingat, jika kamu mampu menahan hasrat berbelanja impulsif saat Natal, dirimu di masa depan akan berterima kasih atas keputusan itu.
References
- ^ tumbuh 5,9% lebih tinggi pada November dari 4,3% pada Oktober. (www.cnbcindonesia.com)
- ^ Neuromarketing (www.neuronsinc.com)
- ^ di bawah alam sadar dan dorongan emosional (neurolaunch.com)
- ^ rasa terasing/ketinggalan (www.psypost.org)
- ^ tidak memiliki nilai intrinsik (www.nature.com)
- ^ Christmas consumption – what would the great economic philosophers think? (theconversation.com)
- ^ mendorong motivasi (exploringyourmind.com)
- ^ Geber86/Shutterstock (www.shutterstock.com)
- ^ tiga tahun data pelacakan mata (homeofdirectcommerce.com)
- ^ distraksi diketahui menghambat kita memikirkan tujuan masa depan (pubmed.ncbi.nlm.nih.gov)
- ^ tes marshmallow tahun 1970 (www.simplypsychology.org)
- ^ replikasi studi pada 2018 (journals.sagepub.com)
- ^ paling mudah terkuras (www.apa.org)
- ^ Ramadan dan Idulfitri (theconversation.com)
- ^ membebani sistem kontrol kognitif di korteks prefrontal (pmc.ncbi.nlm.nih.gov)
- ^ sama-sama merupakan bagian alami dari kerja otak (www.brainsugar.co)
- ^ Nicoleta Ionescu/Shutterstock (www.shutterstock.com)
- ^ Semakin sadar kita memperhatikan kecenderungan impulsif (www.ourmental.health)
- ^ bermain catur daring (www.sciencedirect.com)
- ^ sudoku (pmc.ncbi.nlm.nih.gov)
- ^ meditasi yang menenangkan pikiran (pmc.ncbi.nlm.nih.gov)
- ^ mencegah respons impulsif (psycnet.apa.org)
Authors: Samantha Brooks, Associate Professor of Cognitive Neuroscience, Liverpool John Moores University
Read more https://theconversation.com/tip-menahan-diri-dari-belanja-berlebihan-saat-natal-271749




